Selasa, November 17, 2009

pertama kali

setelah 2 tahun blog anakku ini dibuat oleh my wife, baru pertama ini ayahnya qaisha nulis disini, ayahnya ga bisa nulis de.., tp tulisan tangan ayah bagus..senang banget ketika ibunya buat blog utk qaisha, karena mungkin menjadi anak pertama yg punya blog di umur 3 bln, ayahnya ga kepikiran ke situ...hebat ibu.. I love u...dan sekarang ayahnya nulis ttg qaisha sampai sejauh ini, qaisha orang jujur ini terbukti kalo ayahnya plg kerja dia slalu menyambut... "olang ganteng pulang ya ..."..yang ayah senang itu kalo ayahnya libur kerja qaisha ga mau lepas dr ayahnya....mulai dr bangun tdr.. minta di madiin.. jalan2 pagi ke psr ..keliling komp. pu terus kalo siang kalo ga ke c4 ...ya.. giant point square dan dlm perjalanannya jarang sekali mau jalan ..tp lbh banyak minta endon ....enaknya kalo dia minta endon tiap saat pasti bs nyiumin dia....he..he..sorenya ..biasa ..mandi sm ayah aja...qaisha slalu bilang gt.....
waktu qaisha umur satu hari sampai 3 bulan ayahnya ga berani gendong ...takut ....krn ..kulitnya masih halus ..n urat2 didalam tubuhnya terlihat jelas ...jd ..takut gendong....
semua orang tua pasti berharap anaknya menjadi yg terbaik bukan hanya utk dirinya atau keluarganya tp jg utk agama ... dan bermanfaat utk orang banyak

I Love U qaisha...
ayah...

Jumat, Oktober 16, 2009

Mendongeng di RSCM Sendirian

Giliran devi untuk dongeng ke RSCM sabtu tanggal 8 Agustus 2009 lalu. Sebenernya dengan dua orang lainnya. Tapi yang satu mendadak ga bisa karena sakit, sedang yang satu lagi karena devinya molor banget, ga tahu apakah jadi datang apa enggak. Seperti sabtu yang sudah-sudah, susah sekali buat meninggalkan rumah karena hari itu adalah hari “off duty-nya” eyang. Susah banget meninggalkan Qaisha, selalu ada perasaan bersalah meninggalkannya di hari sabtu apakah itu untuk ke RSCM, rapat KPBA atau kegiatan dongeng lainnya. Kalau bisa membawa Qaisha pasti lebih menyenangkan. Tapi kan mungkin membawa Qaisha ke RSCM.

Now back to cerita mendongeng di RSCM. Hari itu devi datang telat banget. Devi tiba jam 10.30wib. Telat satu jam dari jadwal sebenernya. Lebih kacau lagi devi lupa menyimpan nomer telpon teman yang juga bertugas bersama devi hari itu. Wah, di bis bawaannya udah ga tenang aja. Patas AC 16 kalau hari sabtu punya jarak satu jam antara bis yang satu ke bis berikutnya. Jauh banget bedanya di hari-hari kerja yang cuma selang waktu 10-15 menit. Devi seharusnya sudah naik bis yang jam 8.30wib. Tapi devi nyampe di terminal jam 09.00wib, which mean harus nungguin bis berangkat setengah jam lagi. Dan benar saja, jam 09.30wib bis baru berangkat. Pingin ngomel, pingin marah, rasanya waktu menunggu bis itu bergerak. Tapi marah sebenernya lebih ke diri sendiri yang jelek banget soal manajemen waktu dan disiplin diri. Ditambah rasa bersalah meninggalkan Qaisha yang mengantar devi dengan tangisannya.

Benar saja, sampe di RSCM jam 10.30wib. Devi ga berani ngebeyangin apa yang akan dan harus devi lakukan jika temen devi itu sudah pulang dan devi harus mendongeng sendirian. Ini memang bukan dongeng di RSCM yang pertama, tapi ini akan jadi yang pertama kali devi harus mendongeng sendirian. Bismillah aja deh.

Begitu memasuki gedung rawat inap untuk anak itu devi langsung menuju ke atas. Ga ada waktu deh buat bingung-bingung mau ngapain atau mencari teman devi itu atau bahkan mengundurkan diri pulang ke rumah. Devi langsung menuju ke atas. Pintu yang biasa dimasukin terkunci, artinya harus jalan memutar. Ini bukanlah perjalanan yang menyenangkan, bukannya apa-apa, tempatnya sepi bo! Dan tangga menuju ke lantai atas di jalan memutar itu berhadapan persis dengan koridor menuju kamar mayat….Hiii…!!! But I didn’t have time to such things, jadi jalan aja deh.

Begitu tiba di atas devi masih mengharapkan bisa menemukan sosok teman devi itu. Tapi tidak ada. Yo wis, maju lah devi sendiri. Minta ijin ke dokter jaga dan perawat yang menjaga. Hmmm…kayaknya devi ga cukup pede deh ngumpulin anak-anak itu ke tengah ruangan. Lebih karena devi ga tahu caranya ngumpulin anak-anak itu dan memobilisasi mereka ke tengah ruangan seorang diri. Maka devi pun pake metode dongeng per bed, menghampiri tempat tidur itu satu persatu.

Tempat tidur pertama yang devi hampiri adalah yang paling dekat dengan meja jaga. Di situ kebetulan ada anaknya suster yang jaga sedang ikut main. Jadi untuk kedua anak itulah devi mendongeng pertama kali. Devi bawain buku cerita tikus yang ada boneka jarinya. Boneka tersebut bisa dimasukkan ke dalam lubang yang ada di setiap halaman untuk masuk ke halaman berikutnya. Senangnya buku ini karena bisa iket mengajak anak berpartisipasi dalam cerita dengan memasukkan boneka tersebut dan membuka ke halaman berikutnya. Hanya ada lima halaman dalam buku tersebut, sehingga mudah untuk anak-anak mengingat cerita dan mengingat tempat-tempat yang dikunjngi si Tikus. Sehingga pada akhir cerita devi bisa meminta kedua anak itu menceritakan kembali kemana saja ssi Tikus itu pergi. Cukup satu cerita, tapi sudah lumayan lama devi di tempat tidur pertama ini.

Lalu berlanjut ke tempat tidur berikutnya. Tidak semua anak dalam keadaan terjaga, jadi devi hanya menghampiri tempat tidur yang anak-anaknya sedang terjaga saja. Coba devi ingat nama anak-anak itu; Darwis, Eka dan Dea, Mahisa dan Naufal, Risma, Rayhan, Afi (?). Devi lupa nama anak yang pertama kali di dongengin yang bersama anaknya suster.

Devi ingat yang bernama Eka itu masih batita, mungkin masih setahun. Ada empeng di mulutnya dan dia hari itu mau pulang ke rumah. Jadi tempat tidurnya sudah rapi dan dia pun sudah berpakaian sangat rapi. Devi sedang mandatangin ranjang Dea ketika Eka yang sedang digendong ibunya devi tawarkan untuk ikut mendengarkan dongeng bersama di ranjang Dea. Dua cerita devi bawakan untuk Eka dan Dea. Cerita pertama yang verupa cerita tikus dengan boneka jarinya rupanya tidak cukup menarik perhatian Eka dengan menimbang wajahnya lebih terkesan bingung dari pada menikmati cerita devi. Tapiiii…begitu devi keluarkan buku ke dua ukuran maksi dengan gambar monyet di depannya, tiba-tiba saja matanya langsung membulat penuh dan ekspresi senang langsung tersirat dari wajahnya. Dengan antusias ia menunjuk hewan-hewan yang ada di buku. Kayaknya sih dia masih ga mudeng sama ceritanya seperti cerita yang pertama devi bawain. Tapi dia senang saja melihat ada gambar hewan-hewan di buku devi. Sesuatu yang yang dia kenal, mungkin, pikir devi dalam hati. Tokoh hewan selalu terasa familiar pada anak. Dan benar saja, dia punya ayam di rumah…hehehe… Pantes saja begitu melihat tokoh ayam dia langsung heboh menunjuk-nunjuk gambarnya. Devi, ibunya Dea, Ibunya Eka, Dea dan Eka langsung tertawa-tawa dan bercanda tentang ayam sepanjang akhir cerita. Ah menyenangkan sekali melihat ekspresi bahagia Eka. Mungkin dia kangen sama ayamnya dan senang akhirnya bisa melihat ayam lagi meskipun itu bukan ayamnya dia….

Meninggalkan Dea dan Eka devi jadi punya ide untuk membawakan cerita hewan itu untuk anak-anak batita. Sebelum devi mulai mendongeng untuk Eka dan Dea, tiba-tiba seorang ibu menghampiri devi dan ingin meminjam buku untuk anaknya. Surprise juga ada ibu-ibu yang mau pinjam buku. Mungkin dia sudah tahu tentang kegiatan KPBA ini sehingga tahu orang yang datang untuk dongeng pasti bawa banyak buku. Surprise juga mengetahui bahwa anaknya lah yang meminta sang ibu untuk menghampiri devi dan meminjam buku. Posisi tempat tidurnya ada di pojok. Begitu giliran mendongeng sampai pada anak itu, yang pada papan namanya tertulis Risma, devi baru tahu kalau Risma itu sudah remaja, mungkin SMP. Untuk dia tidak devi dongengkan, karena buku yang devi pinjamkan sudah pas untuk usianya, yaitu Masarasenai dan Matahari. Kan kasian kalau devi dongengin si Tikus atau buku cerita hewan setelah dia baca buku Masarasenani. Rasanya kebanting banget. Tapi sebenernya devi juga bingung kalau berhadapan dengan anak-anak yang memasuki usia remaja. Jenis cerita apa yang cocok untuk mereka dan bagaimana membawakannya supaya pas dengan kebutuhan emosi dan inteletual mereka yang sedang dalam masa peralihan ini. Karena itu, untuk Risma suvenirnya devi kasih saja buku itu.

Sebelum ke Risma, devi mampir dulu ke Mahisa dan Naufal. Tempat tidur Naufal ada di pojok. Karena keliatannya Naufal “cukup sehat” dan “mudah’ dipindahkan, mak devi ajak bergabung mendengarkan dongeng di tempat tidur Naufal. Cerita yang devi bawakan untuk mereka adalah cerita binatang. Wah Mahisa langsung rame bertanya “apa ini?”, “Ini?” sambil menunjuk gambar yang ada dibuku, “ini apa?”. Devi langsung menebak kalau usianya dua tahun. Mirip sekali dengan Qaisha yang suka menunjuk dan bertanya “apa ini?” padahal yang ditunjuk benda yang sama berulang-ulang. Untuk cerita hewan ini dipenuhi dengan suara “apa ini?”-nya Mahisa…hehehe…seru juga. Devi kemudian membawakan cerita si Tikus. Kali ini secara bergantian Mahisa dan Naufal memasukkan si Tikus dan membalikan halaman. Karena jumlah halamannya ganjil, sebagai penutup devi meminta Mahisa yang belum mendapat giliran terakhir memasukkan si Tikus ke dalam “rumah”nya yang berada di cover depan buku. Nah adil kan?

