Jumat, Desember 19, 2008

Pepes : Dictionary of Qaisha

Ada beberapa kata yang memiliki 2 vokal “i” dalam satu kata itu diucapkan jadi “e” sama Qaisha. Contoh yang paling sering banget disebut adalah “Pepes” untuk “Pipis” dan "Meme" untuk “Mimi”. Tapi untuk kata “Gigi”, “Inci” (baca: Kelinci) bisa diucapkan dengan fasih dan benar. Pun begitu Qaisha juga punya kosa kata sendiri yang tidak umum untuk orang umum (duh apa sih?), dan yang paling sering dipakai adalah “Dudut” untuk “Gigit”. Kegemaran ayah yang sukat Dudut eh gigit pantatnya (maaf) Qaisha yang bikin satu kata itu selalu terdengar di seantero rumah. Maka jangan bingung kalo Qaisha bilang “Meong dudut” itu maksudnya “Kucing gigit”.

Oh iya, “Meong” itu maksudnya “Kucing”. Untuk binatang sejauh ini baru bisa menyebutkan nama “Kambing” ("Mbing")dan “Kelinci” ("Inci") saja. Untuk binatang lainnya Qaisha lebih senang menyebutkan berdasarkan suaranya, seperti “Kwek kwek” untuk Bebek, “Guk guk” untuk Anjing, “A a’ u u’” untuk Monyet, “Kuk kuk” (Kukuruyuk maksudnya) untuk Ayam Jantan, “Petok petok” untuk Ayam Betina, “Aum” untuk Harimau, “Kok kok” untuk Katak yang diikuti dengan menggerakaan tangan kanan berada di depan leher yang merupakan BSL (British Sign Language) untuk Frog, “Moo” untuk Sapi, “Moo” juga tapi untuk Gajah yang diikuti dengan menaruh tangan di depan hidung untuk menggambarkan belalai Gajah, lalu special case untuk Kuda adalah suara “Gedbek gedbek” yang juga diikuti oleh gerakan kepala ke atas ke bawah untuk menggambarkan sedang naik kuda. Ehm…apa lagi ya? Ah ya, untuk kuda kadang Qaisha juga bersuara “Bang..bang..ini..bang” (Bang..bang sini bang)…hahaha.…maksudnya manggil tukang delman yang lagi lewat di depan rumah…hehehe…

Waktu usianya masih setahun beberapa binatang itu punya gerakannya sendiri-sendiri. Seperti kalau menyebut Kelinci Qaisha akan meletakkan kedua tangannya di atas kepala untuk menggambarkan telinga Kelinci, menyatukan kedua tangan untuk Burung, meletakkan tangan di ketiak lalu mengepak-ngepakkannya untuk Bebek, meletakkan satu tangan di depan hidung dan satunya lagi di telinga untuk Gajah yang sekarang tinggal gerakan di depan hidung saja, menggaruk garuk badan dan kepala untuk Monyet dan tentu saja gerakan yang masih bertahan adalah gerakan untuk Katak.

Beberapa gerakan tersebut devi ambil berdasarkan BSL /dan ASL (American Sign Language) juga gerakan yang biasa digunakan dalam mendongeng untuk menggambarkan salah satu binatang. Sebenarnya gerakan ini lumayan membantu devi dalam memahami apa yang lagi dimaui Qaisha atau yang sedang “dibicarakan” Qaisha. Ini bisa juga disebut sebagai Baby Sign Language. Lebih jauh tentang Baby Sign Language bisa dilihat
di sini. Tapi seiring berjalannya waktu gerakan-gerakan itu semakin jarang dipakai Qaisha dan lebih banyak berekspresi melalui kata-kata. Dan tentu saja, kata-kata itu punya kamusnya sendiri yang tidak beredar di pasaran...hehehe....

Kamis, Desember 11, 2008

Sabtu itu…

Sabtu tanggal 6 Desember 2008 kemarin devi kembali ke RSCM. Dongeng terakhir devi di RSCM untuk tahun ini. Devi dijadwalkan mendongeng bersama mba Erika dan 2 mahasiswa UIN. Tak banyak persiapan yang devi lakukan. Hanya membawa 3 buku Tikus yang sempat teraih tangan. Malamnya sempat baca-baca cerita yang pernah diajarkan sebentar. Pinginnya sih praktek dulu di depan Qaisha, tapi malaikat mungil devi itu udah keburu rewel karena ngantuk. Ya udah jadilah devi ikut-ikutan tidur juga.

Di atas patas AC 16 devi baca-baca lagi cerita dan 3 buku yang devi bawa. Mengira-ngira gimana devi akan bawain ceritanya. Sedang asik-asiknya masyuk dengan berbagai dongeng dikepala, tiba-tiba ada suara yang menegur ramah dari samping. Oo ternyata pengamen langganan patas AC 16. Ia memang terkenal sangat ramah. Setiap orang yang ditemuinya pasti disapanya dengan ramah. Suaranya sangat khas, serak-serak yang memberatkan tarikan nafas (duh apa sih?). Pokoknya khas deh. Posturnya memang agak tambun, tapi gerakannya lumayan lincah. Setiap penumpang patas AC 16 pasti kenal dengan sosok yang satu ini. Hampir setiap pagi sebelum bis berangkat pasti terdengar suaranya yang sedang asyik ngobrol dengan penumpang yang duduk di kursi belakang. Tapi sampai sekarang devi masih tidak tahu harus memanggilnya dengan panggilan “mbak” atau “mas”. Kalo mau panggil “mas” dia masih terlalu feminim, tapi memanggil dengan “mbak” juga ga pas karena terlalu maskulin. Dari suaranya pun sulit ketahuan karena untuk suara laki-laki, suaranya ga berat, tapi kalo untuk perempuan suaranya juga ga lembut layaknya suara perempuan.

Nah baru hari sabtu itu devi bisa ngobrol dengan “mbak” atau “mas” pengamen ini. Kebetulan devi duduk sendirian di bangku untuk 3 orang. Selesai ngamen dia duduk di sebelah devi lalu mulai bercerita tentang dirinya dan jadwalnya hari itu. Hari itu dia ada janji ketemu orang di Menteng untuk urusan nganter barang ke luar kota. Kemarin dia baru nganter cabe ke Wonosobo dan sampe Jakarta pagi lalu langsung ngamen. Lalu ia juga bercerita bahwa dia sudah pernah ke berbagai kota untuk ngamen. Pernah di Surabaya 4 tahun, Madura sekian tahun, Batam sekian tahun, Deli Serdang sekian tahun, dan untuk semua kota itu pekerjaanya adalah mengamen; atau mungkin kerja serabutan lain. Namun di sisi lain ia adalah orang yang sangat religius. “Saya tidak bisa lepas dengan Tuhan,” katanya suatu kali. Direncananya hari itu pun ada jadwal ke tempat ibadahnya. Menurutnya hidup harus dibuat easy going, “Make it happy aja.”

Devi pun akhirnya mengajak dia ke RSCM dan dia pun tertarik, tapi karena ia sudah ada janji, tidak mungkin mengabulkan undangan mendadak devi. “Bulan depan ya,” katanya bersungguh-sungguh. Hmm…InsyaAllah kalo devi ada adwal ke RSCM dan pas ketemu dia seperti hari itu. Pasti menyenangkan kalo dia bisa ikut ke acara dongeng di RSCM. Pembawaannya yang periang pasti bisa menghibur anak-anak. Dan di taman Suropati pun ia turun.

