Senin, April 14, 2008

To the Zoo...

Akhirnya Qaisha pergi kebun binatang juga. Udah lama pingin ngajak Qaisha ke sana melihat dia suka begitu antusiasnya klo ketemu kucing dan klo liat program binatang di televisi. So berangkat lah kami ke bonbin Ragunan Sabtu (12/4) kemarin dengan rencana yang amat sangat mendadak. Ga ada rencana awalnya. Ayah tiba-tiba pingin jalan-jalan. Tadinya pingin liat-liat mainan di Cipinang yang terkenal dengan pusat mainannya yang murah meriah. Tapi akhirnya diputuskan untuk pergi ke Ragunan aja. Jam 14.00 wib kita berangkat. Udah siang banget, sampe di Ragunan sekitar jam setengah 3 lewat. Udaranya hari itu mendung. Begitu masuk ke arenanya pun tiba-tiba gerimis. Tapi syukurnya ga terlalu lebat, so kita masih bisa menikmati jalan-jalan di sana.

Ragunan sudah banyak berubah dari terakhir kali devi ke sana. Devi ingat terakhir kali devi ke sana bareng Yanti Sudianti. Duh udah lama banget, jamannya kuliah. Dulu ingat waktu pertama kali masuk kandang yang pertama kali kita liat adalah kandang gajah. Dan kemarin kandang itu terlihat lebih lengang dari terakhir devi lihat. Ternyata ada pelebaran kandang gajah yang mendapat bantuan dana dari nyonya Schmutzer (punten klo salah nulisnya). Jadi inget kandang gorila yang baru juga dapet bantuan yang sama. Mungkin selain bangun kandang gorila, ragunan juga makin mempercantik dirinya. Karena sekarang juga ada arena bermain untuk anak-anak. Dan devi ngerasa banget klo ragunan semakin luas.

Sayangnya kita ga bisa menjelajahi semua wilayah berhubung hari udah mulai sore. Pertama kali masuk kita dipertemukan dengan rusa, sayang Qaisha masih tidur waktu pertama kali melangkahkan kaki ke dalam. Setelah beranjak sebentar dari kandang rusa baru Qaisha terbangun dan nampak bingung. "Lagi ada dimana aku sekarang?" mungkin begitu pikirnya, karena dihadapannya ada burung unta yang sedang mematuk-matuki pagar. Dari kandang burung unta kita berhenti sebentar karena gerimis yang turun mulai sedikit lebat. Sambil minum sebentar kita juga berusaha "menyadarkan" Qaisha yang nyawanya masih belum ngumpul...hehehe... Lucu liat wajah bangun tidurnya.


Setelah agak reda kita pun mulai melanjutkan perjalanan. Kandang berikutnya adalah kandang gajah hasil perluasan seperti yang devi sebut di atas. Di depan kandang gajah terdapat kandang kijang (atau rusa juga?) Aduh devi masih belum bisa membedakan binatang-binatang jenis tersebut. (atau malah kancil ya???).

Hari itu Ragunan tidak terlalu ramai meskipun jatuhnya weekend. So kita pun menikmati jalan-jalan sekeliling ragunan yang bisa dibilang sepi. Tak jauh dari kandang kijang (atau rusa? atau kancil? Lain kali dicatat deh) tadi kita bertemu dengan kandang gajah lagi, tapi ini yang lama. Hanya ada 2 gajah yang ada. Itu pun mereka berdua dipisahkan dengan sekat (entah kenapa). Beranjak dari kandang gajah yang terbuka tadi terdapat kandang komodo. Tapi untuk melihat komodo mata kita harus awas, karena sering binatang satu ini saru dengan batu yang warnanya juga kecoklatan. Di depan kandang komodo terdapat kandang kangguru. Pinginnya sih ngeliat binatang itu loncat-loncat seperti di film-film dokumenter di TV, tapi apa daya akang yang satu ini hanya duduk dengan malas di tengah-tengah kandang sambil sibuk mengunyah-ngunyah rumput dengan santai.