Tidak sampai sepuluh anak yang devi dongengin di RSCM hari itu, tapi ternyata memakan waktu satu setengah jam. Tiba-tiba saja makan siang anak-anak itu sudah diantar yang menandakan sudah hampir jam 12 siang. Lumayan juga satu setengah jam ngoceh terus ga berhenti. Tapi menyenangkan kok. Dongeng per tempat tidur ternyata lebih sesuai untuk devi di RSCM, karena rasanya lebih personal interaksinya dengan anak-anak. Bisa memberi perhatian ke mereka sesuai kebutuhan masing-masing dan bisa kasih maksimal. Pemberian suvenirnya pun lebih bisa sesuai kebutuhannya dan lebih terasa pribadai, tidak disamaratakan. Hari itu syukurnya memungkinkan karena suvernirnya beragam.

I know there are more to do with this program. There are lots of thing can be done and give for those children, but I still don’t know what they are. I even don’t know what they get from this program that I hear personally from them, or even read on a research paper, that can be use as an input for the development of this program. But I think this program is improving by how they become familiar with us and the program.

Sabtu, September 26, 2009

Qaisha Mandi

Beberapa hasil jepretannya Wak Cak (Pak de) dengan tema mandinya Qaisha. Oh ya, Qaisha kalo mandi di depan rumah (teras) dan jadi tontonan orang-orang yang lewat depan rumah...hehehe... Jarang banget mau mandi di kamar mandi.

Well, sebenernya Qaisha susah banget kalo di suruh mandi. Harus muter otak dan cari siasat dulu untuk bisa menggiringnya mandi. Tapi kalo udah ketemu air, paling susah juga disuruh berhenti...hehehe...









Selasa, September 15, 2009

Mendongeng di Panggung Dangdutan

Bukan panggung dangdutan beneran sih sebetulnya. Hanya saja karena bentuk panggungnya yang tinggi dan berada tepat di tengah-tengah lapangan yang luas mengingatkan devi dengan panggung dangdutan. Ketika melihatnya pertama kali devi langsung terbayang seorang penyanyi dangdut dengan khas dandanan menornya dan baju kurang bahan mereka sedang lenggak-lenggok di panggung itu dengan ratusan penonton bersiul-siul dibawahnya, berteriak-teriak mengikuti irama lagu si penyanyi dan goyangannya…hahaha… But NO! Ini bukan jenis acara hiburan macam itu. Ini adalah sebuah acara roadshow mendongeng yang diadakan untuk memeriahkan hari anak yang jatuh di bulan Juli tahun ini.

Untuk sebuah perayaan hari anak, panggung seperti itu sebenernya terasa ga nyambung. Penonton yang sebagian besar adalah anak-anak (well, ini untuk Hari Anak tokh) sampai harus mendongakkan kepala mereka sedmikian rupa. Alih-alih menikmati acara, yang ada malah kepala pegel-pegel begitu sampai di rumah.


Kalau saja devi sendirian hari itu, devi tentu sudah memilih mendongeng di bawah saja. Tapi syukurlah hari itu devi bersama tim yang memang disiapkan untuk memenuhi undangan yang satu ini. Tim yang satu ke RT lain, dan tim Devi ke RT dengan panggung dangdutan ini. Begitu kami sampai di sana devi dan seorang teman ternyata satu pikiran : Gak salah nih panggungnya???...hahaha… Udah kebaca kalau dia dan devi sama-sama grogi. Maklum amatiran yang belum tentu siap mental jika dihadapkan dengan macam-macam jenis medan perang…eh panggung...hehehe..


Dikepala langsung putar otak, mau bawain cerita apa dan bagaimana. Gimana mau ngajak anak-anak berinteraksi dengan cerita kalau untuk naik ke atas panggungnya saja butuh kerja keras. Jujur devi agak ngeri pas menginjak tangga panggung itu. Udah kecil, ga ada pegangan, dan dari satu anak tangga ke anak tangga berikutnya tinggi pula. Ga kebayang deh kalo waktu itu tim Pak Raden yang dapat di tempat itu. Kalau ada yang jatuh siapa yang mau tanggung jawab???...hehehe..


Tapi ini jadi pengalaman yang menarik. Dulu pernah juga dongeng dengan panggung tinggi seperti ini, meskipun yang ini teteup lebih tinggi sih, dan devi berhasil menghindar dengan meminta panitia supaya devi dongeng di bawah aja. Tapi kali ini dakuw tak bisa lari…hiks… Ya sudah maju terus pantang mundur. Tokh devi berame-rame ini.


Tiga cerita yang kami bawakan ternyata cukup sukses juga. Bisa menahan beberapa puluh anak untuk tetap berada di bawah panggung itu menonton kami ditengah teriknya matahari di siang bolong. (Salut deh buat anak-anak itu!!). Dan kami bisa juga mengajak mereka bersama-sama terlibat dalam cerita. Ternyata mereka begitu antusias untuk bisa naik ke atas pangung. Well, untuk hal-hal menantang dan berbahaya anak-anak pasti akan dengan senang hati menyambutnya. Begitu juga ketika mereka mendapat tawaran ikut bersama kami naik ke atas panggung tinggi itu, wah mereka semangat sekali! Mungkin bukan karena ceritanya tapi lebih karena nanti setelah selesai cerita mereka bisa loncat dari atas ke bawah. Bagian itu lebih menarik dari cerita kami sepertinya, dengan menimbang bagaimana antusiasnya mereka untuk melompat begitu cerita berakhir…hehehe…


Enggak lah, cerita yang kami bawakan masih tetap menarik buat anak-anak itu dari aksi lompat dari panggung. Mereka bisa menjadi ayam, kambing, kuda dalam cerita Pintu yang Berderit adalah pengalaman tersendiri buat mereka. Mereka menjadi sekawanan kodok, burung dan kera dalam Tarian Pengusir Ular adalah kesenangan tersendiri buat mereka. Panggung “dangdutan” itu telah membawa devi dan anak-anak itu ke sebuah pengalaman tersendiri.


Tapi kalau devi disuruh dongeng di panggung kayak gitu lagi, nanti dulu deh!...hehehe…

Kamis, September 10, 2009

Petualangan Qaisha : Dijemput Qaisha Bagian ke-2

22 Juli 2009 lalu devi dijemput Qaisha dan ayah. Ini penjemputan yang pertama di tempat kerja baru. Perjalanan ke tempat kerja baru sebenernya lebih gampang dari pada ke tempat kerja devi yang lama. Tinggal naik busway sekali yang kalau jalanan sepi mungkin cuma butuh waktu 20-30 menit. Dan seperti penjemputan sebelumnya, it’s such a surprise Qaisha ikut menjemput ibunya dan menjadi petualangan tersendiri buat kami bertiga.

Awalnya devi minta jemput ayah karena devi dapat buku lumayan banyak dan berat. Bukunya adalah satu set cerita rakyat hardcover yang terdiri dari 13 buku cerita rakyat dan 2 buku softcover non fiksi. Klo ditimbang ada kali enam kilo. Ga kebayang aja kalo devi harus bawa buku seberat itu ditengah berjubelnya busway yang kalo sore macetnya minta ampun. So, mumpung ayah lagi cuti hari itu devi minta tolong ayah untuk dijemput naik motor. Tapi ternyata oh ternyata, seperti biasa, ayah terlalu kreatif dan diajaklah Qaisha yang berarti ayah ga bawa motor dan udah pasti kita harus naik bis.

Seneng banget dijemput Qaisha. Awalnya devi ga engeh kalau Qaisha juga ikut. Waktu lagi nunggu tiba-tiba ayah sms, bunyinya “Aku pake baju garis-garis dan celana pink.” Huh? Maksudnya? Ayah pake baju garis-garis dan celana pink? Sejak kapan ayah punya celana pink? Kapan belinya? Enggak banget deh klo ayah pake celana pink. Dan pas lagi bengong mikirin celana pink itu, tiba-tiba dari belakang ada suara mungil yang memanggil “Ibu!!” Lalu muncul lah sosok manis berbaju garis-garis dan bercelana pink itu sambil berlari menghampiri devi dengan tawa khasnya. O la la la…ternyata Qaisha ikut tokh?!!

Wah seneng banget! Tapi terus mikir, nah lho terus bawa buku enam kilo ini gimana ceritanya? Teteup naik busway dong?! Plus bawa anak dua tahun sebelas kilo (She stuck with that number since 1,5 years) yang pecicilan minta ampyun. Duh..devi cuma bisa geleng-geleng dalam hati.

Yo wis, ga papa lah. Ngeliat wajah Qaisha yang seneng bisa jemput ibunya, devi pun ikut happy juga. Pertanyaan pertama yang devi tanya ke ayah adalah Qaisha seharian ini mau makan ga?. Dan seperti sudah devi duga, ga mau makan seharian. Paling cuma makan donat dan susu. Ya udah kita makan dulu di restoran cepat saji yang ada mainannya. Ga berapa lama setelah kita pesan makan, pas Qaisha lagi cuci tangan sama ayah, tiba-tiba dia mau pipis. Waduhh, paniklah ayah. Mau di bawa ke toilet ga tahu ada di mana, dan pas mau diangkat ke atas wastafel ga keburu, Qaisha udah keburu pipis duluan di lantai!!. Ya udah buka celananya, bersihin di wastafel, terus balik ke meja tanpa pake celana…hehehe… Duh yah tuh anak ada-ada aja. Ayah ga bawa ekstra baju atau susu atau perlengkapan lainnya. Untungnya di sana banyak toko-toko perlengkapan bayi, jadi ayah segera beli celana pendek satu biji dan langsung dipakein ke Qaisha. Setelah itu Qaisha asyik main di arena permainan dengan asyiknya seolah-olah ga ada kejadian apa-apa, ga inget ayahnya yang panik dia mau pipis, ga inget dia pipis dilantai yang bikin OB sibuk ngebersihin lantainya supaya ga pesing, ga tahu ayahnya mesti lari-lari beli celana buat dia. Hehehe…enaknya jadi anak kecil.

Sehabis makan kita cari tempat sholat dan kita sholat dulu. Qaisha ikut devi, dan pas mau wudhu, ga tahu kenapa, apa karena banyak air tiba-tiba Qaisha mau pipis lagi. "Pipis..pipis...pipis..." Walah! Mana devi ga tahu toiletnya lagi. Langsung aja devi nyambar sepatu devi dan Qaisha dan lari-lari nyari toilet. Jangan sampai deh kejadian dia pipis dicelana bagian kedua. Itu toilet ternyata letaknya di pojok. Waktu menuju toilet itu devi malah jadi mikir, ini jalan ke toilet apa ke gudang sih? Kok ke pojok banget dan sepi pula jalannya. Dan pas ketemu toletnya sih sebenernya ga terlalu kotor tapi juga ga terlalu bersih. Tapi suasananya itu lho agak-agak suram. Mungkin karena posisinya di pojok.

Dan seperti pada umumnya toilet mall, ga ada tuh yang namanya toilet jongkok, and NO shower! Airnya keluar dari bawah dan kita harus berada dalam posisi duduk yang benar supaya air itu tepat sasaran. Jenis air yang begini yang ga baik buat kesehatan reproduksi wanita. Duh benci banget deh sama toilet macam begini. Mana pintunya pendek, ga sampai bawah. Tipe toilet yang memamerkan kaki kita yang lagi buang hajat plus celana yang lagi diturunin. No privacy and no water, just the kind of toilet I needed for my two years old daughter!. Jenis toilet yang ga nyunah. Mereka pingin toiletnya kering tapi bikin repot orang banyak. Oh ya…no tissue either! Dasar toilet!! (Lho? Maksudnya??)