Sampai di RSCM devi menunggu teman-teman yang lain. Sambil menunggu devi naik ke lantai atas untuk melihat anak-anak yang sedang di rawat, tapi ternyata pintu masuk yang biasanya kami gunakan dikunci. Waduh harus lewat mana jadinya?. Tak lama kemudian Ardian datang dan kami pun menunggu mba Erika. Jam menunjukkan pukul 10.20wib ketika mba Erika datang dan kami pun berputar-putar mencari jalan lain menuju ruang rawat inap kelas 3. Kami mengikuti petunjuk pak satpam dan yang devi ingat hanya belok kanan aja terus. Ga inget tuh ada taman atau ketemu perempatan FKUI dan RSCM, wis pokoknya klo ada belokan ambil kanan aja…hehehe… Dan pak satpam juga ga bilang klo tangga menuju ke ruangan IRNA itu pas hadap-hadapan dengan lorong ke kamar mayat. Wah klo salah belok, salah kamarnya bukan ke sembarang kamar, tapi ke kamar mayat…hiiii…

Alhamdulilah kami ketemu juga dengan kamar IRNA kelas 3 tempat biasa kami dongeng setelah celingak celinguk sana sini. Kami ijin dulu dengan suster yang menjaga. Tanggapan perawat yang acuh dan tidak peduli sudah biasa kami temui. Justru kalau ketemu suster penjaga yang ramah dan dengan senang hati menerima kami mendongeng atau bahkan ikut mendengarkan dongeng itu menjadi hal yang sangat luar biasa sekali.

Di tengah ruangan, mba Erika memperkenalkan diri dan tujuan kami datang ke sana. Dua orang anak kemudian berkumpul ditengah ruangan supaya lebih dekat dengan kami. Selebihnya tetap di tempat tidur. Devi memulai cerita dengan menggunakan buku. Buku cerita keluarga Tikus yang devi bawa ada boneka jarinya yang dimainkan dengan cara menyelipkannya ketika akan membuka halaman berikutnya. Maka devi meminta bantuan anak-anak dibagian itu untuk mengeluarkan si Tikus yang terjepit sebelum masuk ke halaman berikutnya. Cerita ini lumayan juga sebagai ice breaker.

Setelah itu tiba-tiba ada seorang anak yang minta cerita burung. “Burung apa aja,” katanya mengulang. Putar otak sana sini ga ketemu juga cerita burung yang devi tahu. Sementara itu mba Erika melanjutkan dengan cerita jari. Mencoba mengalihkan permintaan anak tadi dengan cerita kelinci. Tapi setelah cerita jari itu dia tetap minta cerita burung. Otak ini terus mengais-ngais ingatan tentang cerita yang devi kenal yang berhubungan dengan burung. Ada satu cerita burung yang devi kenal, yaitu Bunting Bird, tapi jalan ceritanya devi ga inget. Ah sebel banget! Akhirnya devi cari cerita yang mendekati saja, yaitu dongeng nyamuk yang menggunakan tali…hehehe.. jauh sebenernya dari burung, tapi kan sama-sama bisa terbang…hahaha…maksa. Sedih juga ga bisa memenuhi permintaan si anak tadi.

Selesai tiga cerita dia atas lalu dilanjutkan dengan kegiatan bikin kerajinan tangan. Kali ini bikin nama dengan menggunakan kertas hias. Untuk kegiatan ini beberapa ibu-ibu cukup antusias membuatkan nama untuk nama anak-anak mereka. Banyak yang minta lem, gunting dan kertas hiasnya. Lumayanlah buat menghilangkan rasa jenuh mereka dengan suasana rumah sakit.

Tapi entah kenapa hari itu banyak sekali yang berteriak kesakitan. Disela-sela cerita beberapa kali terdengar tangisan anak yang juga diikuti dengan teriakan…”sakit…sakit..” Duh sedih banget rasanya. Devi jadi ga konsen cerita jadinya. Hati ini rasanya periiih banget. Ga kebayang gimana kalo devi yang berada di posisi mereka. Ada satu pasien yang sepertinya sudah cukup besar yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan tiba berteriak-teriak dengan gumaman yang tidak jelas. Duh bener-bener deh ga tega. Baru sekali itu dongeng di RSCM bertemu dengan kondisi yang seperti itu. Benar-benar harus siap menghadapi segala situasi…terutama mental nieh.

Ada peraturan baru sekarang di RSCM. Sekarang tidak boleh lagi mengambil foto, entah kenapa alasannya. Devi sempat mengambil beberapa gambar tapi tak berapa lama suster penjaga sudah menegur kami. Mungkin takut disalah gunakan atau apa. Atau memang sekarang udah tambah ketat ya di sana. Pintu akses yang biasanya kami lewati yang hari itu tiba-tiba dikunci, juga pelarangan ini mungkin salah satu pengetatan itu. Entahlah.. Hanya foto-foto ini yang sempat kami ambil.

Yang jelas sabtu itu sudah membawa cerita baru dalam hidup devi. Dan devi diberi kesempatan bertemu dengan orang-orang baru yang memberi nuansa tersendiri di sudut memori dan relung hati ini…

Jumat, Desember 05, 2008

Book : Catatan Hati Seorang Istri

Baru aja selesai baca buku Catatan Hati Seorang Istri. Berbagai kisah tentang wanita dan dibalik perannya sebagai seorang istri. Menyentuh...

Berikut ini beberapa kutipan yang membuat devi berpikir, tersentuh, merenung. I always made this kind of note from the book I’ve read. They usually bear in my mind forever, whether its something enlighten or disapprove.

Catatan Hati Seorang Istri/Asma Nadia.- Depok: Lingkar Pena Kreativa, 2007.
130hlm; 20,5cm.

…Khawatir akan iman dan keikhlasan yang tidak seberapa. Ragu akan kemandirian, karena bertahun-tahun saya merasa dimanjakan dan menjadi tergantung kepada pasangan dalam banyak hal. Kesiapan menghadapi apapun takdir-Nya, sungguh bukan perkara mudah. (Hal vii)

“… Jika saya menikah lagi: Pertama, kebahagiaan dengan istri kedua belum tentu… karena tidak ada jaminan untuk itu. Apa yang di luar kelihatan bagus, dalamnya belum tentu. Hubungan sebelum pernikahan yang sepertinya indah, belum tentu akan terealisasi indah. Dan sudah banyak kejadian seperti itu.”
Benar sekali, komen saya dalam hati.
“Yang kedua, pak?”
Lelaki itu terdiam, lalu menatap saya dengan pandangan serius.
“Sementara luka hati istri pertama sudah pasti, dan itu akan abadi.”
Saya melihat Pak Haris menarik napas panjang, sebelum menuntaskan kalimatnya.
“Sekarang, bagaimana saya melakukan sebuah tindakan untuk keuntungan yang tidak pasti, dengan mengambil resiko yang kerusakannya sudah pasti dan permanen?” (Hlm 5)

Tidak cantik dan karenanya tidak bisa mencintai?
Lihat Rasulullah yang bersedia menikahi perempuan yang 25 tahun lebih tua darinya, bahkan ada yang lebih tua dari itu.
Lihat para sahabiayah… perempuan yang menerima pinangan Bilal Bin Rabah!
(Hal 15)

Laki-laki.
Tetap saja saya tidak mengerti. (Hal 43)

Apakah para lelaki yang berpoligami, mereka yang beralasan menikah lagi dengan kerangka sunnah Nabi atau alasan mulia lain, pernah sekejap saja merenung bahwa tindakan mereka telah menggoreskan tidak hanya luka yang coba diobati oleh perempuan, tetapi juga stempel baru yang tidak mengenakkan bagi istri pertama? (Hal 112)

“Bu, dalam perkawinan, kedua belah pihak haruslah berbahagia. Bila satu berbahagia atas penderitaan pihak lainnya, maka perkawinan itu sudah tak bisa dikatakan baik. Dalam hal ini, perempuan dan laki-laki memiliki hak untuk berbahagia dengan porsi yang sama.” (Hal 126)

...bahwa bagaimana pun, sebaiknya perempuan haruslah mandiri dan bekerja. Tentu tak harus bekerja di luar rumah jika itu menyulitkan. Bekerja dari rumah dan menghasilkan sesuatu bagi dirinya sendiri, merupakan hal yang baik untuk menumpuk kemandirian serta kesiapan mental ketika terjadi musibah. (Hal 135-136)


Jika saja tak ada iman, Cinta, aku nyaris tak kuasa melanjutkan hidup tanpamu. (Hal 176)

“… Selama Allah ridha kepada saya.” (Hal 185)

Hari pertama menjadi ibu.
Hari pertama ketika menerima hadiah terbaik yang Allah limpahkan kepada setiap perempuan.
Karunia yang di kemudian hari menjadi sumber kekuatan bagi setiap istri ketika merasa lemah dan linglung mencari pegangan. Sumber dari semua keceriaan, di saat hati diam-diam menangis. (Hal 191)


Dengar nak, Ibu talalu barsi dan ikhlas untuk beta. Jadi Aba seng bisa ganti dengan orang lain.” (Hal 200)

Catatan devi :
Buku yang indah. Membuat devi jadi bercermin pada diri sendiri. Apapun bisa terjadi di masa yang akan datang, apapun bisa terjadi dalam rumah tangga yang sedang devi jalani ini, apapun bisa terjadi pada devi sebagai seorang istri dan ibu. Maka hanya kepada Allah lah devi berserah diri, memohon keikhlasan, memohon kekuatan.

