Selasa, Maret 31, 2009

Tantrum itu belum selesai…

Pada Sabtu 28 Maret 2009 pemerintah mengadakan waktu hemat energy dengan menghimbau warga Jakarta untuk mematikan lampu dan alat-alat elektroniknya selama 60 menit. Awalnya devi tidak terlalu menggubris himbauan itu yang devi dapat dari email dan kemudian diulang berkali-kali dalam layar kaca lewat iklan layanan masyarakat. Namun pada waktunya akhirnya devi memtuskan ikut berpartisipasi. Namun tidak di seluruh rumah, karena eyang tidak mungkin lepas dari sinetron kesayangannya dan pak de tidak mungkin mematikan komputernya yang merupakan sarana mata pencahariannya. Akhirnya hanya kamar devi saja yang dimatikan serta semua alat elektronik yang ada di dalamnya dan yang berhubungan dengan listrik – juga tentunya dapur dan kamar mandi yang memang sudah harus mati klo tidak digunakan.

Sepert biasa, Qaisha masih menolak diajak ke atas. Devi memang meninggalkan Qaisha terlebih dahulu di bawah karena devi sudah bilang mau tidur di atas dan bukan sekedar “rayuan” untu mengajaknya naik. Ayah berhasil mengangkatnnya naik meskipun dia berusaha menolak. Begitu masuk kamar pemadaman segera dilakukan. Qaisha mulai merajuk, tapi ayah memang sudah punya akal mau main dengan lilin karena sebelumnya dia begitu tertarik untuk meniupnya. Tapi ternyata ayah punya mainan lain, yaitu senter kecil hadiah pembelian parfum ayah. Sejurus kemudian kami sudah asyik bermain shadow play. Devi memancing ayah untuk membuat bayangan burung karena itu sebenarnya yang paling mudah. Tapi ayah malah berhasil membentuk bayangan-bayangan lain yang devi pikir lebih rumit. Pertama ayah berhasil membentuk kelinci, lalu anjing, kuda, ular dan terakhir burung. Dan semua itu dilakukan ayah hanya dengan menerka-nerka memosiskan jari. Wah, ayah benar-benar cerdas!

Qaisha senang sekali dan terhanyut permainan ini dan lupa pada keinginannya buat turun ke bawah. Dia juga asik bermain senter. Kami berhasil membawanya ke atas tempat tidur dan siap buat posisi tidur. Tapi ternyata dia belum terlalu ngantuk dan mulai rewel lagi. Tangisan pun pecah kembali. Qaisha mulai menarik-narik tangan devi, nama eyang mulai dipanggil-panggil. Devi coba kasih penjelasan klo eyang udah tidur di bawah, tapi dia tetep kekeh memanggil nama eyang. Tangisannya mulai bikin miris lagi. Devi bersikukuh karena tak ingin rewelannya dijadikan senjata oleh Qaisha. Akhirnya eyang datang juga karena takut tangisan Qaisha bakal mengganggu tetangga. Lalu eyang membawanya turun. Semenit kemudian Qaisha langsung jatuh tertidur, kelelahan. Oalaa…Qaisha…Qaisha…

Dan Devi cuma bisa menarik nafas panjang….hhhh…

Senin, Maret 23, 2009

The Tantrum....

Sudah hampir memasuki minggu ketiga Qaisha belakangan ini sering mengalami temper tantrum. Paling sering waktu malam mau tidur, dia sering ngamuk kalau diajak ke kamar di atas. Pernah waktu mau digantiin bajunya pas mau tidur karena bajunya kotor banget, dia menolak dengan keras. Nangis sekejer-kejernya kayak orang lagi diapain. Dengan cara paksa devi berhasil membuka bajunya. Tapi dia ambil lagi baju itu dan minta dipakein lagi padahal itu baju udah basah karena devi lempar ke kamar mandi. Dia ngamuk sejadi-jadinya sampe akhirnya muntah banyak. Makanan satu hari itu keluar semua kali ngeliat muntah yang banyak itu. Baru setelah itu dia agak tenang tapi masih nangis sesenggukan. Devi pun berhasil mengganti bajunya dengan damai meskipun hati ini rasanya nelangsa ngeliat dia nangis sampai begitu.

