Sabtu, September 26, 2009

Qaisha Mandi

Beberapa hasil jepretannya Wak Cak (Pak de) dengan tema mandinya Qaisha. Oh ya, Qaisha kalo mandi di depan rumah (teras) dan jadi tontonan orang-orang yang lewat depan rumah...hehehe... Jarang banget mau mandi di kamar mandi.

Well, sebenernya Qaisha susah banget kalo di suruh mandi. Harus muter otak dan cari siasat dulu untuk bisa menggiringnya mandi. Tapi kalo udah ketemu air, paling susah juga disuruh berhenti...hehehe...









Selasa, September 15, 2009

Mendongeng di Panggung Dangdutan

Bukan panggung dangdutan beneran sih sebetulnya. Hanya saja karena bentuk panggungnya yang tinggi dan berada tepat di tengah-tengah lapangan yang luas mengingatkan devi dengan panggung dangdutan. Ketika melihatnya pertama kali devi langsung terbayang seorang penyanyi dangdut dengan khas dandanan menornya dan baju kurang bahan mereka sedang lenggak-lenggok di panggung itu dengan ratusan penonton bersiul-siul dibawahnya, berteriak-teriak mengikuti irama lagu si penyanyi dan goyangannya…hahaha… But NO! Ini bukan jenis acara hiburan macam itu. Ini adalah sebuah acara roadshow mendongeng yang diadakan untuk memeriahkan hari anak yang jatuh di bulan Juli tahun ini.

Untuk sebuah perayaan hari anak, panggung seperti itu sebenernya terasa ga nyambung. Penonton yang sebagian besar adalah anak-anak (well, ini untuk Hari Anak tokh) sampai harus mendongakkan kepala mereka sedmikian rupa. Alih-alih menikmati acara, yang ada malah kepala pegel-pegel begitu sampai di rumah.


Kalau saja devi sendirian hari itu, devi tentu sudah memilih mendongeng di bawah saja. Tapi syukurlah hari itu devi bersama tim yang memang disiapkan untuk memenuhi undangan yang satu ini. Tim yang satu ke RT lain, dan tim Devi ke RT dengan panggung dangdutan ini. Begitu kami sampai di sana devi dan seorang teman ternyata satu pikiran : Gak salah nih panggungnya???...hahaha… Udah kebaca kalau dia dan devi sama-sama grogi. Maklum amatiran yang belum tentu siap mental jika dihadapkan dengan macam-macam jenis medan perang…eh panggung...hehehe..


Dikepala langsung putar otak, mau bawain cerita apa dan bagaimana. Gimana mau ngajak anak-anak berinteraksi dengan cerita kalau untuk naik ke atas panggungnya saja butuh kerja keras. Jujur devi agak ngeri pas menginjak tangga panggung itu. Udah kecil, ga ada pegangan, dan dari satu anak tangga ke anak tangga berikutnya tinggi pula. Ga kebayang deh kalo waktu itu tim Pak Raden yang dapat di tempat itu. Kalau ada yang jatuh siapa yang mau tanggung jawab???...hehehe..


Tapi ini jadi pengalaman yang menarik. Dulu pernah juga dongeng dengan panggung tinggi seperti ini, meskipun yang ini teteup lebih tinggi sih, dan devi berhasil menghindar dengan meminta panitia supaya devi dongeng di bawah aja. Tapi kali ini dakuw tak bisa lari…hiks… Ya sudah maju terus pantang mundur. Tokh devi berame-rame ini.