Selasa, Desember 02, 2008

Before Bed Time

Ini adalah foto-foto ritualnya Qaisha sebelum tidur. Pertama-tama dia harus ngeluarin semua buku dari tempat peyimpanannya. “Ku..ku..ku..” (buku maksudnya) katanya sambil menunjuk ke tumpukan buku. Tapi “Ku..ku..ku..” ini bisa juga artinya kupu-kupu. Tergantung dia ngomongnya di mana, klo lagi di luar rumah atau klo lagi liat gambar binatang itu artinya Kupu-kupu.

Abis itu kita bacain satu-satu. Mulai dari Juz’amma untuk Anak-anak yang tebalnya ratusan halaman sampai cerita keluarga tikus yang cuma 5 halaman board book. Sambil membalik halaman biasanya tangannya sibuk menunjuk-nunjuk sambil bilang “nih..nih..” maksudnya dia minta kita kasih tau itu apa yang dia tunjuk. Tapi ada juga aksi-aksi ngerobek halaman buku hanya karena dia ga sabar aja buat ngebukanya. Sudah banyak buku yang jadi korbannya, dan yang selamat ya cuma buku yang jenis board book. Untuk anak seusia Qaisha emang paling aman kasih buku jenis ini atau yang terbuat dari kain. Usianya akan lebih lama menghadapi anak-anak yang motoriknya masih belajar ini.

Salah satu buku yang hampir menjadi serpihan lembaran ini (hiperbola bangeddd) adalah yang judulnya Conejito. Buku ini termasuk koleksi devi yang cukup penting. Selain ada tanda tangan penulisnya, Margaret Read MacDonald, buku ini juga pernah menemani devi dongeng di RSCM (ceritanya ada di sini). Devi suka sekali buku ini karena ada lagunya, bisa digunakan untuk mengenal binatang, dan yang penting mengajarkan beberapa kata dalam 3 bahasa yang berbeda. Duh klo liat kondisi bukunya sekarang agak-agak sedih juga sih. Tapi kalo inget gimana kita (devi, ayah dan Qaisha) bergembira bersama : nyanyi-nyanyi sambil tepuk tangan, “memukul” buku sambil berujar “BUM” serta ngeliat wajah Qaisha yang menikmati cerita, maka its all worth it. Ga papa deh bukunya rusak, yang penting we have a wonderful moment together with the book, we have share great moment together.

Nah sekrang ada tambahan ritual lain sebelum tidur. Kami harus “mengganggu” tidurnya tetangga dulu dengan suara nyanyain ga jelas kami yang diiringi oleh organ tunggal eh pianika tunggal deh…hehehe…. Intinya tetangga ga boleh tidur sebelum kami tidur…hahaha… Semua ini berkat Qaisha yang gigih mengobrak-abrik lemari lalu menemukan pianika biru itu. Maka tidak ada malam yang kami lewatkan untuk memainkan alat musik itu sambil nyanyi lagu yang hanya kami saja yang mengerti. Terutama ayah yang akhirnya bisa menemukan alat yang bisa mengasah cengkok dangdutnya yang ia percayai sudah menjadi bakat alami…hehehe… Qaisha pun ga mau kalah. Setiap malam pasti sibuk memencet tuts-tuts pianika dan terus berusaha mengeluarkan suara dari benda itu seperti yang dilakukan ayah meskipun sejauh ini masih belum ada hasilnya. Sedangkan devi cukup menjadi penonton saja. Pernah sekali ikut-ikutan “konser” tapi ya sudahlah, devi sadar not-not balok bukan buat devi. Dan lagi kan tiada konser yang ga ada penontonnya bukannn???

Setelah itu semua dijalani dan Qaisha mulai mengusap-usap matanya itu artinya dia udah ngantuk. Apalagi klo udah bilang “Bobo…bobo…”, baru deh kita semua tidur. Dan pastinya ga lupa doa dulu…. Selamat tidur, cantik.

The Big Project

My big project is bikin kue ulang tahunnya ayah. Why its big? Coz its my FIRST birthday cake. Dibuat dengan tangan sendiri dan khusus untuk orang yang devi sayangi…ciee….suit…suit…!

Kue ini persiapannya satu bulan. Mulai dari menentukan mau pake kue yang mana, apa aja yang harus dipersiapkan, kapan harus bikin kuenya lalu kapan menghiasnya, kapan mau beli bahan-bahannya (atau bahasa kerennya timeline-nya), temanya apa, bentuknya kayak apa, sampai contack person yang harus dihubungi untuk keperluan ini. Wuih…heboh ya? Ya iyalah, secara devi ga ngerti apa-apa soal bikin kue ulang tahun. Baru aja lulus –klo boleh dikatakan lulus- dari kelas cake dasar tau-tau udah pingin langsung bikin kue yang cantik dan sempurna di hari istimewa seseorang. Tapi syukurnya “seseorang” itu ayah klo orang lain persiapannya pasti lebih heboh lagi dan mungkin perlu nambah satu bulan lagi…hahaha…

Tapi internet sungguh alat luar biasa. Dari situlah devi dapat banyak yang yang memang devi perlukan untuk bikin kue ini. Ketemu berbagai foodie blog yang luar biasa and very inspiring serta bikin devi jadi semangat belajar tentang baking2an. Devi jadi tahu bahwa bayak sekali hal yang diperlukan untuk menyiapkan sebuah kue, tidak hanya dari segi peralatannya saja, tapi juga perlu pengetahuan dan kreasi, imajinasi dan kecerdikan, and not to mention the story behind it. Yes, every cake has its own story.

Maka dengan segala keterbatasan devi, inilah hasilnya :




Cakenya adalah Brownies Kukus. Kue ini devi pilih karena dia bisa terdiri dari 3 layer dan devi ga terlalu repot menyiapkan filing (soalnya belum tahu caranya bikin filing…hehehe…). Dari segi rasa enak dan nyoklat banget. Dia tebal dan kokoh jadi cukup ngenyangin meski kuenya kecil (Soalnya dandang devi cuma muat buat loyang 22 aja…hehehe… Klo lebih besar dari itu ga muat). Tapi waktu ngukusnya sempet ada accident yang bikin devi sempet agak-agak panik. Bagian atasnya sempat bompel terkena serbet yang diikat di penutup dandang. Ternyata ikatan serbetnya ga kenceng, jadi uap airnya berkumpul di tengah sorbet dan jatuh mengenai adonan. Untungnya langsung ketahuan jadi langsung serbetnya diganti dan dilanjutin ngukusnya. Itu juga salah satu kelebihan brownies ini, yaitu tahan banting….hehehe… dan dia ga perlu ngembang!

Karena ayah pengidap penyakit narsis yang akut jadi kuenya pake edible. Usulan foto yanga ada Qaisha ditolak ayah. Ternyata ayah punya foto sendiri yang bikin dia keliatan karismatik (berdasarkan pengamatan ayah sendiri sih, orang lain mah ga tau…hehehe). Edible-nya devi pesen di Ina Larizz
seminggu sebelumnya. Untuk cara nempelin ediblenya devi konsultasi dulu ke Ira yang emang udah pakar. Wah ira dengan sangat baik hati ngasih tahu cara-caranya, juga tentang whip cream sebagai base hiasan kue. Thank you ya, ra.