Hari lainnya dia pernah ngamuk menolak tidur di atas. Devi tetep kekeh memaksanya tidur dengan menutup pintu kamar. Devi hanya ingin mengajarkan dia disiplin untuk tidur. Ritual menggosok gigi dan ganti baju udah dilaksanakan. Sampe di atas kita main-main dulu. Devi bacakan buku riwayat nabi-nabi sambil Qaisha nenen. Tapi rupanya dia belum mau tidur dan minta turun lagi. Ga devi kasih, devi mau ngajarin klo ini udah malam dan kita udah mau tidur, devi dan ayah mau istirahat, eyang di bawah juga perlu istirahat, Qaisha juga harus tidur. Tapi tetep dia maksa minta turun. Nangis keras sambil narik tangan ayah. Dengan suara tegas devi menolak, tapi dia tetep memaksa turun. Dia baru agak tenang pas tiba-tiba dia pipis dan akhirnya devi gantiin bajunya. Devi bawa lagi ke tempat tidur, tapi masih ada sisa-sisa penolakan. Akhirnya rasa kantuk mengalahkan keinginannya. Tapi beberapa kali dia terbangun dan mengigau minta dibawa turun. Duh Qaisha….

Klo Qaisha begitu devi suka mati akal. Rasanya sikap keras dan cara mendisiplinkan devi tidak bisa mengena ke Qaisha. Tapi devi juga ga tahu gimana cara mengajarkan disiplin dengan cara yang baik. Devi sendiri juga gak suka klo dipaksa-paksa, apalagi Qaisha. Tapi klo penyampaiannya menyenangkan devi yakin pasti bisa masuk dan bisa mencegah terjadinya tantrum seperti di atas.

Tapi devi ga boleh habis akal. Akhirnya devi coba browsing soal temper tantrum ini. Dari artikel di sini
disebutkan beberapa hal yang menjadi dasar penyebab temper tantrum anak yaitu : mencari perhatian atau lelah, lapar atau tidak nyaman. Di situ juga disebutkan beberapa hal untuk menghindari tantrum. Salah satunya yang berhasil devi laksanakan adalah memberinya kesempatan untuk memilih (control over little thing). Seperti kasusnya tadi malam. Sudah ada tanda-tanda dia akan rewel karena udah ngantuk tapi belum mau tidur. Seperti sebelumnya dia ga mau dipakein baju tapi baju kotornya udah dilepas dan dia dalam keadaan cuma pakai kaus dalam. Pas mau dipakein baju Qaisha menolak dan mulai menangis. Mainannya ga da yang boleh diberesin atau bahkan dipindahin. I try to ignore her weaning. Devi tinggal shalat lalu menunggu. Qaisha juga menunggu. Lalu devi tawarin Qaisha mau pake celana yang panjang atau yang pendek. Sambil dengan gaya rewelnya dia pilih yang pendek. Berhasil… Qaisha mau dipakein celananya. Lalu devi tawarin kaos yang pink atau yang kuning. Dia pilih yang pink. Aha! Devi berhasil makein bajunya tanpa ada tangis yang bikin tetangga bangun….phew!

Memang menghadapi anak ga bisa cuma ngikutin perasaan aja, tapi kepala juga harus tetap dingin. Dan devi termasuk tipe yang lumayan emosional dan cenderung bawa perasaan. Tapi mengetahui apa yang lagi dialami Qaisha cukup membantu devi memutuskan bagaimana harus bersikap kepadanya sesuai kondisi-kondisnya.

Hhhh… I need to learn more ‘bout this motherhood thing…

Jumat, Maret 06, 2009

Part That’s been Missed...

Devi duduk di kursi itu. Di samping devi sebuah meja kecil dengan sebuah lilin di atasnya. Lampu ruangan dipadamkan, namun ruangan cukup terang untuk devi membacakan buku. Semua mata tertuju ke depan. Ke Devi, menunggu sebuah cerita meluncur dari mulut devi. Lalu buku berjudul “Cat Air Ajaib” itu devi buka, dan satu persatu kalimat dalam buku itu devi bacakan.150 pasang mata melihat ke depan, menyimak cerita. And I just realize how important it is to create solemn surrounding before you start your story.

It doesn’t have to be turning the light off and use the candle as mention above, but by lowering your voice the children will eventually wondering what is going on. Miyoto in her presentation also share her way to create this surrounding. That is by singing a certain song for the opening and clapping hand that gradually slowing down. And then she’ll show the book she’s going to read. By then the children are ready to listen a story. It’s just simple as that.