Dari sana kita berhenti lagi untuk menikmati kerak telor yang banyak dijual di sana, juga sekalian nyuapin Qaisha. Di sini pun kita ga lama karena Qaisha juga ga betah berdiam diri lama-lama. Tujuan kita selanjutnya adalah kandang harimau. Tapi sayang hari keburu sore akhirnya kita malah menemukan kandang beraneka ragam burung dan kalelawar. Tak jauh dari situ ada juga kandang ular. Untungnya ular berbisa ini tak satupun yang kelihatan, duh klao ada langsung kabur deh. I hate snake!

Sebelum pulang kita sempat melihat orang yang sedang syuting film, tapi ga tahu untuk film apa. And you know what? Mereka lagi mengambil gambar HARIMAU!! Ga ketemu kandangnya tetapi toh kita tetap bisa melihat harimaunya...hehehe... Qaisha sih keliatan bingung liat banyak orangnya dibanding liat harimaunya.

Dari sana akhirnya kita memutuskan untuk pulang, karena hari udah cukup sore. Awan mendung juga semakin tebal. Jalan-jalannya Qaisha ke kebun binatang memang cuma sebentar, tapi Insya Allah kita bisa balik lagi ya neng...

Jumat, April 11, 2008

Another Name for Friendship

Qaisha sayang..
Tanggal 10 April kemarin adalah ulang tahunnya tante Niken yang ke 29.
Ulang tahunnya hanya berbeda 7 hari dengan ibu.

Kami bertemu pertama kali di bangku kuliah.
lalu terus berlanjut sampai sekarang.
Awalnya ibu mengenalnya sebagai pribadi yang senang menyendiri.
Asyik dengan dirinya sendiri.
Acuh tapi tak benar-benar indeference.
Tapi ternyata seiring berjalannya waktu ibu baru mengetahui kelembutan hatinya.
Ternyata ia orang yang sangat menghargai persahabatan.

Ia seorang pribadi yang unik dengan keunikannya.
Ia cerdas dengan segala kekhasannya.
Dan mampu menangkap keistimewaan dalam ke-biasa-an.

Ia seorang yang pendiam.
Tak banyak berolah bicara.
Tapi dalam olah kata dan kalimat ia layaknya seorang guru bagi ibu.
Pena dan kertas adalah tempatnya melepaskan segala daya pikir dan rasa-nya
yang tak mampu ditampung oleh bicara.
Tulisan-tulisannya kadang membuat ibu tercengang.

Bagi ibu, ia tak hanya seorang teman,
ia juga adalah tempat ibu berkeluh kesah,
bertukar pikiran,
berbagi asa dan rasa.
Selalu dari berbincang dengannya lah ibu merasa kaya akan pengetahuan.
Bercerita dengannya lah ibu merasa memiliki tempat berbagi.
Keluarganya seperti keluarga ibu sendiri.
Ibunya seperti ibu kedua bagi ibu.
Rumahnya selayaknya rumah kedua ibu.
Tempat ibu melarikan diri dari kejenuhan,
kebingungan,
kebimbangan.
Terutama ketika masa-masa menulis skripsi yang tak kunjung kelar ketika itu.

Qaisha sayang...
Darinya lah ibu belajar menjadi manusia mandiri dan memiliki sikap sendiri.
Belajar menjadi pribadi seutuhnya.
Dan bekerja keras untuk mencapai yang kita mau dan cita-citakan.

Ketika tante Niken berhasil menamatkan S2-nya dengan predikat Cum Laude,
betapa bahagianya ibu mendengar kabar itu.
Ibu merasa terhormat bisa menemaninya dalam acara wisudanya di Balairung UI.
Ingin rasanya ibu mengumumkan pada orang-orang ketika melihat namanya terpampang di layar televisi sebagai salah satu dari 5 lulusan terbaik di Kajian Wanita UI tahun itu.
Ia memang sosok yang haus akan ilmu.
Contoh lah ia dalam ketekunan menimba ilmu.