Dekorasi kuenya juga sederhana sekali. Karena ya itu pesen ayah pingin fotonya keliatan karismatik jadi ya sudah dibuat lah yang ga terlalu rame. (Padahal sih devi ga punya perlengkapannya aja…hehee… Dan ga tahu caranya make spuit…hahaha… Padahal udah beli meskipun ilang sih). Tapi punten ya yah, klo kuenya malah jadi keliatan girly dengan bunga-bunga kecil itu dan cherry merah ijo yang ga jelas…hehehe…

Bagian yang paling mengasikkan dari menghias kue ini adalah waktu bikin pager dari coklat. Untungnya devi sempet beli buku Menghias Kue dengan Coklat. Di buku itu diajarin cara bikin pagar dari coklat dengan bentuk-bentuk yang abstrak. Coklatnya tinggal dicairin, trus oleskan coklat itu di atas mika (plastik yang biasa dipake buat OHP). Bentuknya terserah, kalo yang devi buat bentuknya bulat lonjong. Lalu kasih olesan coklat putih cair sebagai aksen. Masukkan ke dalam freezer kurang lebih 3 menit dan hasilnya akhirnya adalah pagar-pagar yang abstrak. Untuk catatan aja; ketebalan coklat yang dioleskan di atas mika sebaiknya agak tebal supaya waktu dilepaskan dari mika tidak mudah pecah. Buku ini juga disertai VCD jadi kita bisa liat cara pembuatannya secara langsung.

Pagar coklat itu ternyata bisa bikin kue devi terlihat agak berani, jadi ga terlalu pucat dan kosong. Tapi emang devi dasarnya orang yang tidak terlalu berani, kalau membuat apa-apa pasti selalu keliatan pucat. Wah harus sering bereksperimen nieh biar bisa menghias kue lebih rame.

Lama pembikinan kuenya memakan waktu dua hari. Eits bukan dua hari dua malam ya. Kuennya dibikin malam Senin jam 22.00 wib selesai jam 24.00wib. Ngehiasnya malam Selasa jam 23.30wib selesai 1.30wib, jadi total kira-kira 4 jam lah….hehehe… Maklum amatiran jadi butuh waktu lama Buanged! Dan lagi emang harus nunggu Qaisha tidur dulu baru bisa konsen ke kue.

Ngerjain kue ini sih sebenernya cukup menguras tenaga dan pikirin devi (perencanaannya sebulan, bo! maklum project pertama…hehehe..dasar amatiran), tapi menyenangkan dan bikin ketagihan. So next project is Klapertart buat Idul Adha.

Oh iya, bolu gulung juga buat orang-orang kantor.

Ps: Buat ayah; semoga suka ya sama kue ultahnya.

Happy Birthday, ayah.

Kamis, November 27, 2008

My First Cooking Adventure

I’m so in to cooking lately. Lagi seneng-senengnya bikin kue dan blog walking sana sini buat nemu resep-resep baru dan yang pastinya harus gampang. Tiada hari tanpa hunting resep-resep dan liat gambar aneka kue. Sejak ngambil kursus Cake Dasar di NCC, tangan ini jadi gatal buat nyoba segala macam resep kue, terutama kue-kue yang diajarin di kursus itu. Tapi karena keterbatasan waktu (halah ngeles aja) jadinya paling bisa bereksperimennya di hari sabtu atau minggu. Tapi lebih sering sih minggu, karena sabtu biasanya ayah masih ngantor dan devi lebih senang menghabiskan waktu “bergumul” dengan Qaisha daripada tepung dan telur…hehehe…

So far dari 6 resep yang diajarkan di kursus baru 3 yang dipraktekan lagi, yaitu Butter Cake, Brownies Kukus dan Cinnamon Cake. Butter Cake pertama kali devi coba karena dia terkenal sebagai kue yang anti gagal, jadi ga ketahuan klo ternyata hasilnya sebenernya gagal….hehehe… Browinies Kukus devi coba setengah resep dulu, dan ternyata setengah resep itu ga cukup buat memenuhi kebutuhan 5 mulut di rumah…cieee… (Ceritanya laku banget tuh kue). Sedangkan Cinamon Cake jadi kesukaan Qaisha karena teksturnya yang terasa lembut. Dan devi baru tahu kalo jenis cake coklat itu akan terasa lebih enak setelah beberapa hari dimakannya, jadi ga langsung di makan setelah dia keluar dari oven. Ini devi ketahui setelah devi makan sisa butter cake yang ada di kamar dan ga dimakan-makan ayah setelah 3 hari kue itu jadi. Iseng aja nyobain itu butter cake sebelum dibuang takut udah jamuran. Eh ternyata malah lebih enak lho.

3 resep lagi yang belum devi praktekan adalah Sponge Cake, Bolu Gulung, dan Lapis Surabaya. Entah kenapa devi masih enggan mencoba Sponge Cake, padahal cake ini katanya banyak jadi dasar cake-cake yang lain seperti Tiramisu. Tapi mungkin sifatnya yang harus mengembang bikin devi jadi rada-rada ogah nyoba…hehehe…emang senengnya main aman nieh.. Lapis Surabaya butuh telur banyak dan ga mungkin devi coba klo lagi tanggal tua. Sedangakan untuk Bolu Gulung masih perlu loyangnya….hehehe…ada aja alasannya. But anyway, devi pasti akan praktekkin ntu kue satu-satu suatu saat nanti.

Weekend kemarin devi coba bikin Cinamon Cake dan juga nyoba bikin Klapertart yang praktis. Wuih ternyata laku juga 2 kue itu.

Berikut ini resep Cinamon Cake yang devi dapet dari kursus
NCC :

Cinamon Cake
dari kursus NCC




Bahan :
120 gr mentega
½ sdt vanili
250 gr gula pasir
2 btr telur
200 gr tepung terigu
1 sdt BP
150 gr susu segar (UHT)
2 sdt bubuk Cinamon (aslinya ga ada)

Bahan pelengkap : Gula bubuk (/gula donat) dan bubuk kayu manis.

Cara membuat :
Kocok mentega, gula, vanili hingga mengembang dan pucat. Masukkan telur, kocok lagi hingga tercampur rata dan mengembang.
Masukkan tepung dan susu secara bergantian, sambil diaduk hingga rata.
Oven hingga matang (lk 30’ untuk loyang bulat garis tengah 20cm).
Angkat, dinginkan. Ayak gula donat dan bubuk kayu manis di atasnya. Potong-potong.

Karna mentega yang dikocok duluan kuenya jadi empuuukk banget. Qaisha suka banget, klo gigit kuenya pasti langsung ukuran besar sampe hampir keselek…hehehe..

Resep Klapertart yang berikut ini devi dapet dari blognya
Alm. Bunda Inong (amazing blog, inspiring person). Dan sesuai namanya resep ini bener-bener praktis dan hasilnya enak banget. Ayah suka banget apalagi klo dimakannya waktu masih hangat.

Klapertart Praktis Ala Bunda Inong


Bahan :
4 lembar roti tawar, sobek kecil-kecil
100 ml kara + 100ml air, rebus sampai matang
125 gr gula pasir
50 gr tepung terigu
4 butir telur, kocok lepas
2 buah kelapa muda, keruk dagingnya
1/2 sdt vanili
1/2 sdt garam
Kismis secukupnya
Kenari secukupnya (devi ga pake)

Cara membuat :
1. Rendam roti tawar dalam santan panas dalam satu wadah, aduk rata.
2. Masukkan semua bahan ke dalam adonan roti.
3. Cetak di loyang 20x20 yang telah diberi mentega (devi pake cup2 kecil dr aluminium foil dapetnya 10 cup).
4. Oven sampe kuning kecoklatan dengan suhu 175C
5. Dinginkan, potong-potong.