Beberapa tahun lalu devi pernah mendongeng di hadapan sekitar puluhan anak TK yang luar biasa ribut. Settingnya di luar ruangan, dan mereka baru saja menyelesaikan berbagai lomba. Energi mereka masih banyak oleh adrenalin yang dipompa dari lomba, and it was impossible to ask them to sit and listen to the story. And I didn’t know what to do at that time. Ada panggung di depan. Namun panggung itu sangat tinggi and I didn’t feel comfortable for being so far away from the children, so I refuse to use it. But being too close with the children didn’t help me either for they were too wild. I didn’t know about creating the environment first at that time. So I keep moving on with my story with my audience running here and there. Ah, it was a lesson I have to learn.

And now I found about this creating story time environment from the workshop I’ve participated. I usually begin storytelling with a story that have a song in it, because it’ll help children concentrate to the person in front of them. Dan cerita pembuka andalan devi adalah “Aku Si Raja Gunung”. It’s a simple story but has surprising effect at the end. That story always succeeds making the children stay where they are and curios about the next story I’m going to tell. Now I understand that I am too had tries to create the story time environment with “Aku Si Raja Gunung” story. And will surely to give a try different ways to find the best story time environment of my own.

Kamis, Maret 05, 2009

Berkelana ke Dunia Buku & Dongeng : Laporan Seminar dan Workshop

Anak, buku dan dunia dongeng. Tiga hal yang saling terkait dalam proses perkembangan anak. Bagaimana ketiganya saling terkait dan seberapa penting kedudukan buku dalam perkembangan anak? Tampaknya itulah yang coba diangkat dalam acara seminar dan workshop bertema Anak, Buku dan Dunia Dongeng yang diselenggarakan oleh Jakarta Japan Network di Japan Foundation pada 5 Maret 2009 kemarin. Acara ini mengundang beragam pembicara baik dari Jepang maupun Indonesia yang diikuti tidak hanya oleh pendidik, tapi juga penulis dan penerbit.

Acara seminar dibagi menjadi dua sesi, yaitu pagi dan siang. Pada sesi pagi diisi oleh dua pembicara Jepang. Materi pertama dibawakan oleh ibu Miyoko Matsumoto dari Jepang. Ia adalah seoarang ahli terapi wicara selama 19 tahun serta anggota Dewan Pendidikan Tokyo. 4 hal utama yang disampaikan oleh Ibu Miyoko adalah mengenai perkembangan buku bergambar di bidang pendidikan pra sekolah di Jepang, perkembangan bahasa, sosialisasi dan permainan anak, lalu mengenai makna membacakan buku bergambar kepada anak-anak dalam pendidikan pra sekolah, dan terakhir tentang proses membacakan buku bergambar. Meskipun penyampaian materi harus menggunakan seorang penterjemah, namun materi yang disampaikan dapat diterima pendengarnya dengan amat jelas. Apalagi presentasi juga menyertakan foto dan video yang menggambarkan bagaimana jika seorang anak tengah berkonsentrasi penuh pada cerita di buku, bagaimana jika seorang anak sudah biasa dengan buku dan mendengarkan cerita, serta gambaran bagaimana di sekolah sangat perlu menyediakan lingkungan yang mendukung kecintaan terhadap buku.

Di akhir presentasi, ibu Miyoko menekankan pentingnya keberadaan buku bergambar pada pendidikan anak pra sekolah. Meskipun buku bergambar bukan satu-satunya sarana dalam pendidikan pra sekolah, namun buku tersebut dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang memudahkan anak untuk bersosialisasi kedepannya. Menurut ibu Miyoko, fantasi yang lahir dalam benak anak dari buku bergambar sangatlah penting dan bahkan menjadi faktor penting dalam pendidikan di Eropa, karena dengan fantasi mampu menggerakkan orang untuk menciptakan sesuatu dari nol.

Berlanjut ke materi kedua yang dibawakan oleh Yoshimi Hori dari Jakarta Japan Network, para peserta dibawa berkelana ke dalam dunia buku bergambar secara khusus. Di depan panggung, Hori menggelar beragam buku bergambar yang diterbitkan di Jepang dan beberapa terbitan Indonesia untuk bisa dilihat peserta setelah acara presentasi. Bagi Hori buku-buku tersebut adalah sarana dimana anak bisa membuka hati mereka. Cerita-cerita serta imajinasi dari buku tersebut mampu masuk ke dalam relung hati anak, sesuatu yang sering sulit dijamah oleh orang dewasa. Menurut Hori kesenangan yang timbul dari membaca buku adalah yang terpenting. Membaca buku adalah kegiatan yang menyenangkan. Bila anak merasa senang, maka ia dapat menyerap banyak hal dari buku.

