Senin, Maret 31, 2008

@ Library@Senayan

Devi suka sekali suasana perpustakaan. Devi suka keheningannya yang berisi, suka dengan kekhusyuan masing-masing orang pada bukunya, suka dengan suara gesekan sepatu di karpet tebal lantai perpustakaan, suka dengan suara bisik-bisik yang sesekali terdengar. Tapi yang lebih devi sukai adalah kemampuan tempat itu memancing devi menulis segala unek-unek di kepala ke atas kertas yang biasanya sulit dilakukan.

Jumat (28/3) kemarin devi menyempatkan diri ke perpustakaan Depdiknas. Itu salah satu perpustakaan favorit devi. Tempatnya nyaman, ada kafenya, kegiatannya banyak, fasilitasnya beragam dan yang lebih menyenangkan lagi kalau devi cukup beruntung bisa ketemu dengan teman-teman kuliah dulu. Koleksinya kebanyakan hibahan dari perpustakaan British Council, dan sejak di bawah naungan departemen Pendidikan Nasional yang merekrut orang-orang muda untuk mengelolalnya, perpustakaan itu jadi lebih berkembang. Syukurlah. Perpustakaan yang nama bekennya library@Senayan itu bisa jadi contoh perpustakaan yang baik di Indonesia.

Kembali ke unek-unek. Berikut ini adalah beberapa corat-coret yang lahir selama satu jam lebih berada di perpustakaan Diknas. Tiga tulisan terpisah hasil unek-unek devi. Anggaplah ini sebagai sajian untuk ulang bulan Qaisha yang ke sepuluh yang jatuh tepat pada hari ini.

Khawatir...

Khawatir, sebenarnya. Ga tahu masa depan seperti apa, ga bisa ngebayangin dunia seperti apa. Qaisha kecilku yang akan beranjak dewasa, entah dunia seperti apa yang akan engkau hadapi nanti.
Que sera sera, jawab Doris Day. Whatever will be, will be. The future is not ours to see.
Melihat cara hidup sekarang hati ibu menjadi was-was. Memperhatikan bagaimana kaum Adam dan Hawa kini berinteraksi, ibu jadi gundah gulana. Akan kemana Qaishaku bergerak? Seperti apa Qaisha bertingkah laku nanti?
Duh Gusti, lindungi permata hatiku.
Ya Robbi, rengkuh ia selalu dalam pentunjuk-Mu.
Ia, Qaisha Fitria Sabilla, penolong ayah dan ibunya di kehidupan kemudian.

Di bawah jembatan Komdak...

Menunggu adalah pekerjaan yang menyebalkan. Tapi menunggu bisa menjadi salah satu saat untuk berkontemplasi dan berdamai dengan diri sendiri.
Kemarin menunggu ayah di bawah jembatan komdak. Tiba-tiba terlihat sosok seorang ibu muda yang menggendong bayinya. Dari caranya berpakaian, orang akan menebaknya sebagai jockey 3 in 1.
Si bayi seperti sedang menangis, sang ibu seperti sedang berusaha menenangkan. Ia tempelkan wajahnya ke wajah buah hatinya sambil terus berjalan. Dari bibirnya terdengar sayup-sayup suara menenangkan. "Shh....shh..sh..."
Pikiran ini langsung melayang ke Qaisha. Ingin rasanya menghilang dari jalan raya itu dan langsung berada di rumah untuk segera memeluk tubuhnya yang mungil.
Ingin menangis rasanya ketika devi teringat Qaisha yang minggu lalu demam tanpa sebab dan seharian berada di pelukan devi.
Wajahnya yang merasa damai ketika sedang menyusu pada dada devi melahirkan bening air di pojok mata ini ketika mengingatnya.
Ah, seandainya saja devi punya mesin yang bisa mengantarkan devi pulang dalam sekejap mata...

Love is....

"Ayah lagi di mana? Lagi ngapain? Vina lagi ngerjain PR mtmtk" Sebaris pesan pendek itu terukir di handphone Pak Heldy. Pengirimnya adalah putri bungsunya yang baru masuk SD.
Devi jadi teringat sms-sms cinta yang hampir setiap hari devi kirim untuk ayah di awal-awal pernikahan kami.
Ingin tahu apa yang sedang dikerjakaan oleh orang yang kita cintai adalah salah satu pernak-pernik keindahan cinta. Menyampaikan apa yang sedang kita rasakan pada orang yang kita sayangi adalah bagian dari take and give dalam bercinta. Dan di jaman serba singkat ini, sms menjadi sarana yang efektif untuk menunjukkan itu semua.
Ketika sms cinta itu sampai, rasanya hati ini bergetar, darah pun mendesir yang kemudian mengguratkan senyum pada bibir. Ah, rasanya melayang-layang...
Suatu ketika di layar handphone devi tertulis pesan ini : "Kamu tahu ga?" Ternyata ayah yang mengirim. "Tahu apa?" jawab devi yang bingung dengan sms yang tiba-tiba muncul itu. "Aku sayang kamu" jawab ayah pendek. Degh! Meriang rasanya badan ini. Laki-laki yang mempercayaiku menjadi pendampingnya dan ibu bagi anak-anaknya kelak menyatakan perasaannya yang suci. Indah sekali.
Namun baru devi sadari bahwa keindahan itu juga terjadi pada cinta tulus antara ayah dan putrinya. Cinta yang menggetarkan hati ternyata tidak hanya terjadi pada dua orang yang sedang di mabuk asmara. Tapi juga dalam laku sayang orang tua pada anaknya, dan anak pada orang tuanya.
"Vina sayang ayah" tulis putri temanku lagi. Singkat, namun berbaur antara lucu dan haru.
Hmmm... cinta itu indah. Sangat indah. Cinta yang tulus seperti embun pagi hari yang menetes dari pucuk daun. Damai, menyegarkan dan manis.

