Selasa, September 23, 2008

A Little Girl Needs Daddy

By Nicholas Gordon

A little girl needs Daddy

For many, many things:
Like holding her high off the ground
Where the sunlight sings!

Like being the deep music
That tells her all is right
When she awakens frantic with
The terrors of the night.

Like being the great mountain
That rises in her heart
And shows her how she might get home
When all else falls apart.

Like giving her the love
That is her sea and air,
So diving deep or soaring high
She'll always find him there.

Rabu, September 10, 2008

1000 Kucing untuk Kakek

Bukan 10, bukan 100, tapi 1000. Jumlah yang tepat menggambarkan begitu banyaknya jumlah kucing yang ada di rumah kakek.

Kakek dan nenek merasa kesepian. Tak ada anak yang menemani dan menghibur. Lalu tiba-tiba kakek dapat ide memelihara kucing sebagai pengusir kesepian mereka. Nenek pun setuju. Keesokan paginya ketika ke pasar nenek bertanya kepada setiap penjual yang ada di pasar apakah ada yang punya seekor kucing kecil untuk diberikan kepada kakek. Namun hasilnya nihil. Kakek di rumah juga bertanya pada setiap orang yang lewat di depan rumahnya, mulai dari penjual mainan sampai Pak Haji, apakah ada yang memiliki seekor anak kucing untuknya. Tapi sama seperti nenek, hasilnya juga nihil. Malam itu keduanya tidur dengan hati yang sedih.

Namun apa yang terjadi selanjutnya?

Pagi itu kakek dan nenek terbangun ketika mendengar suara kucing yang mengeong. Kakek melihat ada seekor kucing di kamarnya, dan ternyata dibagian rumah lain nenek juga melihat ada lagi kucing kecil, dan ada lagi, dan ada lagi, ada lagi terussss sampai ke halaman. Kakek mulai kewalahan. Mungkin ada jumlahnya 1000, karena kakek tak berhasil menghitung kucing-kucing itu satu persatu.

Tapi dari mana kucing-kucing itu datang?

Ooo...rupanya orang-orang yang kemarin ditanya kakek dan nenek merasa kasihan lalu mencarikan kucing untuk kakek dan menaruhnya di rumah kakek dan nenek diam-diam. Walhasil begitu banyak kucing berkumpul di rumah kakek dan nenek. Kakek senang sekali, tapi kalau begitu banyak bisa repot juga. Kakek hanya perlu satu kucing. Lalu bagaimana akal kakek?

Wah banyak sekali surprise-surpise dari nukilan cerita di atas. Ini diambil dari buku anak favorit devi. Bukan hanya ceritanya yang sederhana namun menyentuh, tapi juga karena ada kehangatan yang hadir ketika buku itu ditutup. Banyak nilai yang bisa diambil dari buku ini, banyak rasa yang bisa dipetik dari membacanya.

Berbagai konflik yang ada kemudian terselesaikan dengan indah. Klimaksnya justru terjadi ketika kakek harus mencari akal bagaimana "menyingkirkan" kucing sebanyak itu. Dan jalan yang diambil kakek sungguh luar biasa. Kakek mengadakan lomba makan kue!. Siapa yang tidak mau makan kue enak gratis? Dengan bantuan tetangga dan meski harus merelakan tabungan mereka, lomba makan kue serabi itu berlangsung seru. Pesertanya adalah anak-anak sekolah di dekat rumah kakek dan nenek. Dan tebak apa yang jadi hadiah untuk pemenangnya? Yup, benar, ANAK KUCING. Dari juara 1 sampai 10 hadiahnya anak kucing. Bahkan yang tidak menang pun mendapat hadiah hiburan, yaitu ANAK KUCING.

Kisah ini ditutup dengan akhir yang luar biasa. Kakek dan nenek tidak lagi kesepian, bukan karena kakek akhirnya mendapatkan kucing yang diinginkannya, tapi karena ternyata anak-anak yang ikut lomba makan kue sekarang jadi senang main ke rumah kakek dan nenek untuk mendengarkan cerita dari kakek. Lihat saja ilustrasinya yang menggambarkan kakek sedang asyik mendongeng untuk anak-anak yang duduk disekelilingnya dan terlihat seekor kucing kecil sedang asyik duduk di pangkuan kakek. Ah indahnyaaa....