Di akhir materinya, Hori menyampaikan harapannya agar pihak-pihak luar turut mendukung hal di atas. Pihak-pihak tersebut adalah lembaga yang terkait langsung dengan anak-anak seperti sekolah-sekolah, pihak perpustakaan, pihak orang tua atau konsumen, dan terakhir yang tak kalah penting adalah penerbit untuk bisa mengupayakan penerbitan buku-buku yang berkualitas.

Setelah istirahat makan siang, seminar dilanjutkan dengan materi ibu Murti Bunanta dari KPBA yang karena berhalangan hadir kemudian dibawakan oleh ibu Ida Farida. Materi Ibu Murti menyoroti kondisi bacaan anak di Indonesia. Menurut bu Murti pasaran buku anak Indonesia masih didominasi oleh buku terjemahan Jepang dan cerita Walt Disney serta dari Eropa Barat. Pun begitu, ada juga buku-buku anak Indonesia yang beredar di pasaran luar negeri. Sebagai contohnya adalah buku-buku terbitan KPBA sendiri. Pada bagian ini ibu Ida memperlihatkan contoh buku-buku KPBA yang mendapat penghargaan serta yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.

Beranjak dari kondisi buku anak di Indonesia dalam makalah ibu Murti, acara dilanjutkan dengan pembicara dari Yayasan Pustaka Kelana (YPK), yaitu oleh ibu Nasti M. Reksodiputro. Yayasan yang didirikan oleh ibu Nasti bersama tiga orang temannya adalah yayasan yang bergerak di bidang perpustakaan. Yayasan ini berdiri sejak tahun 1995, namun pengoperasian perpustakaan kelilingnya sendiri baru berjalan pada tahun 1996 setelah mendapat sponsor dari Perhimpunan Alumni Jerman sebagai donatur pertamanya. Jenis layanan yang diberikan oleh YPK adalah Pustaka Kelana yang berupa perpustakaan keliling, Kotak Kelana yang merupakan kotak yang berisi 75 buah buku yang dipinjamkan kepada perpustakaan anggota YPK selama satu bulan, dan Pustaka Mangkal yang merupakan perpustakaan komunitas/lingkungan. Dalam presentasinya ibu Nasti banyak mengisahkan perjalanan perpustakaan YPK, termasuk didalamnya adalah pengalaman pembaca-pembaca kecil yang kerap datang ke perpustakaan binaan YPK.

Seminar kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Kak Seto. Namun karena keterbatasan waktu Kak Seto oleh kesibukannya materi dibawakan dengan cepat dan ringkas saja. Meskipun demikian para peserta tetap bisa bergembira dengan bernyanyi bersama, melihat keahlian mendongeng Kak Seto dengan boneka, bahkan menyaksikan dongeng dengan sulap yang sederhana. Kak Seto memang menekankan bahwa suatu pelajaran di sekolah sebaiknya dibawakan dengan cara yang menyenangkan dan salah satunya dengan dongeng seperti yang ia contohkan.

Seminar diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk semua pembicara, lalu kemudian dilanjutkan dengan workshop membacakan buku cerita anak. Sesi workshop ini dibuka dengan memadamkan lampu dalam ruangan dan menyalakan sebatang lilin sebagai pembuka menuju dunia cerita. Langkah ini adalah bagian untuk menciptakan suasana kegiatan membaca cerita. Kemudian sebuah cerita dari buku berjudul “Cat Air Ajaib” dibacakan oleh Devina kepada seluruh peserta. Ruangan yang temaram oleh cahaya lilin membawa keheningan tersendiri yang memungkinkan peserta berkonsentrasi pada si pencerita dan cerita yang dibawakan. Dari kumpulan materi yang dibagikan disebutkan bahwa langkah awal ini juga cukup penting, meskipun tidak harus selalu dengan mematikan lampu tapi dengan mengecilkan suara saja pun akan menarik anak bertanya-tanya apa yang akan terjadi.

Workshop kemudian berlanjut ke buku berikutnya, yaitu jenis buku cerita yang memungkinkan partisipasi pesertanya. Dari satu buku dapat diceritakan dengan beberapa cara. Buku yang digunakan berjudul “Buah Lobak Besar”, sebuah cerita rakyat dari Rusia. Pertama-tama buku dibacakan seperti buku sebelumnya, dan karena ada bagian buku yang berulang-ulang maka tanpa diminta pun para peserta ikut berpartisipasi pada bagian tersebut. Selama membacakan buku tersebut Hori juga menujukkan alat peraga dari kayu yang merupakan gambaran dari cerita buku. Lalu dari cerita yang sama Hori meminta peserta untuk memerankan tokoh-tokoh dari cerita tersebut. Suasana menjadi sangat semarak karena peserta sangat menjiwai tokoh yang diperankannya. Bahkan bisa dibilang terlalu menjiwai.