Tiga cerita yang kami bawakan ternyata cukup sukses juga. Bisa menahan beberapa puluh anak untuk tetap berada di bawah panggung itu menonton kami ditengah teriknya matahari di siang bolong. (Salut deh buat anak-anak itu!!). Dan kami bisa juga mengajak mereka bersama-sama terlibat dalam cerita. Ternyata mereka begitu antusias untuk bisa naik ke atas pangung. Well, untuk hal-hal menantang dan berbahaya anak-anak pasti akan dengan senang hati menyambutnya. Begitu juga ketika mereka mendapat tawaran ikut bersama kami naik ke atas panggung tinggi itu, wah mereka semangat sekali! Mungkin bukan karena ceritanya tapi lebih karena nanti setelah selesai cerita mereka bisa loncat dari atas ke bawah. Bagian itu lebih menarik dari cerita kami sepertinya, dengan menimbang bagaimana antusiasnya mereka untuk melompat begitu cerita berakhir…hehehe…


Enggak lah, cerita yang kami bawakan masih tetap menarik buat anak-anak itu dari aksi lompat dari panggung. Mereka bisa menjadi ayam, kambing, kuda dalam cerita Pintu yang Berderit adalah pengalaman tersendiri buat mereka. Mereka menjadi sekawanan kodok, burung dan kera dalam Tarian Pengusir Ular adalah kesenangan tersendiri buat mereka. Panggung “dangdutan” itu telah membawa devi dan anak-anak itu ke sebuah pengalaman tersendiri.


Tapi kalau devi disuruh dongeng di panggung kayak gitu lagi, nanti dulu deh!...hehehe…

Kamis, September 10, 2009

Petualangan Qaisha : Dijemput Qaisha Bagian ke-2

22 Juli 2009 lalu devi dijemput Qaisha dan ayah. Ini penjemputan yang pertama di tempat kerja baru. Perjalanan ke tempat kerja baru sebenernya lebih gampang dari pada ke tempat kerja devi yang lama. Tinggal naik busway sekali yang kalau jalanan sepi mungkin cuma butuh waktu 20-30 menit. Dan seperti penjemputan sebelumnya, it’s such a surprise Qaisha ikut menjemput ibunya dan menjadi petualangan tersendiri buat kami bertiga.

Awalnya devi minta jemput ayah karena devi dapat buku lumayan banyak dan berat. Bukunya adalah satu set cerita rakyat hardcover yang terdiri dari 13 buku cerita rakyat dan 2 buku softcover non fiksi. Klo ditimbang ada kali enam kilo. Ga kebayang aja kalo devi harus bawa buku seberat itu ditengah berjubelnya busway yang kalo sore macetnya minta ampun. So, mumpung ayah lagi cuti hari itu devi minta tolong ayah untuk dijemput naik motor. Tapi ternyata oh ternyata, seperti biasa, ayah terlalu kreatif dan diajaklah Qaisha yang berarti ayah ga bawa motor dan udah pasti kita harus naik bis.

Seneng banget dijemput Qaisha. Awalnya devi ga engeh kalau Qaisha juga ikut. Waktu lagi nunggu tiba-tiba ayah sms, bunyinya “Aku pake baju garis-garis dan celana pink.” Huh? Maksudnya? Ayah pake baju garis-garis dan celana pink? Sejak kapan ayah punya celana pink? Kapan belinya? Enggak banget deh klo ayah pake celana pink. Dan pas lagi bengong mikirin celana pink itu, tiba-tiba dari belakang ada suara mungil yang memanggil “Ibu!!” Lalu muncul lah sosok manis berbaju garis-garis dan bercelana pink itu sambil berlari menghampiri devi dengan tawa khasnya. O la la la…ternyata Qaisha ikut tokh?!!

Wah seneng banget! Tapi terus mikir, nah lho terus bawa buku enam kilo ini gimana ceritanya? Teteup naik busway dong?! Plus bawa anak dua tahun sebelas kilo (She stuck with that number since 1,5 years) yang pecicilan minta ampyun. Duh..devi cuma bisa geleng-geleng dalam hati.