(Jumat, 28 Maret 2008; library@senayan)

Selasa, Maret 11, 2008

Ketika Devi Mengambil Cuti

Keinginan cuti itu tiba-tiba saja datang. Gara-garanya Qaisha mau imunisasi campak. Sejak awal dokternya udah wanti-wanti klo Qaisha harus bener-bener sehat untuk imunisasi ini. Dan bener saja, ternyata itu virus hidup. Sebenernya imunisasi ini ga ada efek samping panas seperti halnya DPT, tapi ya namanya dimasukin virus hidup, anak tentunya jadi lebih mudah terpapar penyakit lain. So planning awalnya mau observasi aja setelah imunisasi. Hidden agendanya adalah pada hari yang sama ada Islamic Book fair dari tanggal 1-9 Maret 2008. Jadilah devi memutuskan cuti 2 hari tanggal 4-5 Maret 2008.

Devi sudah memperkirakan kalau hari pertama book fair devi ga akan bisa pergi ke sana karena alasan imunisasi tadi. Hari kerja juga agak sulit karena klo ngambil jam istirahat ga bakal bisa lama, begitu juga klo pulang kantor amatlah impossible karena harus segera pulang ke rumah. So hari senin (4/3) itu devi lenggang kangkung ke book fair.

Alasan pergi ke book fair kali ini lebih karena ingin bernostalgila mengenang jaman kuliah dulu devi pasti menyempatkan pergi setiap ada acara book fair, baik yang skala nasional macam islamic bookfair, Jakarta bookfair, Indonesia Book fair sampai yang diselengarakan penerbit seperti Gramedia. Pergi ke sana pun ga pasti beli buku, tapi lebih sekedar untuk meng-update-kan diri dengan buku-buku terbaru khususnya buku anak. Makanya tak jarang pulang dari book fair itu dengan tangan kosong.

So hari senin itu devi pun ber-window shopping, eh stand shopping deh sekalian nyari-nyari buku kain untuk Qaisha. Sayangnya stand edutoys lebih sedikit dibanding book fair sebelumnya. Yang satu harganya malah lebih mahal dari harga di luar. Di book fair itu devi beli buku tentang kucing untuk Qaisha terbitan Mizan. Bukunya informatif tentang kucing tapi dibikin cerita yang menarik. Qaisha kan tiap malam sebelum tidur devi bacain buku tentang kucing judulnya Fat Cat, makanya sebagai tambahan pelajaran buat dia tentang kucing devi beliin buku itu.

Hari pertama cuti sukses juga nostalgianya. Ga banyak belanja tapi lumayanlah buat refreshing...hehehe..

Hari Selasa (5/3) devi jadi full time mother (Cat: ga full time house wife lho soalnya masih tetep ga berhubungan dengan masak-memasak..hehehe..).Tapi hari itu luar biasa banget deh! Karena hari itu eyang juga ada urusan di luar rumah praktis setengah hari itu devi cuma berdua aja sama Qaisha. Seneng sih bisa main berdua terus sama qaisha, tapi Qaisha sama sekali ga bisa ditinggal barang sejenak. Mengisutkan badan sebentar aja dia udah nangis. Apalagi hari itu devi canangkan jadi free diapers day (hari bebas popok) karena rencananya mau ngajarin tatur. Setiap hari Qaisha selalu pake pampers sama eyangnya biar eyang ga terlalu repot ngurusin BAB dan BAK Qaisha. Dan ternyata tanpa pampers itu bener-bener deh repot banget. Qaisha yang udah lincah merangkak ke mana-mana juga meninggalkan ompol di mana-mana. Lebih repot lagi karena Qaisha ga mau ditinggal sendiri. Devi ke kamar mandi buat ambil pel aja dia udah mendengarkan alunan mau nangisnya. Subhanallah yang mencanangkan kencing bayi sebagai najis ringan yang tinggal di perciki air saja sudah suci kembali. Ga kebayang klo masuk najis sedang apalagi berat.

Yang lebi seru pas mau hujan. Waktu mendungnya udah pekat banget devi udah bingung aja gimana mau ngangkatin jemuran. Klo Qaisha ditinggal pasti nangis, dibawa agak-agak repot juga. Lagi mau coba-coba gendong, tiba-tiba hujan keburu deras. Ga berpikir apa-apa lagi, langsung devi turunin Qaisha, tutup pintu rumah takut qaisha merangkak keluar, langsung deh ngangkatin jemuran yang setengah basah setengah kering. Balik ke rumah Qaisha kelimpungan nyari devi sambil nangis. Duh si neng, paling ga tega deh liat Qaisha nangis... hiks.

Secara keseluruhan devi menilai dari setengah hari itu bahwa ternyata devi ibu yang cukup amburadul. Gimana enggak? Qaisha malah lebih banyak nangis kenceng dibanding hari-hari biasa dengan eyang. Tapi devi kan punya senjata pamungkas: nenen. Hehehe... Jadilah seharian itu Qaisha mentil sepanjang hari.

Rencana pingin belajar tatur malah kelupaan. Kasian juga eyang yang sering ditinggal berdua aja sama Qaisha karena masih harus menyelesaikan segala macam urusan rumah tangga. Mudah-mudahan bisa ada rejeki lebih supaya bisa hire pembantu buat bantu eyang. Aminnn.