Bikin kue ini, meskipun praktis, tapi nyari bahannya ternyata cukup butuh perjuangan juga buat devi. Yaitu buat nyari kelapanya. Sebenernya di depan kompleks tuh ada yang jual es kelapa muda, tapi kok ndilalah pas hari minggu itu dia kok tutup. Yo wis rencananya kita mau cari di Pondok Pinang, tapi pas mau lewat Pasar Jumat ternyata muaceetttt...cet...cet...cet gara-gara ada galian yang makan hampir setengah jalan. Sejago apapun ayah mengendarai si Bajai (julukan kami untuk motor 2T ayah) tapi males aja harus melewati jalanan macet di hari libur. Lalu kita pun putar arah ke arah Ciputat. Ga jauh dari perempatan pasar Jumat ada yang jual es kelapa muda dan di sanalah kita berhenti. Menunggu si penjual memecahkan kelapa dan mengerok isinya Qaisha main-main di patung kuda di depan toko barang antik. Di daerah situ memang terkenal dengan toko-toko barang antiknya.

Nah pulangnya karena menghindari pulang lewat Pasar Jumat kita pun memilih pulang lewat Pamulang dan keluar di Pondok Pinang. Tapi apa yang terjadi saudara-saudara? Di tengah jalan tiba-tiba brrr mendadak turun hujan! Langsung aja kita minggir untuk berteduh di salah satu mini market. Qaisha ketika itu sedang tertidur lelap. Tapi bodohnya devi ga bawa jaket dan jas hujan karena devi pikir ga akan pergi lama dan terlalu jauh. Akhirnya Qaisha devi selimuti dengan jas ayah, sedangkan ayah hanya memakai kaos dan kami melanjutkan pulang dengan cuaca yang kadang gerimis dan kadang berhenti.

Pun begituu, its all worth it. Klapertartnya enak, dan ayah suka banget. Ayah juga sempet bawa dua kue itu ke kantornya. Dan karena Klapertart yang ini enak jadi pingin nyoba resep yang asli buat dibawa ke Bogor untuk acara Idul Adha besok. Kita lihat saja nanti terwujud apa enggak.



Hmmm…kebahagian tersendiri buat devi ketika ayah memuji masakan devi. Senangnya bisa bikin ayah senang dengan masakan, apalagi dari istri yang ga bisa masak seperti devi…hehehe…
Next project : Ayah's Birthday Cake

Selasa, Oktober 28, 2008

Iseng-iseng ajah..

Coba utak-atik foto di Flickr. Dan inilah hasilnya. Just a few, cuma sekedar mau tau aja gima cara edit foto. Wuih ternyata perlu imajinasi dan kudu kreatip. Dan inilah hasil editan amatiran...hahaha... Ga kreatip and ga imajinatip...heehehe..






The original :



Kamis, Oktober 23, 2008

Dan Devi pun Mengambil Kursus itu...

Ya, akhirnya devi pun ikut kursus bikin kue. Sesuai dengan kemampuan, kursus yang diambil pun judulnya mengenal Cake Dasar. Materi yang diajarkan adalah cake-cake dasar yang nantinya bisa dimodifikasi menjadi berbagai macam kue. Kursus ini devi ambil di Natural Cooking Club (NCC). Lokasinya di Matraman di rumah sang pengajar, suhunya cooking dan baking, Fatma Bahalwan. Sebenarnya NCC juga mengadakan kursus di dua tempat lainnya, yaitu di Toko Bahan Kue (TBA) Titan di Fatmawati dan TBA Jojo di Bintaro. Padahal devi lebih deket yang ke Fatmawati, tapi karena dari segi waktu dan materinya paling cocok yang Matraman maka devi ngambil yang di sana. Kalo mau tahu tentang kursus-kursus NCC dan jadwalnya bisa dilihat di sini.

Ini adalah kursus memasak pertama yang devi ikuti, dan agak sedikit terkejut karena ternyata tempatnya adalah di sebuah rumah. Devi kira tempatanya itu toko-toko atau ruko. Sebelum pergi ke sana devi tanya dulu ke
Ira, yang sudah lebih lama berguru di sana, arah serta patokan menuju ke sana. Ternyata ga sulit-sulit amat. Sempet bingung sih rumahnya yang mana tapi kalau nanya orang sana pasti tau dimana rumah yang suka jadi tempat belajar masak. Begitu juga devi yang baru mau bilang numpang nanya tau-tau orang yang ditanya udah nebak duluan mau nyari tempat yang buat belajar masak ya?...hehehe... Mungkin udah belasan orang nanya pertanyaan yang sama ke dia hari itu.

Karena tempat kursusnya di rumah itu jadi suasannya lebih enak dan santai. Yang ngajar pun ngajarnya enak dan jelas. Dan yang lebih penting dia suka ngasih tips-tips yang gampang untuk diikuti. Ketahuan sekali kalau bu Fatma itu orang sudah malang melintang di dunia masak memasak ini. Berbagai pertanyaan bisa dijawabnya dengan mudah, dan ya itu selalu disertai dengan tips-tips. Melihatnya menguleni adonan, caranya memecahkan telur, gerakannya meraih berbagai peralatan dan apa yang harus dilakukan selanjutnya kentara sekali kalau sudah ratusan kue dihasilkan dari tangannya yang terampil. Duh klo liat bu Fatma beraksi bikin kue kayaknya gampang aja dan pasti jadi dengan sempurna. Padahal yang dipraktekin tuh cake-cakenya aja belum apke hiasan, tapi udah keliatan cantik aja. Dan yang pastinya hasilnya rapi.

Pulang dari sana bawaannya pingin langsung praktek, tapi apa daya dua minggu ke depan setelah kursus itu devi lagi ngungsi di Pulo Gebang. Eyang sejak tanggal 24 Oktober pergi ke Palembang dan baru balik tanggal 22 Oktober. Karena kita baru bisa pindah-pindahannya di weekend aja maka jadilah kita ngungsi selama dua minggu. Waktu itu rasanya gemesss banget ga bisa langsung praktek karena di Pulo Gebang ga ada "peralatan perang" buat baking2-an". Yo wis, sabar aja. Di Lebak Bulus pasti jadi ajang pelampiasan bikin kue....hehehe...

Lebih lengkap tentang kursus yang devi ikuti waktu itu bisa dilihat
di sini.

Rabu, Oktober 08, 2008

Qaisha, the Stuntbaby : Cerita Idul Fitri 1429H

Yup, itulah julukan Qaisha sekarang ini. Usianya belum lagi genap 17 bulan, tapi polahnya sudah bikin kami berpikir nanti besarnya Qaisha bakal jadi pemanjat tebing atau stuntman eh stuntwoman. Bagaimana tidak? Segala sesuatunya harus dibuat menantang bagi dia. Naik motor tidak lagi bisa duduk manis, sekarang harus ada aksi-aksi akrobat macam satu kaki di stang motor, satunya di tempat duduk dan satu tangan melambai-lambai. Duduk di troley yang ada mobil-mobilannya jangan harap mau masuk dengan cara normal dari pintu yang terbuka, tapi memanjat dari pintu yang satunya (bukan untuk masuk) justru jadi pilihannya. Atau juga aksi-aksinya yang tiba-tiba meloncat keluar dari troley tadi tanpa ba bi bu.

Devi dan ayah baru menyadari bahwa ternyata Qaisha termasuk anak yang tidak bisa diam. Setelah diobservasi mendalam (ehem...ehem..) ternyata ia hanya bertahan diam paling lama 15 detik itupun jika lagi nenen. Selebihnya jangan harap bisa melihat dia duduk manis. Waktu makan pun harus diiringi aksi naik turun kursi biar dia mau makan. Oma cantik yang dari Palembang juga sempat gemas melihatnya ketika berkunjung waktu lebaran kemarin. Masih mending jika Qaisha sudah bisa berjalan lurus dengan baik dan benar, tapi dia sudah terkenal dengan bayi yang tidak melihat jalan kalo lagi jalan dan lari (apa siiihhh??) alias nabrak sana sini, kesandung ini itu. Kami sepakat tiga jahitan (operasi) tampaknya hanya menunggu waktu saja...hehehe... (Amit-amit, mudah-mudahan enggak ya).