Yo wis, ga papa lah. Ngeliat wajah Qaisha yang seneng bisa jemput ibunya, devi pun ikut happy juga. Pertanyaan pertama yang devi tanya ke ayah adalah Qaisha seharian ini mau makan ga?. Dan seperti sudah devi duga, ga mau makan seharian. Paling cuma makan donat dan susu. Ya udah kita makan dulu di restoran cepat saji yang ada mainannya. Ga berapa lama setelah kita pesan makan, pas Qaisha lagi cuci tangan sama ayah, tiba-tiba dia mau pipis. Waduhh, paniklah ayah. Mau di bawa ke toilet ga tahu ada di mana, dan pas mau diangkat ke atas wastafel ga keburu, Qaisha udah keburu pipis duluan di lantai!!. Ya udah buka celananya, bersihin di wastafel, terus balik ke meja tanpa pake celana…hehehe… Duh yah tuh anak ada-ada aja. Ayah ga bawa ekstra baju atau susu atau perlengkapan lainnya. Untungnya di sana banyak toko-toko perlengkapan bayi, jadi ayah segera beli celana pendek satu biji dan langsung dipakein ke Qaisha. Setelah itu Qaisha asyik main di arena permainan dengan asyiknya seolah-olah ga ada kejadian apa-apa, ga inget ayahnya yang panik dia mau pipis, ga inget dia pipis dilantai yang bikin OB sibuk ngebersihin lantainya supaya ga pesing, ga tahu ayahnya mesti lari-lari beli celana buat dia. Hehehe…enaknya jadi anak kecil.

Sehabis makan kita cari tempat sholat dan kita sholat dulu. Qaisha ikut devi, dan pas mau wudhu, ga tahu kenapa, apa karena banyak air tiba-tiba Qaisha mau pipis lagi. "Pipis..pipis...pipis..." Walah! Mana devi ga tahu toiletnya lagi. Langsung aja devi nyambar sepatu devi dan Qaisha dan lari-lari nyari toilet. Jangan sampai deh kejadian dia pipis dicelana bagian kedua. Itu toilet ternyata letaknya di pojok. Waktu menuju toilet itu devi malah jadi mikir, ini jalan ke toilet apa ke gudang sih? Kok ke pojok banget dan sepi pula jalannya. Dan pas ketemu toletnya sih sebenernya ga terlalu kotor tapi juga ga terlalu bersih. Tapi suasananya itu lho agak-agak suram. Mungkin karena posisinya di pojok.

Dan seperti pada umumnya toilet mall, ga ada tuh yang namanya toilet jongkok, and NO shower! Airnya keluar dari bawah dan kita harus berada dalam posisi duduk yang benar supaya air itu tepat sasaran. Jenis air yang begini yang ga baik buat kesehatan reproduksi wanita. Duh benci banget deh sama toilet macam begini. Mana pintunya pendek, ga sampai bawah. Tipe toilet yang memamerkan kaki kita yang lagi buang hajat plus celana yang lagi diturunin. No privacy and no water, just the kind of toilet I needed for my two years old daughter!. Jenis toilet yang ga nyunah. Mereka pingin toiletnya kering tapi bikin repot orang banyak. Oh ya…no tissue either! Dasar toilet!! (Lho? Maksudnya??)

Begitu devi masuk, devi udah bingung aja. Gimana nih Qaisha pipisnya. Setelah celana Qaisha dibuka, devi suruh dia jongkok di bawah meskipun dalam hati mikir gimana nanti nyiramnya? Ga ada showernya. Tapi dia juga ga nyaman juga dengan lantainya. Devi angkat dan devi jongkokin dia dikakusya. Dianya agak takut mau jatuh, tapi karena devi peganginnya firm khirnya dia mau jongkok juga di atas kakus. Tapi ternyata dia ga pipis juga. Aduh nih anak ngerjain ya? Masa ibunya udah lari-lari nyari toilet, udah ngutuk-ngutuk toilet bodoh itu, and udah cari akal gimana caranya dia pipis, dianya ga pipis juga?? Geleng-geleng deh devi.