Buku yang pertama kali terbit di tahun 70-an lalu kemudian diterbitkan ulang di tahun 2007 (klo ga salah ingat) ini, pertama kali devi tahu dari sebuah kliping koran yang terbit tahun 80-an yang dikumpulkan dan di filing dengan sangat rapi sekali di rumah ibu Murti di tahun 2002. Ketika membaca kliping tersebut devi langsung tersentuh dan penasaran dengan ceritanya walaupun di kliping itu hanya ditulis ringkasa ceritanya yang tak lengkap. Tapi karena devi suka banget sama kucing dan cerita tentang sepasang kakek-nenek yang kesepian lalu memutuskan untuk mencari kucing sebagai penghibur mereka sangat-sangat menarik perhatian devi. Langsung saja devi hunting buku tersebut. Tanya ke sana ke sini yang devi tahu punya koleksi buku anak yg banyak, sempat juga nyoba nyari ke Perpusnas, dan usaha terakhir adalah pergi ke penerbitnya langsung, Djambatan. Tapi buku itu sudah habis terjual dan Djambatan tidak menerbitkan ulang. Sempat putus asa ketika itu. Tapi meskipun kunjungan ke Djambatan tidak berhasil mendapatkan buku yang devi cari, devi menemukan buku-buku anak terbitan Djambatan lain yang tak kalah bagus, dan dengan harga yang tidak masuk akal; mulai dari Rp1000 dan yang paling mahal Rp2500. Luar biasa! Padahal buku-buku itu adalah harta karun bacaan anak Indonesia. Bila dibandingkan dengan buku bacaan anak sekarang buku-buku tersebut secara fisik memang sangat jauh tertinggal, namun dari segi cerita -devi pikir- buku anak sekarang belum belum bisa mengalahi "rasa Indonesia" yang dihadirkan buku-buku tersebut. (Judul-judul bukunya menyusul ya)

Dan kemudian, di sebuah pesta buku di tahun 2007, devi menemukan buku itu di stand penerbit Djambatan. Luar biasa devi senangnnya devi. Seperti menemukan harta karun jutaan tahun. Djambatan ternyata memutuskan menerbitkan kembali buku-buku anaknya. Dari segi fisik tak banyak perubahan dari cetakan pertamanya. Awalnya devi berharap cetak ulang ini ilustrasinya akan berwarna dengan hard cover dan kertas mengkilap. Tapi setelah dipikir-pikir justru ilustrasi yang hitam putih itu membawa ceritanya terasa lebih dalam dan mengena. Ilustrasi yang terlalu rame mungkin malah akan terasa lebih heboh dan jauuh dari rasa yang dibawa cerita tersebut. (Hehehe...serasa jadi pakar bacaan anak nieh...). Maka dengan merogoh kocek yang tidak dalam devi pun membawa pulang buku itu dengan rasa senang bukan main. I've found my treasure...

Sang Penulis

Penasaran dengan penulisnya?

Ia tak lain dan tak bukan adalah tokoh legendaris berkumis tebal yang suka sakit encok, Pak Raden. Nama aslinya adalah Suyadi. Seorang penulis buku anak, ilustrator, puppeters dan pendongeng yang melegenda. Sosoknya yang sederhana jika tak mengenakan kumis tebalnya dan jubah kebesarannya akan sulit dikenali jika berpapasan di tengah jalan. Orangnya sunguh-sungguh humble. Tak pernah devi bertemu dengan orang seperti beliau. Benar pepatah yang menyatakan padi semakin berisi semakin merunduk, dan seperti itulah pak Suyadi.

Pernah suatu kali devi mengikuti tur mendongeng KPBA ke Yogyakarta dan Semarang bersama pak Suyadi. Di tengah jalan kami sempat berhenti sebentar untuk menikmati kue apem paling enak yang pernah devi makan. Tiba-tiba sang penjual apem bisa mengenali sosok pak Raden meskipun ia sedang tidak mengenakan kostumnya. Kami tersadar bahwa dipelosok manapun tokoh ini pasti dikenal orang. Dan dari situlah bibit pertama muncul untuk memberinya suatu acara khusus tentang beliau.


Karakternya begitu kuat tertancap di benak orang-orang, terutama para eyang dan orang tua seangkatan devi. Dan tokoh pak Raden ini sangat memorable sekali dengan kumisnya, sakit encoknya, sifat pelitnya, pohon jambunya dan suara menggelegarnya yang membuat ia tampak galak di benak anak-anak ketika itu.



-bersambung-

Senin, September 01, 2008

Ramadhan Datang...

Setiap ramadhan datang ada nuansa dan rasa yang hadir tersendiri. Ada asa, ada rindu, ada romantisme yang menyelesup pelannnnn sekali ke hati ini. Dan tahun ini pun begitu juga.

Pernah pada satu titik ramadhan terasa begitu membosankan buat devi. Terutama ketika tahun-tahun awal sepeninggal papa devi. Kenangan bagaimana kami dulu menyambut ramadhan, menjalaninya sampai merayakan Idul Fitri ketika papa masih ada terus terbayang selama bertahun-tahun setelah kematiannya yang semakin membuat hati devi jadi kelu. Alih-alih jadi bulan tarbiyah, devi malah diselimuti oleh kebosanan dan sempat mati rasa. Sepi. Itulah yang terasa.

Namun seiring berjalannya waktu sepi itu sedikit demi sedikit mulai memudar. Lalu devi bertemu dengan ayah. Ramadhan pertama kami, kami mendapat kado luar biasa. 10 hari terakhir ramadhan 1427H devi dinyatakan positif hamil. 1428H sudah ada si malaikat mungil bermata sipit di tengah-tengah kami. Dan di ramadhan tahun ini Qaisha mungil sudah bisa menemani kami menyantap sahur dan berbuka.

Alhamdulilllah devi masih bisa bertemu dengan ramadhan tahun ini. Allah masih beri devi kesempatan untuk berbenah dan memperbaiki diri di bulan penuh rahmat ini, tak sendiri, tak lagi sepi.