Begitu devi masuk, devi udah bingung aja. Gimana nih Qaisha pipisnya. Setelah celana Qaisha dibuka, devi suruh dia jongkok di bawah meskipun dalam hati mikir gimana nanti nyiramnya? Ga ada showernya. Tapi dia juga ga nyaman juga dengan lantainya. Devi angkat dan devi jongkokin dia dikakusya. Dianya agak takut mau jatuh, tapi karena devi peganginnya firm khirnya dia mau jongkok juga di atas kakus. Tapi ternyata dia ga pipis juga. Aduh nih anak ngerjain ya? Masa ibunya udah lari-lari nyari toilet, udah ngutuk-ngutuk toilet bodoh itu, and udah cari akal gimana caranya dia pipis, dianya ga pipis juga?? Geleng-geleng deh devi.

Akhirnya kita pun kembali ke tempat sholat. Ayah udah nungguin. Devi sholat maghrib dulu dengan Qaisha. Abis kita sholat, kita pun pulang menuju halte busway. Wah Qaisha seneng banget dengan jembatan busway. Dia bisa lari-lari di sana, devi yang sibuk ngejar dia takut jatuh, sedangkan ayah harus bawa buku devi mengikuti dari belakang.

Di halte busway Qasiah sibuk main di tempat duduknya. Sama ayah dia mainan di besi-besi tempat pegangan dan pengaman buat pintu busway yang otomatis. Agak ngeri juga sih halte busway itu. Pintunya yang sewaktu-waktu bisa terbuka cukup berbahaya buat anak kecil. Kalau pas yang berenti itu bis busway sih ga papa, tapi karena jalur busway juga dipake mobil umum sering pintunya terbuka karena sensor menangkap mobil yang lewat saja tanpa berhenti. Pas pintunya terbuka, mobilnya lewat dan mengangalah itu jalan raya.

Agak lama juga kita menunggu bisnya. Padahal udah jam tujuh lewat. Lalu tiba-tiba kata-kata itu keluar dari mulut Qaisha: “Pipis..pipis…pipis..” Again???? OMG!!! Tenang, devi meneriakkan itu dalam hati. Halte busway jalur ini dilengkapi toilet. So kita pun nanya ke penjaganya di mana toiletnya. Oh ternyata ada dibawah jembatan busway. Kita harus keluar dulu lewat pintu kecil tak jauh dari pos tiketnya dan jalan ke sebuah kotak persis dibawah jembatan busway. Kiri kanan adalah jalan raya. Ketika kita keluar dari pintu kecil itu, kita seperti berjalan di trotoar persis di tengah jalan yang membatasi dua jalur jalan raya yang berbeda arah. Sebelah kanan sih aman ada pagar yang membatasi, tapi sebelah kiri itu langsung jalan raya dengan mobil yang melaju kencang.

Jangan berharap toilet halte busway itu bersih ya. Lebih tepatnya jangan berharap ada toilet buat umum yang bersih. Tapi setidaknya di sana ada ember dan gayung meskipun gayungnya berupa botol air mineral ukuran satu liter yang dipotong bagian atasnya. Well setidaknya Qaisha bisa pipis (kali ini beneran pipis) dan membersihkan dengan air. Ayah mengikuti devi dan Qaisha dari belakang sambil membawa buku devi itu dan sedikit khawatir dengan laju mobil di sebelah kiri.

Kita segera naik lagi ke halte begitu Qaisha selesai pipis. Karena buru-buru takut ketinggalan bis, plastik tempat membawa buku-buku devi putus pegangannya. Haduh, tambah repot deh bawanya. Syukurnya kita belum ketinggalan bis. Tapi begitu bisnya datang ternyata sudah penuh sesak. Devi menggendong Qaisha dan ayah menggendong buku-buku devi. Alhamdulillah ada orang yag berbaik hati memberikan tempat duduknya meskipun harus diteriakkin kenek buswaynya dulu supaya ada yang memberi tempat duduk buat ibu-ibu yang membawa anak kecil. (Devi maksudnya? Ibu-ibu? Yang benar saja!)

Sudah devi duga Qaisha ga akan betah duduk diam. Dia mulai gelisah dan mulai mencari ayahnya yang berdiri di dekat pintu. Devi dirikan Qaisha di pangkuan devi supaya dia bisa melihat jendela. Jalanan juga tidak mau bekerjasama dengan devi dengan meneruskan macetnya yang sudah berlangsung sejak sore tadi. Kegelisahan Qaisha semakin menjadi-jadi. Devi ajak nyanyi buat meredam rewelnya tapi ternyata ga terlalu ampuh. Dia pun minta turun ke tempat ayahnya. Di sela-sela kaki orang dia jalan ketempat ayahnya. Syukurnya posisi ayah berdiri tidak jauh dengan posisi tempat duduk devi. Sama ayahnya Qaisha diajak mainan alat-alat yang bergelantungan buat pegangan orang-orang yang berdiri. Lalu mulai lah dia main ayunan dengan alat-alat itu sambil digendong ayah. Sesekali terdengar suara “Aaa..u..oo..uu..oo!!” hehehe .. Oalaa…anak ku jadi tarzan di dalam busway…hahaha… Beberapa orang tersenyum geli melihat tingkah polahnya. Orang yang berdiri dibelakang ayah ketawa terus melihat Qaisha. Yah lumayanlah Qaisha bisa kasih hiburan ditengah kepenatan jalanan yang macet…hehehe…

Ayah akhirnya dapet tempat duduk di halte sebelum halte terakhir. Meskipun ayah dalam posisi duduk, Qaisha juga masih tetep minta di ayun-ayun sambil megang alat pegangan itu, dan teteup berteriak layaknya tarzan…hehehe…

Lalu tiba-tiba…byur!!...turun hujan!!!. What? Padahal bentar lagi udah mau nyampe. Can’t it get worst than this? Devi ga bawa payung, lagi bawa buku berat, dan Qaisha bisa sakit kalau kehujanan. Begitu sampai di terminal, devi termenung bingung cari cara buat pulang. Naik taksi? Gak mungkin, nanti malah muter lagi supaya bisa masuk ke kompleks. Dan lagi taksi ga masuk ke wilayah tempat busway. Ojeg? Sama aja kehujanan. Devi bisa kepisah sama ayah malah. Menunggu? Hujannya tipe hujan yang bertahan lama. Kasihan Qaisha diluar kelamaan ditengah dinginnya hujan. Ojeg payung? Iya, satu-satunya jalan pake ojeg payung sampa ke kompleks. Ayah mulanya ragu, apa mau si tukang ojeg sampe masuk kompleks. Benar saja ketika dikasih tahu kita mau masuk ke kompleks, dia agak-agak keberatan. Tapi karena melihat devi bawa anak, agaknya dia kasihan juga dan akhirnya dia mau. Begitu nyebrang ayah bilang supaya devi dan Qaisha nunggu aja ditempat jualan Indomie dan ayah akan lari ke rumah ambil motor lalu jemput devi dan Qaisha di tukang Indomie. Sebenernya devi agak keberatan, kasihan ayah kalau hujan-hujanan. Tapi ya sudahlah, maunya ayah begitu devi nurut aja. Sambil membawa buku-buku devi ayah lari ke rumah, sementara si ojeg payung cuma “bertugas” sampai di tukang Indomie. Sambil menunggu ayah, devi pesen susu hangat dan Qaisha nyemilin bolu kukus, agar supaya perutnya ga kosong. Lima belas menit kemudian ayah datang tergopoh-gopoh sambil mengenakan jas hujan…tapi tanpa motor. Dan ternyata saudara-saudara, motornya mogok kena air. Gubrak!!..Gubrakk!!!...hahaha…, ternyata it CAN get worst!! Aduh kasihan banget si ayah. Udah cape pulang ke rumah, si Bajaj ternyata ga mau diajak kerja sama…hahaha…

Ya sudah, setidaknya sekarang ada payung buat melindungi devi dan Qaisha dari hujan. Kami pun jalan dan menjemput si Bajaj di tukang nasi goreng, tempat ayah meninggalkannya tadi. Ayah mendorong si Bajaj dan devi menggendong Qaisha. Kami pun jalan menuju ke rumah. Well setidaknya, udah ga nenteng-nenteng buku 6 kilo lagi. Sebagai penggantinya dorong motor 1 ton…hahaha…

Begitu sampai di rumah, ga terbayang perasaaan lega kami. Alhamdulillah bisa sampai di rumah dengan selamat. Ayah dan devi langsung segera mandi. Qaisha ganti baju, kasih minyak talon dan bedak. Lalu kami pun tidur dengan nyenyak malam itu.

What a day!!

Senin, Agustus 24, 2009

Being 2 Years 3 Month Means...

Sejak pindah kerja di tempat baru devi sudah jarang update blog ini. Fasilitas di tempat baru tidak memungkinkan menggunakan internet secara bebas. Padahal banyak cerita yang ingin devi share di sini. I’ll think of a way to handle this matter so this blog will keep an update.


Little bit update on my condition adalah tentang tempat kerja yang baru. Pelajaran yang diterima dari bekerja ditempat ini adalah nothing is perfect. Yes, my decision was based on persuing my dream, and unfortunately, that wasn’t easy as I was expected. Perubahan kultur dari tempat kerja sebelumnya dengan tempat baru benar-benar menguras energi devi. Perbedaan tipe atasan juga membutuhkan penyesuaian yang agak lama. Hopefully I can overcome these things and can move along well.


Berikutnya adalah tentang perkembangan Qaisha. It’s just so amazing watching her growing up! Kata orang perkembangan anak bisa dilihat dari perkembangan bahasanya, dan hal itulah yang membuat devi terkagum-kagum mengamati perkembangan dan pertumbuhan Qaisha. Kosa katanya makin bertambah, tentu saja. Kalimat-kalimat yang keluar dari bibir mungilnya sering mengejutkan dan mengundang senyum kami. Pengucapannya juga semakin baik. Jika dulu dia menyebut namanya dengan “Kecha”, sekarang sudah bisa memanggil dirinya sendiri dengan “Keisha”. Hurus “S”-nya sudah bisa diucapkan dengan benar. Dulu menyebut susu dengan “cucu” sekarang sudah bisa bilang “susu”. Huruf “R” masih diucapkan sebagai “N” –which surprised me. Kids usually spell it as “L”. Dan “L” juga diucapkan sebagai “N” jika berada di akhir kalimat. Seperti "bantal" diucapkan "bantan". Jika berada ditengah kalimat "L" menjadi "Y", seperti kata "dulu" menjadi "duyu". Eh jadi inget "Goyang Duyu"-nya Project Pop...hehehe...