Akhirnya kita pun kembali ke tempat sholat. Ayah udah nungguin. Devi sholat maghrib dulu dengan Qaisha. Abis kita sholat, kita pun pulang menuju halte busway. Wah Qaisha seneng banget dengan jembatan busway. Dia bisa lari-lari di sana, devi yang sibuk ngejar dia takut jatuh, sedangkan ayah harus bawa buku devi mengikuti dari belakang.

Di halte busway Qasiah sibuk main di tempat duduknya. Sama ayah dia mainan di besi-besi tempat pegangan dan pengaman buat pintu busway yang otomatis. Agak ngeri juga sih halte busway itu. Pintunya yang sewaktu-waktu bisa terbuka cukup berbahaya buat anak kecil. Kalau pas yang berenti itu bis busway sih ga papa, tapi karena jalur busway juga dipake mobil umum sering pintunya terbuka karena sensor menangkap mobil yang lewat saja tanpa berhenti. Pas pintunya terbuka, mobilnya lewat dan mengangalah itu jalan raya.

Agak lama juga kita menunggu bisnya. Padahal udah jam tujuh lewat. Lalu tiba-tiba kata-kata itu keluar dari mulut Qaisha: “Pipis..pipis…pipis..” Again???? OMG!!! Tenang, devi meneriakkan itu dalam hati. Halte busway jalur ini dilengkapi toilet. So kita pun nanya ke penjaganya di mana toiletnya. Oh ternyata ada dibawah jembatan busway. Kita harus keluar dulu lewat pintu kecil tak jauh dari pos tiketnya dan jalan ke sebuah kotak persis dibawah jembatan busway. Kiri kanan adalah jalan raya. Ketika kita keluar dari pintu kecil itu, kita seperti berjalan di trotoar persis di tengah jalan yang membatasi dua jalur jalan raya yang berbeda arah. Sebelah kanan sih aman ada pagar yang membatasi, tapi sebelah kiri itu langsung jalan raya dengan mobil yang melaju kencang.

Jangan berharap toilet halte busway itu bersih ya. Lebih tepatnya jangan berharap ada toilet buat umum yang bersih. Tapi setidaknya di sana ada ember dan gayung meskipun gayungnya berupa botol air mineral ukuran satu liter yang dipotong bagian atasnya. Well setidaknya Qaisha bisa pipis (kali ini beneran pipis) dan membersihkan dengan air. Ayah mengikuti devi dan Qaisha dari belakang sambil membawa buku devi itu dan sedikit khawatir dengan laju mobil di sebelah kiri.

Kita segera naik lagi ke halte begitu Qaisha selesai pipis. Karena buru-buru takut ketinggalan bis, plastik tempat membawa buku-buku devi putus pegangannya. Haduh, tambah repot deh bawanya. Syukurnya kita belum ketinggalan bis. Tapi begitu bisnya datang ternyata sudah penuh sesak. Devi menggendong Qaisha dan ayah menggendong buku-buku devi. Alhamdulillah ada orang yag berbaik hati memberikan tempat duduknya meskipun harus diteriakkin kenek buswaynya dulu supaya ada yang memberi tempat duduk buat ibu-ibu yang membawa anak kecil. (Devi maksudnya? Ibu-ibu? Yang benar saja!)

Sudah devi duga Qaisha ga akan betah duduk diam. Dia mulai gelisah dan mulai mencari ayahnya yang berdiri di dekat pintu. Devi dirikan Qaisha di pangkuan devi supaya dia bisa melihat jendela. Jalanan juga tidak mau bekerjasama dengan devi dengan meneruskan macetnya yang sudah berlangsung sejak sore tadi. Kegelisahan Qaisha semakin menjadi-jadi. Devi ajak nyanyi buat meredam rewelnya tapi ternyata ga terlalu ampuh. Dia pun minta turun ke tempat ayahnya. Di sela-sela kaki orang dia jalan ketempat ayahnya. Syukurnya posisi ayah berdiri tidak jauh dengan posisi tempat duduk devi. Sama ayahnya Qaisha diajak mainan alat-alat yang bergelantungan buat pegangan orang-orang yang berdiri. Lalu mulai lah dia main ayunan dengan alat-alat itu sambil digendong ayah. Sesekali terdengar suara “Aaa..u..oo..uu..oo!!” hehehe .. Oalaa…anak ku jadi tarzan di dalam busway…hahaha… Beberapa orang tersenyum geli melihat tingkah polahnya. Orang yang berdiri dibelakang ayah ketawa terus melihat Qaisha. Yah lumayanlah Qaisha bisa kasih hiburan ditengah kepenatan jalanan yang macet…hehehe…