Dari umur 11 bulan Qaisha sebenernya paling takut sama ayam. Dia takut denger suara kokokan ayam yang tiba-tiba. Tapi sekarang, ga tau kenapa, dia malah paling sering ngomong ayam. Klo ayah pulang dan kita tanya itu siapa yang pulang, jawabnya ayam, klo lagi main-main sendiri tiba-tiba dia datang ke devi lalu bilang ayam, atau bahkan tidak ada apa-apa tiba-tiba satu kata itu meluncur begitu saja tanpa ada hujan atau angin.

Qaisha juga sudah pandai menggerak-gerakan tangannya untuk menunjukkan suatu binatang, seperti kelinci dengan menaruh kedua tangannya di atas kepala, meliuk-liukkan satu tangan sambil mendesis pelan untuk menunjukkan ular, berkata aum untuk harimau, puss untuk kucing, mbee untuk kambing dan mengangguk-anggukkan kepala untuk kuda (seperti orang yang lagi naik kuda maksudnya).

Keahlian mimiknya berlaku untuk ekspresi marah dengan mengeluarkan suara hmmm, mengedip-ngedipkan mata untuk mata genit, suara ehe..ehe.. untuk nangis, dan yang paling menggemaskan ekspresi gregetnya. Devi paling seneng liat dia begitu. Luchuu! Tapi paling seneng klo liat dia denger suara adzan. Dia langsung mengangkat tangan sebagai posisi berdoa lalu mengusapkan ke wajah yang berarti amin. Meskipun lagi tidur klo adzan terdengar dia langsung membuka mata dan mengangkat tangan. Kalau adzannya selesai dia balik tidur lagi deh.

Sekarang berlanjut ke cerita libur lebaran yang baru lewat ini. Idul Fitri tahun ini sebenernya biasa saja. Devi, ayah dan Qaisha hanya pergi mengunjungi embah di sunter pada hari pertama lebaran. Kami tak sempat berkunjung ke rumah oma yang di Bogor yang setiap tahun devi kunjungi waktu lebaran sebelum devi menikah. Tapi yang membuat istimewa adalah keputusan devi untuk cuti cukup lama dari seminggu sebelum lebaran dan tambahan satu hari lagi setelah cuti bersama. Total libur devi kurang lebih 2 minggu. Lumayan lama kan? Dan seluruh waktu itu devi puas-puasin main sama Qaisha. Tapi ya begitulah, kalo ada ibunya dia lebih banyak mentil (maap)...hehehe...

Maksud hati libur puasa mau masak berbagai kue, tapi cuma berjalan selama dua hari saja, selebihnya devi kurang sehat sehingga menguapkan semangat memasak devi. Tapi meski begitu, satu puding yang devi bikin dan sempat dikasih tetangga sempet juga lho ditanyain resepnya..hehehe.. Awal Ramadhan sempet niat mo bikin kue istimewa untuk lebaran nanti, tapi setelah sempat cake-nya gagal dua kali, jadi urung deh. Akhirnya balik lagi mesen kue Ira yang dulu pernah devi pesen juga untuk ultahnya Qaisha. Kali ini requestnya rada-rada istimewa, karena devi pingin sesuatu yang beda. Devi akhirnya pesen cupcake bertema Idul Fitri, sekalian iseng mo bikin tantangan buat ira...hehehe... Walhasil oke juga lho. Cupcakenya ga mengecewakan meskipun sempet ada kendala pengiriman.







Malam takbiran Devi, ayah dan Qaisha menghabiskan waktu dengan bermain kembang api dan main lari-larian di mesjid. Malam takbiran di kompleks rumah devi memang sudah jauh berkurang kemeriahannya dari waktu dulu devi masih kecil. Tak ada lagi orang yang keliling menabuh beduk dan meneriakkan takbir seperti dulu. Karna tahu akan sepi makanya devi sudah rencana mau bakar kembang api pas malam takbiran biar sedikit rame. Tapi kayaknya bakal lebih rame klo pasang petasan juga...hehehe..

Seperti tahun lalu devi juga tidak bisa ikut sholat Ied karena harus menunggui Qaisha. Qaisha masih belum bangun waktu eyang dan ayah siap-siap berangkat sholat Ied. Udah ketebak Qaisha bakal bangun siang karena malamnya dia kelelahan lari-larian di masjid sehabis main kembang api. So, sambil menunggu ayah dan eyang balik dari sholat Ied devi coba bangunin Qaisha. Agak-agak susah awalnya dan qaisha sempet ngambek waktu tidurnya diganggu, tapi devi punya senjata ampuh buat nenangin dia, yaitu nenen...hehehe.. Sambil nenen devi ajak ngobrol dia tentang hari apa hari itu, mau ada acara apa aja hari itu dan kenapa Qaisha harus segera siap-siap. Setelah itu devi ajak main ciluk ba. Qaisha paling seneng main ciluk ba. Meskipun lagi nangis atau lagi apa, tapi klo diajak main ciluk ba moodnya dia langsung berubah, dia langsung ketawa-ketawa memperlihatkan gigi-ginya yang semakin lengkap.

Pas ayah dan eyang pulang Qaisha udah siap dengan baju barunya. Udah mandi, udah wangi, udah rapi dan siap buat halal bi halal di mesjid. Thanks untuk Mama Bintang & Luna, Qaisha punya baju lebaran yang indah tahun ini. Baju muslim Pink dengan jilbab senada yang lucu. Sejak mesjid di dekat rumah berdiri tradisi keliling ke rumah-rumah tetangga sudah tidak ada lagi, sebagai penggantinya kita semua kumpul di mesjid dan bersalam-salaman di sana. Kecuali klo ada yg telat atau ga bisa datang ke mesjid baru deh dia keliling mengunjungi rumah tetangga satu persatu. Kayak tahun lalu devi ga bisa ikut sholat ied dan halal bi halal ke mesjid karena Qaisha yang belum bangun juga akhirnya harus keliling sendirian. Untung Santi, tetangga devi, ketika itu juga ga sempat ikutan acara ke mesjid. Maka jadilah kita bertiga -Devi, Santi dan Qaisha- keliling ke dua RT.

Sowan ke rumah saudara hanya kami lakukan di hari lebaran pertama saja. Hari kedua dan seterusnya kami habiskan dengan bermain-main bertiga. Selama liburan itu Qaisha juga menikmati naik delman. Kalau denger suara kerincingan delman dia akan langsung menunjuk-nunjuk keluar. Sepertinya Qaisha memang suka dengan kuda. Kalau main di tempat permainan Carefour dia pasti naik permainan kuda atau naik komidi putar. Tapi untuk naik komidi putar kita nunggu dulu ada yang mau masukin koin, jadi numpang maksudnya...hehehe...(emang dasar devi orang tua ga modal...hehehe..).

Nah di hari keempat libur lebaran kita sempet main ke PI Mall dan main di Fun World-nya. Dibandingkan dengan tempat permainan Carefour, di sini mainannya lebih banyak dengan sistem koin yang lebih canggih. Ga perlu masukin koin, tapi harus gosokin kartu. Jadi kita diharuskan beli kartu perdana dulu seharga minimal Rp10.000. Klo habis bisa diisi ulang lagi. Devi perhatikan permainan di sana minimal seharga Rp2.500 sampai yang paling mahal Rp25.000 untuk tempat permainan yang ada kolam bolanya. Di permainan yang ada kolam bolanya ini anak-anak bisa bermain selama setengah jam. Untuk kartu perdananya devi beli Rp20.000 tadinya maksudnya mau main di kolam bola itu, tapi waktu beli kartu perdananya devi masih belum tahu harganya, jadi masih kurang deh. Mau isi ulang lagi tapi kok males ya. Ya sudah akhirnya kita putusin naik komidi putar. Yang ini namanya lebih keren : Merry Go Around. And guess what? Untuk naik itu menghabiskan setengah dari kartu perdana yang devi beli. Wah klo naik di carefour bisa naik tiga kali tuh. Tapi berhubung komidi putar ini pilihan kudanya lebih banyak dan ada juga yang berbentuk mangkok, tidak hanya kuda, serta dengan besar putaran yang juga tiga kali lebih besar dari di Carefour kita sih puas-puas aja. Hahaha...ternyata devi punya modal juga!