Yang paling menyenangkan adalah mendengarnya berbicara. Tidak dengan kalimat utuh tentunya karena masih terbatasnya kosa kata, atau bagaimana dia meniru ucapan kami yang sering kali dengan mimik serius. Dia sudah bisa menjawab jika ditanyakan “hari ini main kemana aja?”, atau “main apa aja di Rumah Pintar?” (ada Rumah Pintar baru di kompleks devi which really make me sooo happy), maka Qaisha akan menjawab “Keisha ayun-ayun, perosotan. Kakak nangis” Maksudnya “Qaisha main ayunan, main perosotan. Tadi ada kakak yang nangis”…hehehe.. seru ya?. Setidaknya kalau ditanya Qaisha sudah mampu menjawab. Tapi yang paling lucu adalah mendengarnya bercerita sehabis dia menangis: “Keisha nangis…huhuhu…ga mau celana” Maksudnya Tadi Qaisha nangis..huhuhu (menirukan bagaimana tadi dia menangis)…gara-gara ga mau dipakein celana”…hahaha… Ups! Ketahuan deh klo susah dipakein baju.


Pernah suatu kali ada kejadian begini. Qaisha sedang devi pangku, tiba-tiba denger suara motor ayah, sontak dia langsung teriak “ikut…ikut…” lalu berdiri mau menuju pintu lalu tiba-tiba balik lagi ke devi dan berkata “Tunggu sini ya. Jangan nangis ya!”. *$%&*#$!?! That’s my line!...hahaha…She took her mother’s line!


Words that comes out from a child mouth is such an amazing thing!


Selain itu adalah masalah kemandirian. Sekarang ini dia senang sekali melakukan apa-apa sendiri; seperti membuka kaleng susunya, membuka tutup botol susunya, membuka halaman buku, membuka kancing jaketnya (klo yang ini mah masih belum berhasil baru gayanya aja), milih bajunya sendiri, bahkan sampai pakai celana sendiri. Kalau tiba-tiba devi yang melakukan hal-hal tersebut di atas Qaisha akan langsung teriak "Aku aja...aku aja..!" Dan kalau sudah dibuka duluan misalnya, barang itu harus ditutup atau ditempatkan seperti semula lagi untuk dia buka.


Mau pake celana sendiri punya cerita tersendiri bagaimana awalnya itu bisa terjadi. Semuanya berkat Calista yang sekarang udah bisa pakai baju sendiri (and she's not even 3 years old yet!). Katanya kalo sekolah (Calista already went to Playgroup now) Calista lebih seneng pake baju sendiri, semuanya sendiri dari baju dalam sampe pake seragamnya. Jadi embah atau ibunya tinggal benerin dikit-dikit aja. Nah pas kita nginep di sana setiap hari Qaisha dan Calista pasti mandi bareng, pake bajunya bareng dan disitulah dia ngeliat Calista pake baju sendiri. Sampe di lebak bulus kebiasaan ini nular ke Qaisha. Devi seneng ngeliat Qaisha mengikuti kebiasaan baik.


Pas awal pake celana sendiri dia agak bingung makenya karena dia belum bisa pake celana sambil berdiri. Devi tuntun dia supa duduk sambil bilang "pake celananya duduk ya" supaya masukin kakinya gampang. Nah setelah itu klo mau pake celana dia pasti komen ini dulu "pake celananya duduk ya" terus baru dia duduk dan pake celananya...hehehe... Itu terus begitu kalo mau pake calana. Sampe kalimat orang pun diikutinya pula...hahaha...


Benar-benar ya usia dua tahun itu masa-masa peniruan habis-habisan.


Membuka halaman adalah kebanggan devi tersendiri. Devi senang sekali untuk soal satu ini. Karena devi tahu salah satu tahapan seorang anak telah dikenalkan bacaan sejak dini adalah kesenangannya membuka halaman jika sedang dibacakan buku. Kalau devi sedang bacain buku sambil dipangku kah atau sambil nenen -maaf- (Qaisha masih nenen dan devi sedang berpikir tentang menyapih) pasti dia yang membuka halaman berikutnya. Kalau devi secara refleks membuka halaman berikutnya setelah membacakan halaman sebelumnya, maka halaman yang sudah dibuka tadi dikembalikan lagi dan dia yang membuka.


Soal ngebacaain buku ini adalah hal yang sangat positif karena sejak awal memang ini yang ingin devi perkenalkan salah satunya pada masa-masa emasnya. Tapi dibalik itu kadang suka cape sendiri...hehehe...pengakuan dosa seorang ibu. Devi punya satu set buku cerita rakyat 13 judul plus 1 buku alfabet dan 1 buku pribahasa dalam satu box khusus. Total 15 buku. Dan kalau Qaisha lagi senang 15 - 15 nya Qaisha bisa minta dibacain semua. Gubrakkks!!! Dan kalau Qaisha sudah minta itu ga ada pantang menyerahnya. "Baca...baca...baca!!" begitu terus berulang-ulang sampe kita bacain itu bukunya. Kalau perlu muka kita dia dorong kearahnya sambil terus bilang "baca.. baca.. baca..." ..hehehe... Kalo lagi seger sih ga papa, toh devi seneng bacaain cerita, tapi kalo lagi cape itu yang perlu tenaga ekstra. Phew...! But its okey, I love see her holding books and find the joy of them. Maybe I will post collection of her books next time, coz these books help me alot to teach her good things.



Rabu, Juni 03, 2009

Hectic May 2009

Bulan Mei tahun ini menjadi bulan yang menyibukkan. Banyak hal yang menyita pikiran dan banyak pekerjaan fisik. Yang pertama adalah soal kepindahan devi dari tempat kerja yang lama. Segala urusan administrative dan pekerjaan yang tertunda selama ini devi selesaikan di hari-hari terakhir. Kebiasaan buruk devi yang selalu menunda-nunda pekerjaan…phew.. Meninggalkan sahabat, teman, rekan sekerja juga merupakan hal yang menyita perasaan tersendiri. Hari terakhir devi di sana si bos mengadakan acara perpisahaan di restoran mewah, memberi hadiah jam tangan mahal dan sebuah handphone untuk menggantikan handphone jadul devi. Ini handphone paling canggih yang pernah devi miliki…hehehe… Bisa untuk kamera, video, radio, GPRS (yang sampai sekarang masih belum diaktifkan), wah pokoknya lengkap deh. Thank you ya, bos.


Menjelang sore devi baru sempat berkeliling untuk pamit ke teman-teman di dua lantai lainnya. Senang akhirnya bisa berkeliling ke lantai-laintai itu karena selama ini devi lebih banyak berkutat di lantai 19 saja. Devi memang bukan orang yang sering bergaul, tegur sapa lebih sering untuk urusan pekerjaan dan itu pun lebih banyak di telpon. Jadi ada juga yang devi baru liat wajahnya pas hari terakhir itu setelah selama ini Cuma berhubungan di telpon….hehehe…kacau. Padahal masih dalam satu gedung. Tapi tetap yang paling berat adalah meninggalkan teman-teman di satu divisi. Setiap hari kami bertemu, setiap kali kami selalu becanda dan berbagi kesedihan. Meninggalkan mereka seperti meninggalkan keluarga sendiri. Ketika pulang seorang teman sempat mengirimkan pesan pendek yang bikin terharu. Tak menyangka pertemanan kami selama ini dapat menjadi penghibur buatnya di tengah perpolitikan kantor yang harus dia geluti.


Orang yang paling berat devi tinggalkn adalah mama bintang luna. Dia adalah orang yang pertam kali devi tuju. Mulai dari pinjam barang, nanya bikin surat, denger gossip baru sampe urusan curhat-curhat pribadi. Dia adalah sahabat, tempat devi berkeluh kesah, tempat devi bertanya, sharing dan diskusi tentang apa saja. Kalau mendengar sesuatu yang baru baik itu urusan kantor atau gossip-gosip ga jelas para artis rasanya ga sreg klo ga cerita dulu ke mama bintang luna. Karena kami berdua sama-sama ibu-ibu muda jadi pembicaraan apa pun rasanya nyambung aja. Permasalahan rumah tangga yang kami alami hampir-hampir sama jadi sering dev menemukan solusi dari mendengar ceritanya. Kami sebenernya dua karakter yang saling berbeda. Devi lebih cenderung pendiam dan mama bintang luna lebih terbuka orangnya. Tapi entah kenapa devi selalu bisa bercerita apa saja. Devi bukanlah orang yang mudah bergaul dengan orang. Jadi meninggalkan mama bintang luna adalah kehilangan tersendiri….


Hal kedua yang terjadi di bulan mei ini adalah tentu berhubungan dengan kepindahan kerja devi yaitu di tempat baru. Setelah empat hari libur dari rutinitas kerja, Senin 25 Mei 2009 devi mulai menjalani kerja di kantor baru. Namanya baru, segalanya serba baru buat devi. Banyak penyesuaian yang harus devi jalani. Mulai dari penyesuaian fasilitas kntor, sarana dan pasarana, juga ritme kerjanya. Tanggung jawab yang baru ini lebih besar. Urusan administrasi yang amat sangat menjengkelkan lebih banyak dan lebih detil. I hate them already, to be honest. Tapi kesempatan belajar yang diberikan jauuuuh lebih luas. Ada yang mudah, ada yang sulit cara penyampaiannya, juga ada yang menyenangkan. Bisa bertemu banyak orang menjadi kesenangan tersendiri. Pun begitu dia punya bentuk stress tersendiri.


Di bulan Mei ini juga devi mendapat pembeli pertama kue devi. Tidak menyangka sama sekali. Sebenernya dia sudah pesan beberapa bulan sebelumnya. Sejak ultah ayah malah, setelah melihat kue ultah ayah. Tapi realisasinya di bulan Mei ini. Bayangkan ditengah sibuknya pikiran devi pindah kantor dan menyesuaikan diri di tempat baru devi juga harus memikirkan bikin kue pesanan orang. Seperti yang sudah devi ceritakan, bikin kue macam ini butuh konsentrasi dan pemikiran penuh sehingga butuh waktu lama. Kue ayah dulu butuh waktu dua bulan, nah kalau yang ini ternyata cukup satu bulan saja…hehehe… Setidaknya udah tahu apa aja yang dibutuhin dari mengerjakan kue ultah ayah dulu. Tapi tetep pelaksanaannya rbt-ribet juga…hehehe… Tapi seneng banget ada orang yang percaya kuenya dibuatin devi. Kue ulang tahun buat anaknya pula. Wah harus kasih penghormatan nih karena udah berani pesen kue ke devi…hehehe…


Bicara soal kue, untuk perpisahan di kantor devi juga buat kue khusus. Di atasnya ada foto-foto temen-temen satu divisi. Sayangnya kuenya ga sempet di foto. Dannnnnn yang paling menyenangkan adalah si bos bilang enak kuenya. Setelah sekian lama menyangsikan kalo devi bisa bikin kue, akhirnya kata-kata enak itu pun bisa juga keluar dari mulutnya si bos…hehehe… Bos devi itu selera makannya tinggi. Makanya kalau kata-kata enak itu bisa keluar dari mulutnya wah itu pujian luarrrrr biasa. Tapi kenapa abis makan kue devi dia batuk-batuk ya????...hhehehe…..