Ayah akhirnya dapet tempat duduk di halte sebelum halte terakhir. Meskipun ayah dalam posisi duduk, Qaisha juga masih tetep minta di ayun-ayun sambil megang alat pegangan itu, dan teteup berteriak layaknya tarzan…hehehe…

Lalu tiba-tiba…byur!!...turun hujan!!!. What? Padahal bentar lagi udah mau nyampe. Can’t it get worst than this? Devi ga bawa payung, lagi bawa buku berat, dan Qaisha bisa sakit kalau kehujanan. Begitu sampai di terminal, devi termenung bingung cari cara buat pulang. Naik taksi? Gak mungkin, nanti malah muter lagi supaya bisa masuk ke kompleks. Dan lagi taksi ga masuk ke wilayah tempat busway. Ojeg? Sama aja kehujanan. Devi bisa kepisah sama ayah malah. Menunggu? Hujannya tipe hujan yang bertahan lama. Kasihan Qaisha diluar kelamaan ditengah dinginnya hujan. Ojeg payung? Iya, satu-satunya jalan pake ojeg payung sampa ke kompleks. Ayah mulanya ragu, apa mau si tukang ojeg sampe masuk kompleks. Benar saja ketika dikasih tahu kita mau masuk ke kompleks, dia agak-agak keberatan. Tapi karena melihat devi bawa anak, agaknya dia kasihan juga dan akhirnya dia mau. Begitu nyebrang ayah bilang supaya devi dan Qaisha nunggu aja ditempat jualan Indomie dan ayah akan lari ke rumah ambil motor lalu jemput devi dan Qaisha di tukang Indomie. Sebenernya devi agak keberatan, kasihan ayah kalau hujan-hujanan. Tapi ya sudahlah, maunya ayah begitu devi nurut aja. Sambil membawa buku-buku devi ayah lari ke rumah, sementara si ojeg payung cuma “bertugas” sampai di tukang Indomie. Sambil menunggu ayah, devi pesen susu hangat dan Qaisha nyemilin bolu kukus, agar supaya perutnya ga kosong. Lima belas menit kemudian ayah datang tergopoh-gopoh sambil mengenakan jas hujan…tapi tanpa motor. Dan ternyata saudara-saudara, motornya mogok kena air. Gubrak!!..Gubrakk!!!...hahaha…, ternyata it CAN get worst!! Aduh kasihan banget si ayah. Udah cape pulang ke rumah, si Bajaj ternyata ga mau diajak kerja sama…hahaha…

Ya sudah, setidaknya sekarang ada payung buat melindungi devi dan Qaisha dari hujan. Kami pun jalan dan menjemput si Bajaj di tukang nasi goreng, tempat ayah meninggalkannya tadi. Ayah mendorong si Bajaj dan devi menggendong Qaisha. Kami pun jalan menuju ke rumah. Well setidaknya, udah ga nenteng-nenteng buku 6 kilo lagi. Sebagai penggantinya dorong motor 1 ton…hahaha…

Begitu sampai di rumah, ga terbayang perasaaan lega kami. Alhamdulillah bisa sampai di rumah dengan selamat. Ayah dan devi langsung segera mandi. Qaisha ganti baju, kasih minyak talon dan bedak. Lalu kami pun tidur dengan nyenyak malam itu.

What a day!!