Abis naik komidi putar, kita naik kuda yang lain. Kali ini kuda yang dinaikin gerakannya maju mundur aja. Ada dua pilihan kuda yang kecil dan yang besar. Qaisha pilih yang lebih besar dong, kan lebih menantang; menantang untuk jatuh maksudnya...hehehe... Abis itu Qaisha naik mobil pemadam kebakaran. Kali ini maksudnya supaya dia ga bolak-balik manjat mobil kebakaran itu jadi mending kita naikin ke mobil biar dia berhenti bergerak sebentar. Lanjut ke permainan berikutnya kita kembali lagi ke kuda lagi tapi kali ini saudaranya kuda yang terkenal bodoh alias keledai. Untuk yang satu ini harus sedikit berbeda dan dibikin lebih menarik buat Qaisha. Bukannya lihat kedepan dan berpegangan pada leher si keledai, Qaisha malah duduk menghadap belakang dan berpegangan pada beban yang dipikul keledai. Alasannya : biar dapet view yang berbeda...hahaha... Permainan yang terakhir yang dinaikin adalah motor. Kali ini sih buat ngabisin isinya kartu perdana aja..hehehe..

Mempertimbangkan tingkah Qaisha yang ga bisa diam akhirnya kita putuskan untuk melepas Qaisha di lapangan bola. Udah sejak Ramadhan kepikiran buat ngajak main Qaisha di lapangan bola dekat pasar. Kan pasti asik tuh, mau jatuh, mau guling-gulingan, mau lari-lari sok wae lah, lapangannya kan juga lumayan luas. Maka sore hari di hari kelima libur lebaran devi dan ayah akhirnya jadi juga main-main di lapangan bola itu. Syukurnya lapangan bolanya belum ada yang mainin jadi asyik lah kita bertiga main-main di lapangan berumput itu. Senang sih, tapi kita cuma sebentar karena hari sudah mulai sore dan Qaisha belum bobo siang jadi dia kelihatan ga terlalu bersemangat.

Di hari kelima libur lebaran itu paginya devi pergi menjenguk teman kuliah yang baru punya anak, Arief. Karena tak terlalu jauh devi pun membawa Qaisha. Kita berdua pergi dengan 3 orang teman kuliah devi lainnya; Tomo, Eine dan Hendriyan. Ayah tidak ikut karena mau ke dokter. Sepanjang perjalanan di angkot Qaisha hanya diam saja. Rupanya jalan-jalan dan pemandangan yang baru dilihatnya membuatnya diam dipangkuan devi. Di rumah Arief awalnya Qaisha masih malu-malu, ga mau lepas dari devi. Tapi ga berapa lama kemudian dia sudah sibuk bolak-balik lari ke ruang tamu dan kamar tempat si dedek yang baru lahir. Lalu sibuk naikin sepeda yang ada di situ. Hmm.. kayaknya untuk adabtasi tempat baru Qaisha ga butuh waktu lama. Syukurlah dia tidak termasuk anak yang terlalu pemalu.

Hari Minggu pertama setelah lebaran kita pergi ke pasar Mayestik. Karena eyang kangen sama bakso yang ada di sana, maka jadilah kami tiga genarasi -eyang, devi dan Qaisha- pergi jalan-jalan ke sana. Di bis Qaisha jatuh tertidur, bahkan ketika sampai di Mayestik pun dia masih juga tidur. Ada untungnya juga Qaisha tidur, jadi devi bisa makan. Kalo dia bangun, kita malah akan sibuk jagain dia ke sana kemari. Setelah selesai makan baru deh kita bangunin Qaisha. Awal-awalnya dia masih bingung, ga ngenalin tempat. Ga berapa lama kemudian mulai lagi deh pecicilan ke sana kemari.

Liburan yang menyenangkan! Menyenangkan karena devi bisa banyak bermain dengan Qaisha. Qaisha sudah semakin besar sekarang. Wataknya sudah mulai terlihat. Devi dan ayah mulai agak-agak kewalahan menghadapi Qaisha yang suka tiba-tiba ngambek kalau keinginannya ga diturutin. Entah sudah berapa kali dia melakukan aksi tidur di lantai Carefour atau di jalan kalau apa yang dia inginkan tidak dipenuhi. My Qaisha sudah punya keinginan sendiri. Tapi sekarang kalau diajak komunikasi dia sudah mulai mengerti. Kalau diminta melepas sepatu atau sandalnya dia sudah tahu atau minta tolong mengambilkan sesuatu dia juga sudah mengerti.

Cepat besar ya, neng. Semoga jadi anak sholeh. Doa ibu selalu buat Qaisha.

New Pic of Qaisha

Hanya sekedar memanfaatkan pakde yang jago moto...hehehe..
Silahkan dinikmati, tapi dilarang copy paste tanpa menyebutkan sumber.

Cheers

















Selasa, September 23, 2008

A Little Girl Needs Daddy

By Nicholas Gordon

A little girl needs Daddy

For many, many things:
Like holding her high off the ground
Where the sunlight sings!

Like being the deep music
That tells her all is right
When she awakens frantic with
The terrors of the night.

Like being the great mountain
That rises in her heart
And shows her how she might get home
When all else falls apart.

Like giving her the love
That is her sea and air,
So diving deep or soaring high
She'll always find him there.

Rabu, September 10, 2008

1000 Kucing untuk Kakek

Bukan 10, bukan 100, tapi 1000. Jumlah yang tepat menggambarkan begitu banyaknya jumlah kucing yang ada di rumah kakek.

Kakek dan nenek merasa kesepian. Tak ada anak yang menemani dan menghibur. Lalu tiba-tiba kakek dapat ide memelihara kucing sebagai pengusir kesepian mereka. Nenek pun setuju. Keesokan paginya ketika ke pasar nenek bertanya kepada setiap penjual yang ada di pasar apakah ada yang punya seekor kucing kecil untuk diberikan kepada kakek. Namun hasilnya nihil. Kakek di rumah juga bertanya pada setiap orang yang lewat di depan rumahnya, mulai dari penjual mainan sampai Pak Haji, apakah ada yang memiliki seekor anak kucing untuknya. Tapi sama seperti nenek, hasilnya juga nihil. Malam itu keduanya tidur dengan hati yang sedih.

Namun apa yang terjadi selanjutnya?

Pagi itu kakek dan nenek terbangun ketika mendengar suara kucing yang mengeong. Kakek melihat ada seekor kucing di kamarnya, dan ternyata dibagian rumah lain nenek juga melihat ada lagi kucing kecil, dan ada lagi, dan ada lagi, ada lagi terussss sampai ke halaman. Kakek mulai kewalahan. Mungkin ada jumlahnya 1000, karena kakek tak berhasil menghitung kucing-kucing itu satu persatu.

Tapi dari mana kucing-kucing itu datang?

Ooo...rupanya orang-orang yang kemarin ditanya kakek dan nenek merasa kasihan lalu mencarikan kucing untuk kakek dan menaruhnya di rumah kakek dan nenek diam-diam. Walhasil begitu banyak kucing berkumpul di rumah kakek dan nenek. Kakek senang sekali, tapi kalau begitu banyak bisa repot juga. Kakek hanya perlu satu kucing. Lalu bagaimana akal kakek?

Wah banyak sekali surprise-surpise dari nukilan cerita di atas. Ini diambil dari buku anak favorit devi. Bukan hanya ceritanya yang sederhana namun menyentuh, tapi juga karena ada kehangatan yang hadir ketika buku itu ditutup. Banyak nilai yang bisa diambil dari buku ini, banyak rasa yang bisa dipetik dari membacanya.