Setelah menggunakan buku, Hori mengajarkan permainan menggunakan jari dan gerakan yang disertai lagu. Rupanya permainan ini telah banyak dikenal oleh peserta sehingga langsung saja peserta bersama-sama mempraktekannya di tempat duduk masing-masing. Sebagai penutup, Hori menunjukkan cerita menggunakan Kamishibai. Tapi karena keterbatasan waktu, Kamishibai ini tidak dipraktekan hanya diperlihatkan secara sekilas cara penggunaanya.

Rangkaian seminar dan workshop ini ditutup dengan peniupan lilin yang tadi dinyalakan di awal workshop. Sebagai oleh-oleh kepada peserta, panitia memberikan banyak sekali buku bergambar dengan harapan peserta dapat segera mempraktekan apa yang telah diperoleh dari acara seminar dan workshop selama satu hari itu.

Rabu, Maret 04, 2009

Qaisha Botakkk!!!

Hahaha...iya, Qaisha sekarang berkepala plontos! Bukan karena abis ditangkap polisi lhooo, tapi ini semuanya bermula dari kekhawatiran kami semua (devi, ayah dan eyang) akan kondisi masa depan rambutnya Qaisha...halahhh. Maka kemudian kami memutuskan untuk menggundulinya. (Hey, I found three different word with the same meaning : botak, plontos dan gundul!).

Sekitar dua minggu lalu Devi dan ayah akhirnya membawanya ke tukang cukur. Catatan : tukang cukur yang sama tempatnya ayah potong rambut. Yup! My daughter went to the same tukang cukur as her father!!! Cool!! But it's not cool for Qaisha though. Karena selama proses pembabatan rambutnya dia diam aja di gendongan devi. Senengnya karena dia ga banyak bergerak jadi nyukurnya lancar-lancar aja. Tapi klo liat mukanya yang cemberut, tatapan matanya yang kosong memandang kendaraan yang lalu lalang di depan tempat tukang cukur itu, serta bibirnya yang ditarik ke bawah...haduuuhhhhh....kasiannnnnn.


Tapi gapapa. Untuk mencapai kesuksesan memang harus melalui tahapan yang menyedihkan dan menyakitkan...hiks. Tapi devi yakin, suatu saat rambut itu akan tumbuh dengan sangat tebal, hitam, lembut diatas kepala putri cantik devi dan akan jadi mahkota paling indah yang pernah diliat orang *berapi-api*. Tapiiiiiiii nanti klo udah baligh dijaga dengan baju taqwa ya, neng....hehehe...


So sekarang ini jadwal Qaisha bangun tidur adalah diolesi dengan air teh yang diembunin, biar item kata sang eyang. Abis itu......err.......er.... eh itu doang sih...hehehe... Yah paling dikasih minyak rambut yang kata orang bisa bikin bagus rambut anak. (Waduh devi kebanyakan kata orang nieh!) Gapapa lah, demi rambut anak semua kata orang tak jabanin!...hahaha...


Ini dia Qaisha yang botak :







Biar botak, masih tetep cantik kok!




Qaishanya sih pasrahhh sajahhhh....





Btw, ini ga bakal jadi pengalaman botak terakhirnya Qaisha. Kami berencana akan membontakinya lagi (boso ne rek!) dan terus dibotakin sampai setahun sebelum sekolah...hihihi...*meringis kejammm*

Ada Burung Gagak di RSCM!

Dongeng di RSCM kali ini menjadi acara dongeng paling lengkap diantara dongeng-dongeng di RSCM yang Devi ikuti sebelumnya. Kali ini yang bertugas adalah Devi, Mas Agus, Elly, dua mahasiswa UIN yaitu Dwi dan Fanny. Hari itu kami juga ditemani oleh seorang wartawan dari harian nasional yang ingin meliput kegitan rutin KPBA ini. Ada 4 cerita yang dibawakan dengan 4 metode cerita yang berbeda-beda. Hal ini tidak direncanakan sebelumnya, tapi rupanya malah menjadi hiburan yang menarik dan variatif.