Namun tak jarang kami harus terpisahkan jarak dalam sepanjang kami merajut pertemanan.
Ketika tante Niken memutuskan bekerja di perusahaan asing di luar jakarta,
surat-surat bertulis tanganlah yang mengabarkan bagaimana kondisi kami masing-masing.
Ketika ia memutuskan bekerja di LSM di sebuah kota kecintaan ibu untuk memuaskan rasa haus petualangannya,
surat-surat elektronik lah yang tetap setia bercerita akan kisah kami masing-masing.
Meski begitu,
ia selalu hadir pada masa-masa penting hidup ibu.
Di pernikahan ibu, ia adalah orang yang bisa ibu mintai tolong dalam keadaan mendesak.
Ketika kau lahir, ia pun segera terbang untuk melihat mu.
Ia bahkan punya panggilan khusus untuk mu.
Sabil.
Begitulah ia memanggil mu.

Qaisha sayang...
Jikalau kau sempat bertemu dengannya,
sayangilah ia selayaknya kau menyayangi ibu.
Hormatilah ia seperti engkau menghormati ibu mu.
Karna sering ketika ibu dalam kondisi terjepit dan bingung
ibu selalu dapat mengandalkannya.
Bagi ibu,
Niken Lestari is another name for friendship.

Teruntuk Niken Lestari.
Selamat Ulang Tahun.
Semoga Allah selalu melindungi mu, dan berkah Nya selalu menyertai mu.
Aminnnn.
Thank you for everything.

Kamis, April 10, 2008

Being 10 Month is...

Tawa Qaisha sekarang ini sudah dihiasi oleh empat gigi mungil yang lucu. Dua di atas dan dua di bawah. Gigi bawahnya yang tumbuh lebih dulu. Alhamdulillah tidak demam. Tapi satu gigi atas yang mau muncul ketika itu sempat membuat Qaisha demam. Banyak faktor sebenarnya yang bikin Qaisha sakit waktu itu, karena tak sekedar demam, sehari sebelumnya pun sempat diare. Tapi, Alhamdulillah, bisa dilewati dengan baik, meskipun kalo Qaisha sakit, devi pasti stressssss luarrrrr biasssaaa!!

Sekarang ini Qaisha lagi senang-senangnya merambat; belajar jalan sambil berpegangan pada tembok, jendela, bangku atau apapun yang terjangkau yang bisa membantunya bergerak. Selain itu keahlian merangkaknya juga semakin mahir. Ibaratnya ia adalah pembalap F1 yang tau-tau sudah mau sampai garis finish (dalam hal ini dapur) sebelum sempat saingannya (dalam hal ini ayah, ibu dan eyang) berpikir menginjak pedal gas.

Ia juga semakin mampu menunjukkan kemauannya sendiri. Jika ia ingin digendong ia akan membuka tangannya sambil menengadah memandang orang didepannya, jika ia tidak ingin diusik dari yang sedang dikerjakannya ia sudah bisa berteriak kesal, jika ia mau ke tempat tertentu ketika digendong ia akan memiringkan badannya ke arah yang dimaksud, jika ia merasa terganggu ia juga sudah bisa ngomel dengan bahasa yang tidak ada kamusnya.

Tangannya juga semakin lincah menunjuk-menunjuk sesuatu dengan jari mungilnya. Ia senang dengan foto atau gambar yang terpajang di dinding. Ia senang mencari-cari gambar yang ditanyakan kepadanya lalu menunjukkan foto atau gambar itu pada kami. Ia senang sekali dengan gaya mengangkat telpon dengan menaruh tangannya ke telinga lalu mengatakan "Oo.." (hallo - penj.) Ia akan segera bertepuk-tepuk tangan jika ada yang mengatakan "hore!!", dan akan terdiam jika terdengar adzan yang berkumandang di televisi. Ia akan mengikuti kami yang mengajarkan mengatakan Allahu Akbar semampunya, dan melanjutkan kalimat "Ciluuuk ba.." sambil memiringkan kapala kearah yang berlawanan dengan orang dihadapannya.

Mata sipitnya yang hilang ketika tertawa selalu menyertai permaianan kejar-kejaran kami sepulang kantor. Permainan yang mengusir rasa lelah devi dan ayah setelah jauh dari rumah sepanjang setengah hari....