Hari besar di bulan Mei untuk devi, ayah dan Qaisha adalah anniversary devi dan ayah, serta ulang tahunnya Qaisha. Tapi rupanya tahun ini devi dan ayah tiba-tiba terserang penyakit pikun. None of us remember our anniversary! Devi inget setelah seminggu lewat, itu pun karena mama bintang luna ngucapin happy belated anniversary…hehehe… Kami bener-bener pasangan yang payah. Baru tiga tahun menikah sudah melupakan hari ulang tahun pernikahan kami. Apa karena kami sudah menganggap tanggal itu tidak penting lagi jadi begitu mudahnya kami lupakan?...hehehe…


Tapi tenang, ulang tahun Qaisha devi dan ayah ga lupa kok. Awal bulan Mei eyang sudah kasih kado sepeda baru buat Qaisha. Meskipun kakinya belum nyampe di sadelnya waktu posisi berputar di bawah, tapi Qaisha senang sekali dengan sepeda pinknya itu. Meskipun devi konsen ke kue ulang tahun pesanan orang yang Cuma beda sehari dengan ultahnya Qaisha, Alhamdulillah devi masih bisa bikin kue buat hari ulang tahunnya Qaisha. Bikinnya kue yang gampang-gampang aja buat di kasih ke teman mainnya Qaisha. Ga ada acara tiup lilin atau potong kue. Devi Cuma ngasih bingkisan sederhana buat temen-temenya Qaisha. Dan seperti tahun lalu, embah dan saudara-saudara dari sunter datang ke rumah. I’m so happy seeing Qaisha could enjoy her time with her auntie, nephews and niece. She even wants to go to sunter with them when they say goodbye.


Hhhhh…it’s been very busy month and its also a big month. I have made big decision and I'm walking on it now.


Rabu, Mei 13, 2009

Amaze by Words

Percakapan ini terjadi setelah Qaisha nelpon eyangnya di Semarang. Devi hanya ingin tahu jawaban apa yang Qaisha kasih terhadap pertanyaan-pertanyaan yang belakangan ini kayaknya lumayan sering ditanyain orang.

Devi : Namanya siapaaa?
Qaisha : Kecha
Devi : Oo... Qaisha. Udah sekolah belum?
Qaisha : Udahhh
Devi : Udah kelas berapa sekarang?
Qaisha : Lima (Jawaban yang selalu dikasih untuk pertanyaan yang ada kata Berapa-nya)
Devi : Wah pinter yah. Emang sekolahnya dimana?
Qaisha : Disono (Sambil nunjuk-nunjuk keluar dengan bibir maju 2 senti)
Devi : Oo di sana. Kalo ke sekolah naik apa?
Qaisha : Odong-odong
Devi : ???? Hehehe... Odong-odongnya di sewa ya neng...hehehe...

Devi selalu terkejut dengan perkembangan bahasa Qaisha. Sekarang memang masih dalam tahap mengenali kata-kata benda dan bisa menyusun dua kata saja seperti "Ibu cholat", "Kecha mimi" dsb. Tapi sering kalau di pancing Qaisha akan berceloteh panjaaaang dan lebarrrr...tentunya dengan kalimat yang terbata-bata devi ikuti. Devinya lho yang terbata-bata. Qaishanya sih ngoceh aja terussss.

Satu kalimat panjang yang belakangan ini kerap diulang adalah : "Ayah udah mandi kannn?" sambil kepalanya dimiringin. Kalimat ini diucapkan ga cuma pas ngeliat ayah selesai mandi, devi selesai sholat juga dibilang "Udah mandi kan??", ga ada apa-apa pun tiba-tiba nyeletuk "Udah mandi kannn?" plus kepala miringnya. Hehehe...lucu ngeliatnya.

Paling seru kalo ngeliat ayah dan Qaisha lagi ngobrol berdua. Ayah tuh paling jago mancing Qaisha berceloteh. Bahan ceritanya sih ngaco abis, tapi kalo ngeliat Qaisha cerita plus mimiknya jadi seru banget. Seperti misalnya yang terjadi semalam :

Situasi : Di kamar tidur, di atas tempat tidur.
Ayah : Kemarin kan cicaknya di sana (Sambil nunjuk atap) Trus ada cacing.
Qaisha : Cacing, ibu cacing (Sambil cerita ke devi)
Ayah : Cacingnya digigit nyamuk. (????)
Qaisha : Digigit nyamuk. Cacingnya. Nyamuk (Masih cerita ke devi)
Ayah : Disini digigitnya (sambil nunjuk tangannya Qaisha)
Qaisha : Cacingnya. Cacingnya. Nyamuk. Digigit nyamuk (Cerita ke devi dengan antusias dan serius)
Devi : Oh iya, ya. Cacingnya digigit nyamuk ya (Sambil terkesima memperhatikan mimik serius Qaisha)
Ayah : Iya digit nyamuk, terus kena DB.
Qaisha : Digigit nyamuk. Cacingnya...cacingnya ibu... Cacingnya...nyamuk..
Terus begitu berulang-ulang cacing, nyamuk, digigit dengan latar ayah yang terus ngomporin cerita cacing digit nyamuk ini sampe akhirnya Qaisha minta turun.
Qaisha : Tuyun ibu, tuyun. Bawah.
Weleh-weleh ayah, kasiah atuh anaknya ngoceh ga jelas...hehehe...

Kadang devi ngerasa Qaisha tuh pingin banget cerita banyak, tapi karena keterbatasan kosa katanya banyak kata yang hanya diulang-ulang terus, tapi dilakukan dengan semangat empat lima. Apalagi kalo merhatiin bibirnya yang maju kalo lagi cerita seru, wahhhh...lucu banget!!

Yang lebih mengagetkan kalo tiba-tiba Qaisha mengucapka satu kata yang seinget devi ga pernah devi atau ayah pernah utarakan. Seperti kalimat "ayah udah mandi kan?" di atas tadi sepertinya devi ga pernah mengucapkan kalimat itu, tapi Qaisha tiba-tiba sudah bisa membentuk satu kalimat itu. It's so amazing! Tapi jadi perlu waspada juga nieh, jangan sampe devi, ayah atau orang-orang yang ada di rumah ngeluarin kata atau kalimat yang aneh-aneh atau bahkan kasar karena begitu mudahnya kata/kalimat itu menyerap pada ingatan Qaisha. Mudah-mudahan saja lisan kami dapat terjaga karena kami juga ingin Qaisha bisa menjaga tutur katanya.

Selasa, Mei 05, 2009

Antara Brownies Kukus dan Klapertaart

Judulnya sih ga nyambung...hehehe.. Karena ini adalah cerita kue yang tercecer di bulan April. Ada beberapa event yang devi dengan bersemangat menyambutnya dengan meniatkan bikin sesuatu yang istimewa, sesuatu yang tidak biasa karena ini buat orang-orang tersayangggg. Haduuhh prolognya ampyunn deh...hehehe... Soalnya hasilnya ga seistimewa itu...hahaha...

Tanggal 6 April Eyang mau ngadain acara arisan buat RT, secara sejak Qaisha lahir selalu berhasil menghindar ketempatan arisan. Pasti mintanya diadain ditempat yang lain klo pas dapet arisan. Jadi rencananya Eyang mau makan-makan gudeg aja terus kuenya devi menawarkan diri ngebuatinnya. Ada resep Brownies Kukus yang pingin devi coba dan bahannya gampang yang devi baca di milis NCC dan di blog yang empunya resep. Bisa jadi andalan resep yang gampang dan enak nieh. Berikut ini resepnya yang diambil di sini :

Brownies Kukus Ala Eni'c



Bahan :
6 butir telur
1 gelas munjung gula pasir
1 gelas munjung Terigu
3 sendok munjung coklat bubuk (coklat BF), ayak (Devi campur sama terigu dulu baru diayak)
1 gelas minyak goreng
½ gelas susu kental manis coklat (susu bisa di tambah sesuai selera max ¾ gelas)
1 sdm TBM
Coklat blok atau coklat meises secukupnya u taburan pada lapisan kue (devi pake meises aja)
Kacang almond untuk topping (devi ga pake)
Loyang ukuran 20x20, oles margarine dan taburi dengan terigu sampai rata

Cara Membuatnya :
Kocok dengan kecepatan tinggi telur, gula pasir dan TBM sampai mengembang, dan berwarna putih pucat
Masukan terigu, ayakan coklat bubuk, aduk rata
Terakhir masukan minyak goreng dan susu kental manis coklat, aduk rata. Pastikan minyak benar2 rata dan tidak mengendap di dasar loyang.
Tuang setengah adonan dalam Loyang
Panaskan kukusan sampai air mendidih
Kukus selama 20 menit.
Setelah 20 menit, taburkan coklat meises atau parutan coklat blok.
Tuang sisa adonan, taburi kacang dan kukus lagi 20 menit
Keluarkan kue yang sudah matang dr Loyang setelah kering.

Devi udah dua kali bikin kue ini, hasilnya banyak yang suka. Eyang malah lebih suka brownis ini dari pada yang resep NCC. Mbahnya Qaisha juga suka dan malah ada saudara yang minta resepnya. Kalo devi sih suka karena bahannya lebih ekonomis tapi buat devi rasanya masih kurang nyoklat, soalnya suka banget sama coklat sihhh.




Lalu berlanjut ke kue berikutnya. Bulan April juga merupakan bulan ulang tahun devi. Dari jauh-jauh hari udah mikir mau bikun apa yang simpel aja soalnya hari ultah devi jatuhnya pas hari kerja. Pinginnya juga bikin sesuatu yang beda. Pilihan jatuh ke Klapertaart. Browsing sana-sini emang banyak nemu resep kue ini. Ada yang terkenal banget karena enaknya, tapi bikinnya ribettt. Pingin nyoba resep Klapertaart Hana tapi belum pernah makan tuh klapertart itu. So pilihan terakhir jatuh ke Klapertart Praktisnya Bunda Inong. Klo ini sih udah pernah bikin dan rasanya enak. Ayah suka sekali Klapertart praktis ini. Cerita dan resepnya bisa dilihat di sini.

Devi bikin dalam dua tempat berbeda, dalam loyang aluminium besar dan dalam cup-cup aluminium kecil. Komentar temen yang asli Manado sih it's not klapertaart. Iya juga sih lebih kayak puding roti mungkin ya. Tapi tetep enak kok dan gampang banget bikinnya. Tapi kenapa ya kayaknya lebih enak yang buatan pertama dibanding yang ini?

Berikut ini penampakannya :




Kue Singkong... atau Cake Singkong??

Memenuhi permintaan ayah yang udah sejak jaman baheula pingin dibikinin kue dari bahan singkong, akhirnya wiken kemarin devi berhasil memenuhi permintaan tersebut. Kenapa baru sekarang? Alasannya sih gampang aja : 1. Devi ga terlalu suka sama makanan yang berbahan singkong, 2. udah ngerti klo bahannya singkong pasti rada-rada ribet deh buatnya karena pasti ada proses pengupasan and marut, 3. ndilalah resep kue yang berbahan singkong kok tiba-tiba lupa nyimpennya...hehehe... *klo ini mah sengaja dilupain*. Alhasil baru sekarang deh bisa bikinnya. Itu pun setelah ayah menyatakan bersedia marutin singkongnya. Yo wis, pas ke pasar ada yang jual singkong ayah langsung beli. Ga tanggung-tanggung ayah langsung beli 2 kilo, itu pun karna devi protes jangan beli banyak-banyak, sebelumnya malah udah nimbang 3 kilo...weleh..weleh si ayah ngidam bangets yaks??