Kami berkumpul di tempat biasa sekitar pukul 10.00wib sebelum naik ke kamar IRNA kelas tiga di lantai dua. Ditempat berkumpul itu kami berdiskusi dulu tentang cerita yang akan dibawakan bersama. Karena kami ingin membawakannya dengan sedikit menggunakan dramatisasi, jadi pada kesempatan tersebut kami berbagi peran yang akan dibawakan serta isi ceritanya. Setelah semuanya dianggap siap, baru kemudian kami ke menuju ke atas.

Kedatangan kami hari itu disambut hangat oleh seorang perawat jaga laki-kali yang sepertinya sudah mengenal KPBA dan kegiatan dongeng kami dengan baik. Terutama dia sudah kenal dengan Mas Agus dan langsung berceloteh “Wah mau nyanyi-nyayi lagi nih.” Perawat jaga itu juga yang memintakan ijin ke dokter jaga sambil menambahkan kalau kami sudah biasa mendongeng di sana. Hari itu ternyata ada pembagian kue dari seorang dokter. Menunggu mereka selesai membagi-bagikan kue, kami berkeliling ke tempat-tempat tidur untuk menyapa sekalian menimbang situasi apakah kami akan mendongeng di tengah ruangan atau mendongeng pertempat tidur. Ternyata hari itu kami dapat mendongeng di tengah ruangan.

Acara dibuka dengan memperkenalkan diri dan menerangkan maksud kedatangan kami. Lalu cerita pertama dibawakan oleh Devi dengan menggunakan gambar yang mengambil metode Kamishibai. Judul ceritanya “Aku si Raja Gunung.” Cerita ini sangat sederhana dan ada lagu yang diulang-ulang sehingga dapat mengundang partisipasi anak ikut bernyanyi bersama. Cerita ini udah berapa kali aja devi bawain di RSCM. Soalnya ceritanya menyenangkan, simple tapi selalu berhasil jadi ice breaker untuk memulai acara dongeng.

Cerita kedua dibawakan bersama-sama oleh Mas Agus, Devi dan Fanny. Mas Agus sudah menyiapkan property yang diperlukan berupa tiga buah topeng burung yang dibuat sendiri, serta dua lembar selendang untuk bulu burung Gagak. Devi membawakan 2 lembar selendang warna-warni sebagai bulu burung Nuri dan Merak. Cerita yang kedua ini berkisah tentang seekor burung Gagak pemalu yang ingin menyamakan diri dengan burung lain yang ia anggap memiliki bulu lebih indah daripada bulu hitamnya. Topeng burung serta selendang warna-warni yang kami kenakan rupanya menarik perhatian beberapa orang tua dari kamar sebelah. Beberapa orang berdiri di balik jendela untuk melihat kami mendongeng. Entah apakah suara kami terdengar sampai keluar atau tidak, tapi melihat ada orang yang mondar-mandir ke sana kemari dengan topeng dan selendang melambai-lambai sepertinya jadi tontonan dan hiburan tersendiri di rumah sakit…hehehe…

Cerita ketiga dibawakan Elli dan Mas Agus dengan menggunakan tali. Cerita yang dibawakan adalah cerita nyamuk. Di cerita ini beberapa pendengar menjadi ramai begitu tali tersebut berubah menjadi nyamuk raksasa. Lalu bertambah ramai ketika seorang ibu menepuk nyamuk Mas Agus dan nyamuk itu tiba-tiba hilang menjadi seutas tali lagi.

Cerita terakhir dibawakan Dwi dengan menggunakan buku. Buku yang dibawakan berjudul “Dokter Hama Sangat Sibuk.” Buku ini bertujuan memperkenalkan profesi dokter untuk para pembacanya. Namun karena awalnya Dwi sudah menyiapkan cerita origami dan bukan cerita dari buku tersebut, maka sempat agak terkejut juga ketika harus membawakan cerita dengan buku. Tapi kemudian cerita tersebut bisa dibawakan dengan baik karena ceritanya yang sederhana meskipun berkisah tentang profesi seorang dokter. Para anggota yang lain menyebar di beberapa tempat supaya anak-anak bisa melihat gambar dari buku yang sedang dibacakan.

Sebagai penutup kami membagikan buku “Dokter Hama Sangat Sibuk” tadi dan sebungkus biskuit ke setiap anak sebagai hadiah. Lalu kegiatan dongeng hari itu ditutup dengan doa yang dibawakan oleh Mas Agus dengan harapan untuk kesehatan bagi setiap anak, kesabaran untuk para orang tua yang menjaga, serta keinginan untuk berjumpa kembali, tentunya dilain tempat yang lebih menyenangkan.