Berbagai konflik yang ada kemudian terselesaikan dengan indah. Klimaksnya justru terjadi ketika kakek harus mencari akal bagaimana "menyingkirkan" kucing sebanyak itu. Dan jalan yang diambil kakek sungguh luar biasa. Kakek mengadakan lomba makan kue!. Siapa yang tidak mau makan kue enak gratis? Dengan bantuan tetangga dan meski harus merelakan tabungan mereka, lomba makan kue serabi itu berlangsung seru. Pesertanya adalah anak-anak sekolah di dekat rumah kakek dan nenek. Dan tebak apa yang jadi hadiah untuk pemenangnya? Yup, benar, ANAK KUCING. Dari juara 1 sampai 10 hadiahnya anak kucing. Bahkan yang tidak menang pun mendapat hadiah hiburan, yaitu ANAK KUCING.

Kisah ini ditutup dengan akhir yang luar biasa. Kakek dan nenek tidak lagi kesepian, bukan karena kakek akhirnya mendapatkan kucing yang diinginkannya, tapi karena ternyata anak-anak yang ikut lomba makan kue sekarang jadi senang main ke rumah kakek dan nenek untuk mendengarkan cerita dari kakek. Lihat saja ilustrasinya yang menggambarkan kakek sedang asyik mendongeng untuk anak-anak yang duduk disekelilingnya dan terlihat seekor kucing kecil sedang asyik duduk di pangkuan kakek. Ah indahnyaaa....

Buku yang pertama kali terbit di tahun 70-an lalu kemudian diterbitkan ulang di tahun 2007 (klo ga salah ingat) ini, pertama kali devi tahu dari sebuah kliping koran yang terbit tahun 80-an yang dikumpulkan dan di filing dengan sangat rapi sekali di rumah ibu Murti di tahun 2002. Ketika membaca kliping tersebut devi langsung tersentuh dan penasaran dengan ceritanya walaupun di kliping itu hanya ditulis ringkasa ceritanya yang tak lengkap. Tapi karena devi suka banget sama kucing dan cerita tentang sepasang kakek-nenek yang kesepian lalu memutuskan untuk mencari kucing sebagai penghibur mereka sangat-sangat menarik perhatian devi. Langsung saja devi hunting buku tersebut. Tanya ke sana ke sini yang devi tahu punya koleksi buku anak yg banyak, sempat juga nyoba nyari ke Perpusnas, dan usaha terakhir adalah pergi ke penerbitnya langsung, Djambatan. Tapi buku itu sudah habis terjual dan Djambatan tidak menerbitkan ulang. Sempat putus asa ketika itu. Tapi meskipun kunjungan ke Djambatan tidak berhasil mendapatkan buku yang devi cari, devi menemukan buku-buku anak terbitan Djambatan lain yang tak kalah bagus, dan dengan harga yang tidak masuk akal; mulai dari Rp1000 dan yang paling mahal Rp2500. Luar biasa! Padahal buku-buku itu adalah harta karun bacaan anak Indonesia. Bila dibandingkan dengan buku bacaan anak sekarang buku-buku tersebut secara fisik memang sangat jauh tertinggal, namun dari segi cerita -devi pikir- buku anak sekarang belum belum bisa mengalahi "rasa Indonesia" yang dihadirkan buku-buku tersebut. (Judul-judul bukunya menyusul ya)

Dan kemudian, di sebuah pesta buku di tahun 2007, devi menemukan buku itu di stand penerbit Djambatan. Luar biasa devi senangnnya devi. Seperti menemukan harta karun jutaan tahun. Djambatan ternyata memutuskan menerbitkan kembali buku-buku anaknya. Dari segi fisik tak banyak perubahan dari cetakan pertamanya. Awalnya devi berharap cetak ulang ini ilustrasinya akan berwarna dengan hard cover dan kertas mengkilap. Tapi setelah dipikir-pikir justru ilustrasi yang hitam putih itu membawa ceritanya terasa lebih dalam dan mengena. Ilustrasi yang terlalu rame mungkin malah akan terasa lebih heboh dan jauuh dari rasa yang dibawa cerita tersebut. (Hehehe...serasa jadi pakar bacaan anak nieh...). Maka dengan merogoh kocek yang tidak dalam devi pun membawa pulang buku itu dengan rasa senang bukan main. I've found my treasure...

Sang Penulis

Penasaran dengan penulisnya?

Ia tak lain dan tak bukan adalah tokoh legendaris berkumis tebal yang suka sakit encok, Pak Raden. Nama aslinya adalah Suyadi. Seorang penulis buku anak, ilustrator, puppeters dan pendongeng yang melegenda. Sosoknya yang sederhana jika tak mengenakan kumis tebalnya dan jubah kebesarannya akan sulit dikenali jika berpapasan di tengah jalan. Orangnya sunguh-sungguh humble. Tak pernah devi bertemu dengan orang seperti beliau. Benar pepatah yang menyatakan padi semakin berisi semakin merunduk, dan seperti itulah pak Suyadi.

Pernah suatu kali devi mengikuti tur mendongeng KPBA ke Yogyakarta dan Semarang bersama pak Suyadi. Di tengah jalan kami sempat berhenti sebentar untuk menikmati kue apem paling enak yang pernah devi makan. Tiba-tiba sang penjual apem bisa mengenali sosok pak Raden meskipun ia sedang tidak mengenakan kostumnya. Kami tersadar bahwa dipelosok manapun tokoh ini pasti dikenal orang. Dan dari situlah bibit pertama muncul untuk memberinya suatu acara khusus tentang beliau.


Karakternya begitu kuat tertancap di benak orang-orang, terutama para eyang dan orang tua seangkatan devi. Dan tokoh pak Raden ini sangat memorable sekali dengan kumisnya, sakit encoknya, sifat pelitnya, pohon jambunya dan suara menggelegarnya yang membuat ia tampak galak di benak anak-anak ketika itu.



-bersambung-

Senin, September 01, 2008

Ramadhan Datang...

Setiap ramadhan datang ada nuansa dan rasa yang hadir tersendiri. Ada asa, ada rindu, ada romantisme yang menyelesup pelannnnn sekali ke hati ini. Dan tahun ini pun begitu juga.

Pernah pada satu titik ramadhan terasa begitu membosankan buat devi. Terutama ketika tahun-tahun awal sepeninggal papa devi. Kenangan bagaimana kami dulu menyambut ramadhan, menjalaninya sampai merayakan Idul Fitri ketika papa masih ada terus terbayang selama bertahun-tahun setelah kematiannya yang semakin membuat hati devi jadi kelu. Alih-alih jadi bulan tarbiyah, devi malah diselimuti oleh kebosanan dan sempat mati rasa. Sepi. Itulah yang terasa.

Namun seiring berjalannya waktu sepi itu sedikit demi sedikit mulai memudar. Lalu devi bertemu dengan ayah. Ramadhan pertama kami, kami mendapat kado luar biasa. 10 hari terakhir ramadhan 1427H devi dinyatakan positif hamil. 1428H sudah ada si malaikat mungil bermata sipit di tengah-tengah kami. Dan di ramadhan tahun ini Qaisha mungil sudah bisa menemani kami menyantap sahur dan berbuka.

Alhamdulilllah devi masih bisa bertemu dengan ramadhan tahun ini. Allah masih beri devi kesempatan untuk berbenah dan memperbaiki diri di bulan penuh rahmat ini, tak sendiri, tak lagi sepi.

Kamis, Agustus 21, 2008

Many Expression of Qaisha

Jangan cemberut dong, neng..


Uuu...love u tooo...uuu...









Aihh...lagi merayu nieh yee...











Kok bengong? Lagi merhatiin apa, neng?












Duh, cantiknya pake bandana...




Aaaaa....!!!!!









Ciluuukk...baa..!






Huhuhu...sebel deh klo neng udah begini.







Uhmm... serius amat.



Nah begini lebih cantik!






























Mimpi yang indah, cantik...