Sampe di rumah langsung nanya Eyang resep kue singkong. Dulu eyang suka bikin kue singkong yang enak dan sempet dipesen teman kantor. Dan aha ternyata cara bikinnya gampang banget (kecuali bagian marutnya yah) dan bahannya juga ga macem-macem. Tapi karena ini resep udah cukup berumur (nyonteknya aja dibuku eyang yang udah kumal, tulisan tangan pula yang ga detil cara bikinnya) ukuran yang dipake pun campursari; ada yang pake gelas ada yang pake gram. Tapi gampang kok ngikutinnya.

Resep aslinya bernama Kue Singkong Keju, tapi karena kemaren ga ada keju jadi namanya Kue Singkong ajah. Berikut ini resepnya:

Kue Singkong



Bahan :
2 gelas singkong setelah diperas (devi kemarin dari 1kg singkong)
1/2 gelas santan (devi pake Cocomas)
200gr gula pasir
4 telur

Cara membuat :
1. Parut singkong dan peras menggunakan kain saringan.
2. Kocok telur dan gula sampai mengembang.
3. Masukkan parutan singkong sedikit demi sedikit sambil diaduk rata.
4. Masukkan santan sedikit demi sedikit.
5. Bagi adonan menjadi dua. Campur salah satu adonan dengan pasta pandan.
6. Masukkan adonan yang tidak dicampur apa-apa ke dalam loyang ukuran 20x20 yang telah diolesi mentega.
7. Kukus selama 10 menit.
8. Masukan sisa adonan yang telah dicampur pasta pandan dan kukus lagi selama 10 menit.

Tapi karena kemarin hasil parutan singkongnya ga devi peras, hasilnya ternyata dibagian paling bawah malah jadi kayak Lemet. Katanya klo di peras nanti hasilnya lebih enak karena klo digigit kremes-kremes lembut. Dan kue ini bisa tahan lama klo malamnya dikukus lagi klo dibuatnya siang.

Komentar ayah : Enak, tapi ditambah kopi kayaknya lebih enak nih. Setuju aja sih karena menurut devi emang kayaknya masih ada yang kurang ya dari rasanya. Yo wis, ndak papa. Kan baru pertama kali bikin jadi besok-besok bisa dimodif yang lain. Kan masih ada satu kilo singkong lagi tuh di kulkas, jadi weeken ini bisa bikin lagi; dengan catatan devi lagi ga pingin nyoba resep baru yaaaa...


Jumat, Mei 01, 2009

Amazing April

Ya, April tahun ini menjadi April luar biasa. Banyak hal yang terjadi dan sebuah keputusan besar telah devi ambil di bulan itu.

Tahun ini devi memasuki usia kepala tiga. Subhanallah, devi semakin bertambah usia, tapi untuk bertambah bijak kayaknya masih tidak sih...hehehe... Devi masih harus terus belajar, itu sudah pasti. Pekerjaan rumah devi pun masih banyak. Termasuk didalamnya adalah menjadi ibu yang baik bagi Qaisha dan istri yang baik untuk ayah. Bukan hal yang mudah karena definisi baik sangatlah luas. Tapi harapan devi hanyalah agar bisa membahagiakan ayah dan mengantarkan Qaisha -juga adik-adiknya kelak- menjadi hambaNya yang soleh. Ah its such a big job, don't know if I can do it well...

Di bulan yang sama, akhirnya devi memutuskan keluar dari tempat kerja sekarang setelah hampir 6 tahun mengabdi. Ini keputusan yang besar, keputusan yang sulit menimbang segala kemewahan yang devi dapat dari sana. Enam tahun adalah waktu yang cukup untuk menjadikan tempat itu sebagai keluarga kedua.

Selulus kuliah, tentu panggilan dari sebuah perusahaan keuangan nasional besar adalah impian setiap fresh graduate. Dan itu lah yang devi alami. Sebulan setelah wisuda panggilan interview itu datang dan keesokan harinya devi sudah dapat mulai bekerja. Bermula dari karyawan kontrak, lalu berpindah menjadi outsourcing sampai akhirnya devi diangkat menjadi karyawan tetap dan menikmati segala fasilitasnya telah devi jalani. Berada dibawah pengawasan dua orang atasan yang luar biasa dan diberi kesempatan untuk belajar di tempat itu menjadi bekal keterampilan devi. Belum lagi berkenalan dengan orang-orang luar biasa yang menjadi teman, tempat curhat, tempat berbagi asa dan rasa adalah catatan indah dalam hidup devi.

Setelah hampir 6 tahun devi menyadari bahwa devi tidak mungkin berada di sana selamanya. Disamping segalanya yang disebut tadi, devi tahu bukan di sana devi ingin tumbuh. Bidang itu bukan yang devi inginkan. Keinginan devi selama ini adalah bisa menekuni bidang bacaan anak. Menggelutinya sampai keinti-intinya karena devi ingin menuntaskan rasa haus dan kebahagiaan yang devi rasakan dari buku-buku itu. Jika bisa, rasanya ingin kembali meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan jika memungkinkan siapa tahu bisa jadi dosen. Dan untuk mencapai itu tidak bisa devi peroleh di tempat kerja sekarang. Setelah menimbang cukup lama, bertanya pada ayah, berkonsultasi pada seorang sahabat yang sangat mengenal devi maka keputusan itu pun devi ambil. Di tengah kebingungan devi sahabat itu menuliskan begini di satu email :

"Gua merasa pertanyaanmu sebenarnya sudah lama kamu tanyakan, beberapa kali. Tapi mungkin ada kejadian di saat ini yang bikin Devi makin "penasaran" untuk ambil resiko. Salah satunya mungkin tawaran BM. Teman gua bilang kalau apa yang kita inginkan sebenarnya sudah ada di sekitar kita tinggal bagaimana kita mau membuka hati untuk menemuinya dan menerimanya. Dia bilang gua sudah ke arah sana. Walk the talk. Gua merasa hal yang sama sudah terjadi sama Devi. Dikau sudah berada di dalamnya tetapi kadang bergeser dan ragu-ragu.

Anyway, tawaran BM itu menarik banget. Momennya kok kayak pas. Soalnya gua merasa pekerjaan Devi belakangan ini lebih fokus pada menunggu PHK daripada pengembangan diri. Abis itu terus yang diomongin sama gua. PHK gelombang satu, dua, sampe lima... hehehe. Pada saat meragu itu lalu ada jalan lain yang selama ini Devi memang di sana, bukan sesuatu yang asing apalagi aneh. Bahkan Devi berada di dunia dongeng lebih lama daripada di T*******. Pertanda apa nih?"

Disanalah titik devi memantapkan keputusan devi. Devi pun mengajukan pengunduran diri. Tidak ada penyesalan, tidak ada kesedihan, karena devi hanya ingin merengkuh cita-cita devi.

Menutup bulan itu devi mendapat kabar yang amat sangat luar biasa. Sahabat tadi memutuskan untuk menikah. Mengingat latar belakang dan segala sifat pribadinya, hal itu adalah keputusan yang mencengangkan. Tapi mendengar suaranya yang begitu antusias, membaca tulisan-tulisan serta emailnya yang ceria, devi pun dapat mengerti apa yang telah terjadi. Akhirnya ia dapat menemukan tambatan hatinya, lalu memutuskan untuk menghabiskan hari-harinya dengan laki-laki tersebut. Devi cukup mengenal sahabat devi itu, laki-laki ini pasti sudah habis-habisan diujinya, dan Alhamdulillah ia lulus sempurna. Antusiasmenya dalam menyiapkan pernikahan itu adalah bukti tak terbantahkan. Bahkan ketika tulisannya berubah dari logis analitis berbelok menjadi lebih "terdengar" personal dengan pemilihan kalimat yang tak mungkin ia pilih sebelum ini adalah gambaran paling jelas. Dan devi pun tidak bisa tidak turut merasakan kebahagiaannya. Sebagai seorang sahabat, devi hanya bisa mendoakannya dan berharap segala kebaikan untuknya.

Setelah April ditutup dengan berita yang membahagiakan di atas, devi pun siap menghadapi hari-hari mendatang dengan lebih optimis dan semangat baru juga harapan baru. Dan tak lupa tentu dengan do'a yang teriring agar selalu berada dalam lindunganNya...


Rabu, April 08, 2009

The First Conflict…

Qaisha’s first conflict with peers. Ga nyangka akan terjadi secepat ini. Dan ga nyangka juga klo devi ada di sana menyaksikan. Hiks…sedih banget…

Ceritanya Qaisha lagi main dengan Rafli (3,5 th), tetangga samping rumah, dan Rara (3,5th). Lalu Rara ngeliat Iqbal (3,5 th) sedang dengan embahnya di kebun. Rara menyusul ke sana. Melihat Rara menyusul Iqbal, Rafli mengikutinya. Melihat Rafli pergi, Qaisha pun ikut menyusul. Lalu Rara dan Iqbal pergi ke rumah Iqbal dan main di sana. Rafli pun menyusul ke rumah Iqbal. Sebagai buntut terakhir, Qaisha juga menyusul. Tapi ternyata Iqbal tidak senang Qaisha main ke rumahnya. Dari luar devi mendengar Iqbal marah-marah. Tapi devi ga tahu marah sama siapa. Perasaan devi udah ga enak. Lalu devi melihat dari balik pagar rumah Iqbal mau menarik tangan Qaisha untuk menyuruhnya keluar. Qaisha menepisnya, menolak keluar. Lalu mulai lah terdengar kata-kata pengusiran. “Keluar!!…Keluar!!” teriak Iqbal pada Qaisha. Devi melihat Qaisha berdiri mematung mendengat hardikan Iqbal dan segera masuk kedalam. Devi menemukan Qaisha berdiri tak bergerak dengan air mata yang sudah menggenang siap tumpah kapan saja. “KELUAR!!!!” teriak Iqbal lagi yang berdiri persis di samping Qaisha. Dari dalam rumah terdengar suara eyangnya berteriak menghentikan Iqbal yang teriak-teriak. Panas hati devi ketika itu. Ingin devi segera tempeleng mulut anak itu yang sudah kasar pada Qaisha. Syukurnya devi masih bisa ingat klo devi berkawan baik dengan orang tuanya dan Iqbal juga hanya anak-anak, kalau tidak devi sudah terbawa emosi juga. Devi segera menggendong Qaisha yang seketika itu juga langsung menangis begitu melihat devi dan segera membawanya keluar rumah. Devi berusaha keras mencari kata-kata yang tidak memihak dan menyalahkan salah satu pihak untuk menenangkan Qaisha di tengah kemarahan devi yang di ubun-ubun. Akhirnya devi bilang klo Qaisha kan jarang main ke rumah Iqbal, jadi Iqbalnya ga kenal deket sama Qaisha secara berulang-ulang. Pengulangan itu sebenernya lebih untuk devi sendiri yang kadung emosi, bukan hanya untuk Qaisha saja. Devi juga berusaha sekuat tenaga menahan air mata yang sudah menggenang di kelopak mata devi sambil mendekap Qaisha yang sesenggukan.

Secara logika seharusnya devi tidak semarah itu. Mereka sama-sama anak kecil yang belum ngerti. Mereka hanyalah bermain dan sedang dalam proses berkembang. Tapi tetap saja rasanya ga rela ada orang yang kasar pada Qaisha, baik itu orang dewasa maupun anak kecil yang bau kencur. No body hurt my baby! No body! Devi berusaha keras untuk tidak berbicara dengan nada tinggi pada Qaisha. Lalu tiba-tiba ada orang lain yang berani-beraninya berteriak-teriak padanya…..aarghgghh…rasanya pingin ngamuk. Kurang ajar benar dia!

Do I sound exaggerating? Well, maybe, karena setelahnya Qaisha tampak biasa-biasa aja meskipun agak lama juga buat menenangkan dia. Tapi anak adalah pemberi maaf yang paling cepat. Ketika keesokan harinya Qaisha sudah tertawa tawa seperti biasa, loncat-loncat seperti biasa serta merajuk seperti biasa seolah-olah nothing had hurt her, then I can’t help smile at her again. Tapi tetap saja bayangan wajah Qaisha yang dibentak-bentak, diusir, dan matanya yang tergenang air menahan tangis tetap tergantung dalam ingatan devi. Rasa sakit ketika Qaisha diperlakukan kasar oleh orang lain masih terus devi rasakan ketika mengingatnya.

I didn’t say that I hate Iqbal. I just can’t forget the feeling I had at that time. I realize I’ll be dealing this kind of stuff in the future in many kinds of form. In the form I couldn’t imagine now. Maybe it’s no big deal some would say. Its just things that children should learn and go through to gain their independency that led to maturity. Conflict with peers is part of a child learning process. And I also know that this is part of my learning process as a mother too. If your baby is hurt, you’ll be the first one who feels the pain.

Jumat, April 03, 2009

Sajak Untuk Anakku

Sayang
anakku sayang,
ini hari matahari bergerak panas
kelak kau tahu
ada punggung yang terbakar di bawahnya
menggendongmu dengan cinta
seperti itulah kelak engkau menggendong ummat
dengan cinta

Sayang
anakku sayang,
kalau aku telah mendengarkan lisanmu
dan ibumu telah mendekapmu dengan cinta
kelak kau tahu
seperti itulah kelak engkau mesti memeluk ummat
dengan cahaya Allah
yang tak pernah sunyi

Sayang
anakku sayang,
hisaplah air susu ibumu tanpa ragu
sebab dari air susu itulah
kau belajar keikhlasan sejati
dan pancaran cinta ilahi
dapat kau rasukkan dalam darahmu
kelak
dengan keikhlasan cinta yang memancar dari-Nya
kau mesti menyampaikan surat cinta-Nya

Sayang
anakku sayang,
menangislah
menangis engkau hari ini
air matamu
biarlah mengalir untuk-Nya
agar kelak engkau tak kehabisan senyum
untuk orang-orang lapar

Sayang
anakku sayang,
ini hari
kami masih memberikan cinta
kepadamu
sesudahnya
kelak kami ingin membanggakanmu
di hadapan majelis Allah
bahwa kau telah mengenal-Nya
di masjid dan di tempat-tempat orang-orang lapar

Beautiful poem taken from Bersikap Terhadap Anak karangan M Faudhil Adhim. Buku yang luar biasa bagus untuk parents. Bahasanya enak dan menyentuh. Tapi sayang buku ini kurang terkenal dibanding buku-buku M Faudhil Adhim yang bertema pernikahan. Susah sekali mencari buku ini lagi. Sayang seribu sayang...

Selasa, Maret 31, 2009

Tantrum itu belum selesai…

Pada Sabtu 28 Maret 2009 pemerintah mengadakan waktu hemat energy dengan menghimbau warga Jakarta untuk mematikan lampu dan alat-alat elektroniknya selama 60 menit. Awalnya devi tidak terlalu menggubris himbauan itu yang devi dapat dari email dan kemudian diulang berkali-kali dalam layar kaca lewat iklan layanan masyarakat. Namun pada waktunya akhirnya devi memtuskan ikut berpartisipasi. Namun tidak di seluruh rumah, karena eyang tidak mungkin lepas dari sinetron kesayangannya dan pak de tidak mungkin mematikan komputernya yang merupakan sarana mata pencahariannya. Akhirnya hanya kamar devi saja yang dimatikan serta semua alat elektronik yang ada di dalamnya dan yang berhubungan dengan listrik – juga tentunya dapur dan kamar mandi yang memang sudah harus mati klo tidak digunakan.

Sepert biasa, Qaisha masih menolak diajak ke atas. Devi memang meninggalkan Qaisha terlebih dahulu di bawah karena devi sudah bilang mau tidur di atas dan bukan sekedar “rayuan” untu mengajaknya naik. Ayah berhasil mengangkatnnya naik meskipun dia berusaha menolak. Begitu masuk kamar pemadaman segera dilakukan. Qaisha mulai merajuk, tapi ayah memang sudah punya akal mau main dengan lilin karena sebelumnya dia begitu tertarik untuk meniupnya. Tapi ternyata ayah punya mainan lain, yaitu senter kecil hadiah pembelian parfum ayah. Sejurus kemudian kami sudah asyik bermain shadow play. Devi memancing ayah untuk membuat bayangan burung karena itu sebenarnya yang paling mudah. Tapi ayah malah berhasil membentuk bayangan-bayangan lain yang devi pikir lebih rumit. Pertama ayah berhasil membentuk kelinci, lalu anjing, kuda, ular dan terakhir burung. Dan semua itu dilakukan ayah hanya dengan menerka-nerka memosiskan jari. Wah, ayah benar-benar cerdas!

Qaisha senang sekali dan terhanyut permainan ini dan lupa pada keinginannya buat turun ke bawah. Dia juga asik bermain senter. Kami berhasil membawanya ke atas tempat tidur dan siap buat posisi tidur. Tapi ternyata dia belum terlalu ngantuk dan mulai rewel lagi. Tangisan pun pecah kembali. Qaisha mulai menarik-narik tangan devi, nama eyang mulai dipanggil-panggil. Devi coba kasih penjelasan klo eyang udah tidur di bawah, tapi dia tetep kekeh memanggil nama eyang. Tangisannya mulai bikin miris lagi. Devi bersikukuh karena tak ingin rewelannya dijadikan senjata oleh Qaisha. Akhirnya eyang datang juga karena takut tangisan Qaisha bakal mengganggu tetangga. Lalu eyang membawanya turun. Semenit kemudian Qaisha langsung jatuh tertidur, kelelahan. Oalaa…Qaisha…Qaisha…

Dan Devi cuma bisa menarik nafas panjang….hhhh…

Senin, Maret 23, 2009

The Tantrum....

Sudah hampir memasuki minggu ketiga Qaisha belakangan ini sering mengalami temper tantrum. Paling sering waktu malam mau tidur, dia sering ngamuk kalau diajak ke kamar di atas. Pernah waktu mau digantiin bajunya pas mau tidur karena bajunya kotor banget, dia menolak dengan keras. Nangis sekejer-kejernya kayak orang lagi diapain. Dengan cara paksa devi berhasil membuka bajunya. Tapi dia ambil lagi baju itu dan minta dipakein lagi padahal itu baju udah basah karena devi lempar ke kamar mandi. Dia ngamuk sejadi-jadinya sampe akhirnya muntah banyak. Makanan satu hari itu keluar semua kali ngeliat muntah yang banyak itu. Baru setelah itu dia agak tenang tapi masih nangis sesenggukan. Devi pun berhasil mengganti bajunya dengan damai meskipun hati ini rasanya nelangsa ngeliat dia nangis sampai begitu.

Hari lainnya dia pernah ngamuk menolak tidur di atas. Devi tetep kekeh memaksanya tidur dengan menutup pintu kamar. Devi hanya ingin mengajarkan dia disiplin untuk tidur. Ritual menggosok gigi dan ganti baju udah dilaksanakan. Sampe di atas kita main-main dulu. Devi bacakan buku riwayat nabi-nabi sambil Qaisha nenen. Tapi rupanya dia belum mau tidur dan minta turun lagi. Ga devi kasih, devi mau ngajarin klo ini udah malam dan kita udah mau tidur, devi dan ayah mau istirahat, eyang di bawah juga perlu istirahat, Qaisha juga harus tidur. Tapi tetep dia maksa minta turun. Nangis keras sambil narik tangan ayah. Dengan suara tegas devi menolak, tapi dia tetep memaksa turun. Dia baru agak tenang pas tiba-tiba dia pipis dan akhirnya devi gantiin bajunya. Devi bawa lagi ke tempat tidur, tapi masih ada sisa-sisa penolakan. Akhirnya rasa kantuk mengalahkan keinginannya. Tapi beberapa kali dia terbangun dan mengigau minta dibawa turun. Duh Qaisha….

Klo Qaisha begitu devi suka mati akal. Rasanya sikap keras dan cara mendisiplinkan devi tidak bisa mengena ke Qaisha. Tapi devi juga ga tahu gimana cara mengajarkan disiplin dengan cara yang baik. Devi sendiri juga gak suka klo dipaksa-paksa, apalagi Qaisha. Tapi klo penyampaiannya menyenangkan devi yakin pasti bisa masuk dan bisa mencegah terjadinya tantrum seperti di atas.

Tapi devi ga boleh habis akal. Akhirnya devi coba browsing soal temper tantrum ini. Dari artikel di sini
disebutkan beberapa hal yang menjadi dasar penyebab temper tantrum anak yaitu : mencari perhatian atau lelah, lapar atau tidak nyaman. Di situ juga disebutkan beberapa hal untuk menghindari tantrum. Salah satunya yang berhasil devi laksanakan adalah memberinya kesempatan untuk memilih (control over little thing). Seperti kasusnya tadi malam. Sudah ada tanda-tanda dia akan rewel karena udah ngantuk tapi belum mau tidur. Seperti sebelumnya dia ga mau dipakein baju tapi baju kotornya udah dilepas dan dia dalam keadaan cuma pakai kaus dalam. Pas mau dipakein baju Qaisha menolak dan mulai menangis. Mainannya ga da yang boleh diberesin atau bahkan dipindahin. I try to ignore her weaning. Devi tinggal shalat lalu menunggu. Qaisha juga menunggu. Lalu devi tawarin Qaisha mau pake celana yang panjang atau yang pendek. Sambil dengan gaya rewelnya dia pilih yang pendek. Berhasil… Qaisha mau dipakein celananya. Lalu devi tawarin kaos yang pink atau yang kuning. Dia pilih yang pink. Aha! Devi berhasil makein bajunya tanpa ada tangis yang bikin tetangga bangun….phew!

Memang menghadapi anak ga bisa cuma ngikutin perasaan aja, tapi kepala juga harus tetap dingin. Dan devi termasuk tipe yang lumayan emosional dan cenderung bawa perasaan. Tapi mengetahui apa yang lagi dialami Qaisha cukup membantu devi memutuskan bagaimana harus bersikap kepadanya sesuai kondisi-kondisnya.

Hhhh… I need to learn more ‘bout this motherhood thing…

Jumat, Maret 06, 2009

Part That’s been Missed...

Devi duduk di kursi itu. Di samping devi sebuah meja kecil dengan sebuah lilin di atasnya. Lampu ruangan dipadamkan, namun ruangan cukup terang untuk devi membacakan buku. Semua mata tertuju ke depan. Ke Devi, menunggu sebuah cerita meluncur dari mulut devi. Lalu buku berjudul “Cat Air Ajaib” itu devi buka, dan satu persatu kalimat dalam buku itu devi bacakan.150 pasang mata melihat ke depan, menyimak cerita. And I just realize how important it is to create solemn surrounding before you start your story.

It doesn’t have to be turning the light off and use the candle as mention above, but by lowering your voice the children will eventually wondering what is going on. Miyoto in her presentation also share her way to create this surrounding. That is by singing a certain song for the opening and clapping hand that gradually slowing down. And then she’ll show the book she’s going to read. By then the children are ready to listen a story. It’s just simple as that.

Beberapa tahun lalu devi pernah mendongeng di hadapan sekitar puluhan anak TK yang luar biasa ribut. Settingnya di luar ruangan, dan mereka baru saja menyelesaikan berbagai lomba. Energi mereka masih banyak oleh adrenalin yang dipompa dari lomba, and it was impossible to ask them to sit and listen to the story. And I didn’t know what to do at that time. Ada panggung di depan. Namun panggung itu sangat tinggi and I didn’t feel comfortable for being so far away from the children, so I refuse to use it. But being too close with the children didn’t help me either for they were too wild. I didn’t know about creating the environment first at that time. So I keep moving on with my story with my audience running here and there. Ah, it was a lesson I have to learn.

And now I found about this creating story time environment from the workshop I’ve participated. I usually begin storytelling with a story that have a song in it, because it’ll help children concentrate to the person in front of them. Dan cerita pembuka andalan devi adalah “Aku Si Raja Gunung”. It’s a simple story but has surprising effect at the end. That story always succeeds making the children stay where they are and curios about the next story I’m going to tell. Now I understand that I am too had tries to create the story time environment with “Aku Si Raja Gunung” story. And will surely to give a try different ways to find the best story time environment of my own.

Kamis, Maret 05, 2009

Berkelana ke Dunia Buku & Dongeng : Laporan Seminar dan Workshop

Anak, buku dan dunia dongeng. Tiga hal yang saling terkait dalam proses perkembangan anak. Bagaimana ketiganya saling terkait dan seberapa penting kedudukan buku dalam perkembangan anak? Tampaknya itulah yang coba diangkat dalam acara seminar dan workshop bertema Anak, Buku dan Dunia Dongeng yang diselenggarakan oleh Jakarta Japan Network di Japan Foundation pada 5 Maret 2009 kemarin. Acara ini mengundang beragam pembicara baik dari Jepang maupun Indonesia yang diikuti tidak hanya oleh pendidik, tapi juga penulis dan penerbit.

Acara seminar dibagi menjadi dua sesi, yaitu pagi dan siang. Pada sesi pagi diisi oleh dua pembicara Jepang. Materi pertama dibawakan oleh ibu Miyoko Matsumoto dari Jepang. Ia adalah seoarang ahli terapi wicara selama 19 tahun serta anggota Dewan Pendidikan Tokyo. 4 hal utama yang disampaikan oleh Ibu Miyoko adalah mengenai perkembangan buku bergambar di bidang pendidikan pra sekolah di Jepang, perkembangan bahasa, sosialisasi dan permainan anak, lalu mengenai makna membacakan buku bergambar kepada anak-anak dalam pendidikan pra sekolah, dan terakhir tentang proses membacakan buku bergambar. Meskipun penyampaian materi harus menggunakan seorang penterjemah, namun materi yang disampaikan dapat diterima pendengarnya dengan amat jelas. Apalagi presentasi juga menyertakan foto dan video yang menggambarkan bagaimana jika seorang anak tengah berkonsentrasi penuh pada cerita di buku, bagaimana jika seorang anak sudah biasa dengan buku dan mendengarkan cerita, serta gambaran bagaimana di sekolah sangat perlu menyediakan lingkungan yang mendukung kecintaan terhadap buku.

Di akhir presentasi, ibu Miyoko menekankan pentingnya keberadaan buku bergambar pada pendidikan anak pra sekolah. Meskipun buku bergambar bukan satu-satunya sarana dalam pendidikan pra sekolah, namun buku tersebut dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang memudahkan anak untuk bersosialisasi kedepannya. Menurut ibu Miyoko, fantasi yang lahir dalam benak anak dari buku bergambar sangatlah penting dan bahkan menjadi faktor penting dalam pendidikan di Eropa, karena dengan fantasi mampu menggerakkan orang untuk menciptakan sesuatu dari nol.

Berlanjut ke materi kedua yang dibawakan oleh Yoshimi Hori dari Jakarta Japan Network, para peserta dibawa berkelana ke dalam dunia buku bergambar secara khusus. Di depan panggung, Hori menggelar beragam buku bergambar yang diterbitkan di Jepang dan beberapa terbitan Indonesia untuk bisa dilihat peserta setelah acara presentasi. Bagi Hori buku-buku tersebut adalah sarana dimana anak bisa membuka hati mereka. Cerita-cerita serta imajinasi dari buku tersebut mampu masuk ke dalam relung hati anak, sesuatu yang sering sulit dijamah oleh orang dewasa. Menurut Hori kesenangan yang timbul dari membaca buku adalah yang terpenting. Membaca buku adalah kegiatan yang menyenangkan. Bila anak merasa senang, maka ia dapat menyerap banyak hal dari buku.

Di akhir materinya, Hori menyampaikan harapannya agar pihak-pihak luar turut mendukung hal di atas. Pihak-pihak tersebut adalah lembaga yang terkait langsung dengan anak-anak seperti sekolah-sekolah, pihak perpustakaan, pihak orang tua atau konsumen, dan terakhir yang tak kalah penting adalah penerbit untuk bisa mengupayakan penerbitan buku-buku yang berkualitas.

Setelah istirahat makan siang, seminar dilanjutkan dengan materi ibu Murti Bunanta dari KPBA yang karena berhalangan hadir kemudian dibawakan oleh ibu Ida Farida. Materi Ibu Murti menyoroti kondisi bacaan anak di Indonesia. Menurut bu Murti pasaran buku anak Indonesia masih didominasi oleh buku terjemahan Jepang dan cerita Walt Disney serta dari Eropa Barat. Pun begitu, ada juga buku-buku anak Indonesia yang beredar di pasaran luar negeri. Sebagai contohnya adalah buku-buku terbitan KPBA sendiri. Pada bagian ini ibu Ida memperlihatkan contoh buku-buku KPBA yang mendapat penghargaan serta yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.

Beranjak dari kondisi buku anak di Indonesia dalam makalah ibu Murti, acara dilanjutkan dengan pembicara dari Yayasan Pustaka Kelana (YPK), yaitu oleh ibu Nasti M. Reksodiputro. Yayasan yang didirikan oleh ibu Nasti bersama tiga orang temannya adalah yayasan yang bergerak di bidang perpustakaan. Yayasan ini berdiri sejak tahun 1995, namun pengoperasian perpustakaan kelilingnya sendiri baru berjalan pada tahun 1996 setelah mendapat sponsor dari Perhimpunan Alumni Jerman sebagai donatur pertamanya. Jenis layanan yang diberikan oleh YPK adalah Pustaka Kelana yang berupa perpustakaan keliling, Kotak Kelana yang merupakan kotak yang berisi 75 buah buku yang dipinjamkan kepada perpustakaan anggota YPK selama satu bulan, dan Pustaka Mangkal yang merupakan perpustakaan komunitas/lingkungan. Dalam presentasinya ibu Nasti banyak mengisahkan perjalanan perpustakaan YPK, termasuk didalamnya adalah pengalaman pembaca-pembaca kecil yang kerap datang ke perpustakaan binaan YPK.

Seminar kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Kak Seto. Namun karena keterbatasan waktu Kak Seto oleh kesibukannya materi dibawakan dengan cepat dan ringkas saja. Meskipun demikian para peserta tetap bisa bergembira dengan bernyanyi bersama, melihat keahlian mendongeng Kak Seto dengan boneka, bahkan menyaksikan dongeng dengan sulap yang sederhana. Kak Seto memang menekankan bahwa suatu pelajaran di sekolah sebaiknya dibawakan dengan cara yang menyenangkan dan salah satunya dengan dongeng seperti yang ia contohkan.

Seminar diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk semua pembicara, lalu kemudian dilanjutkan dengan workshop membacakan buku cerita anak. Sesi workshop ini dibuka dengan memadamkan lampu dalam ruangan dan menyalakan sebatang lilin sebagai pembuka menuju dunia cerita. Langkah ini adalah bagian untuk menciptakan suasana kegiatan membaca cerita. Kemudian sebuah cerita dari buku berjudul “Cat Air Ajaib” dibacakan oleh Devina kepada seluruh peserta. Ruangan yang temaram oleh cahaya lilin membawa keheningan tersendiri yang memungkinkan peserta berkonsentrasi pada si pencerita dan cerita yang dibawakan. Dari kumpulan materi yang dibagikan disebutkan bahwa langkah awal ini juga cukup penting, meskipun tidak harus selalu dengan mematikan lampu tapi dengan mengecilkan suara saja pun akan menarik anak bertanya-tanya apa yang akan terjadi.

Workshop kemudian berlanjut ke buku berikutnya, yaitu jenis buku cerita yang memungkinkan partisipasi pesertanya. Dari satu buku dapat diceritakan dengan beberapa cara. Buku yang digunakan berjudul “Buah Lobak Besar”, sebuah cerita rakyat dari Rusia. Pertama-tama buku dibacakan seperti buku sebelumnya, dan karena ada bagian buku yang berulang-ulang maka tanpa diminta pun para peserta ikut berpartisipasi pada bagian tersebut. Selama membacakan buku tersebut Hori juga menujukkan alat peraga dari kayu yang merupakan gambaran dari cerita buku. Lalu dari cerita yang sama Hori meminta peserta untuk memerankan tokoh-tokoh dari cerita tersebut. Suasana menjadi sangat semarak karena peserta sangat menjiwai tokoh yang diperankannya. Bahkan bisa dibilang terlalu menjiwai.

Setelah menggunakan buku, Hori mengajarkan permainan menggunakan jari dan gerakan yang disertai lagu. Rupanya permainan ini telah banyak dikenal oleh peserta sehingga langsung saja peserta bersama-sama mempraktekannya di tempat duduk masing-masing. Sebagai penutup, Hori menunjukkan cerita menggunakan Kamishibai. Tapi karena keterbatasan waktu, Kamishibai ini tidak dipraktekan hanya diperlihatkan secara sekilas cara penggunaanya.

Rangkaian seminar dan workshop ini ditutup dengan peniupan lilin yang tadi dinyalakan di awal workshop. Sebagai oleh-oleh kepada peserta, panitia memberikan banyak sekali buku bergambar dengan harapan peserta dapat segera mempraktekan apa yang telah diperoleh dari acara seminar dan workshop selama satu hari itu.