Anak, buku dan dunia dongeng. Tiga hal yang saling terkait dalam proses perkembangan anak. Bagaimana ketiganya saling terkait dan seberapa penting kedudukan buku dalam perkembangan anak? Tampaknya itulah yang coba diangkat dalam acara seminar dan workshop bertema Anak, Buku dan Dunia Dongeng yang diselenggarakan oleh Jakarta Japan Network di Japan Foundation pada 5 Maret 2009 kemarin. Acara ini mengundang beragam pembicara baik dari Jepang maupun Indonesia yang diikuti tidak hanya oleh pendidik, tapi juga penulis dan penerbit.
Acara seminar dibagi menjadi dua sesi, yaitu pagi dan siang. Pada sesi pagi diisi oleh dua pembicara Jepang. Materi pertama dibawakan oleh ibu Miyoko Matsumoto dari Jepang. Ia adalah seoarang ahli terapi wicara selama 19 tahun serta anggota Dewan Pendidikan Tokyo. 4 hal utama yang disampaikan oleh Ibu Miyoko adalah mengenai perkembangan buku bergambar di bidang pendidikan pra sekolah di Jepang, perkembangan bahasa, sosialisasi dan permainan anak, lalu mengenai makna membacakan buku bergambar kepada anak-anak dalam pendidikan pra sekolah, dan terakhir tentang proses membacakan buku bergambar. Meskipun penyampaian materi harus menggunakan seorang penterjemah, namun materi yang disampaikan dapat diterima pendengarnya dengan amat jelas. Apalagi presentasi juga menyertakan foto dan video yang menggambarkan bagaimana jika seorang anak tengah berkonsentrasi penuh pada cerita di buku, bagaimana jika seorang anak sudah biasa dengan buku dan mendengarkan cerita, serta gambaran bagaimana di sekolah sangat perlu menyediakan lingkungan yang mendukung kecintaan terhadap buku.
Di akhir presentasi, ibu Miyoko menekankan pentingnya keberadaan buku bergambar pada pendidikan anak pra sekolah. Meskipun buku bergambar bukan satu-satunya sarana dalam pendidikan pra sekolah, namun buku tersebut dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang memudahkan anak untuk bersosialisasi kedepannya. Menurut ibu Miyoko, fantasi yang lahir dalam benak anak dari buku bergambar sangatlah penting dan bahkan menjadi faktor penting dalam pendidikan di Eropa, karena dengan fantasi mampu menggerakkan orang untuk menciptakan sesuatu dari nol.
Berlanjut ke materi kedua yang dibawakan oleh Yoshimi Hori dari Jakarta Japan Network, para peserta dibawa berkelana ke dalam dunia buku bergambar secara khusus. Di depan panggung, Hori menggelar beragam buku bergambar yang diterbitkan di Jepang dan beberapa terbitan Indonesia untuk bisa dilihat peserta setelah acara presentasi. Bagi Hori buku-buku tersebut adalah sarana dimana anak bisa membuka hati mereka. Cerita-cerita serta imajinasi dari buku tersebut mampu masuk ke dalam relung hati anak, sesuatu yang sering sulit dijamah oleh orang dewasa. Menurut Hori kesenangan yang timbul dari membaca buku adalah yang terpenting. Membaca buku adalah kegiatan yang menyenangkan. Bila anak merasa senang, maka ia dapat menyerap banyak hal dari buku.
Di akhir materinya, Hori menyampaikan harapannya agar pihak-pihak luar turut mendukung hal di atas. Pihak-pihak tersebut adalah lembaga yang terkait langsung dengan anak-anak seperti sekolah-sekolah, pihak perpustakaan, pihak orang tua atau konsumen, dan terakhir yang tak kalah penting adalah penerbit untuk bisa mengupayakan penerbitan buku-buku yang berkualitas.
Setelah istirahat makan siang, seminar dilanjutkan dengan materi ibu Murti Bunanta dari KPBA yang karena berhalangan hadir kemudian dibawakan oleh ibu Ida Farida. Materi Ibu Murti menyoroti kondisi bacaan anak di Indonesia. Menurut bu Murti pasaran buku anak Indonesia masih didominasi oleh buku terjemahan Jepang dan cerita Walt Disney serta dari Eropa Barat. Pun begitu, ada juga buku-buku anak Indonesia yang beredar di pasaran luar negeri. Sebagai contohnya adalah buku-buku terbitan KPBA sendiri. Pada bagian ini ibu Ida memperlihatkan contoh buku-buku KPBA yang mendapat penghargaan serta yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
Beranjak dari kondisi buku anak di Indonesia dalam makalah ibu Murti, acara dilanjutkan dengan pembicara dari Yayasan Pustaka Kelana (YPK), yaitu oleh ibu Nasti M. Reksodiputro. Yayasan yang didirikan oleh ibu Nasti bersama tiga orang temannya adalah yayasan yang bergerak di bidang perpustakaan. Yayasan ini berdiri sejak tahun 1995, namun pengoperasian perpustakaan kelilingnya sendiri baru berjalan pada tahun 1996 setelah mendapat sponsor dari Perhimpunan Alumni Jerman sebagai donatur pertamanya. Jenis layanan yang diberikan oleh YPK adalah Pustaka Kelana yang berupa perpustakaan keliling, Kotak Kelana yang merupakan kotak yang berisi 75 buah buku yang dipinjamkan kepada perpustakaan anggota YPK selama satu bulan, dan Pustaka Mangkal yang merupakan perpustakaan komunitas/lingkungan. Dalam presentasinya ibu Nasti banyak mengisahkan perjalanan perpustakaan YPK, termasuk didalamnya adalah pengalaman pembaca-pembaca kecil yang kerap datang ke perpustakaan binaan YPK.
Seminar kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Kak Seto. Namun karena keterbatasan waktu Kak Seto oleh kesibukannya materi dibawakan dengan cepat dan ringkas saja. Meskipun demikian para peserta tetap bisa bergembira dengan bernyanyi bersama, melihat keahlian mendongeng Kak Seto dengan boneka, bahkan menyaksikan dongeng dengan sulap yang sederhana. Kak Seto memang menekankan bahwa suatu pelajaran di sekolah sebaiknya dibawakan dengan cara yang menyenangkan dan salah satunya dengan dongeng seperti yang ia contohkan.
Seminar diakhiri dengan sesi tanya jawab untuk semua pembicara, lalu kemudian dilanjutkan dengan workshop membacakan buku cerita anak. Sesi workshop ini dibuka dengan memadamkan lampu dalam ruangan dan menyalakan sebatang lilin sebagai pembuka menuju dunia cerita. Langkah ini adalah bagian untuk menciptakan suasana kegiatan membaca cerita. Kemudian sebuah cerita dari buku berjudul “Cat Air Ajaib” dibacakan oleh Devina kepada seluruh peserta. Ruangan yang temaram oleh cahaya lilin membawa keheningan tersendiri yang memungkinkan peserta berkonsentrasi pada si pencerita dan cerita yang dibawakan. Dari kumpulan materi yang dibagikan disebutkan bahwa langkah awal ini juga cukup penting, meskipun tidak harus selalu dengan mematikan lampu tapi dengan mengecilkan suara saja pun akan menarik anak bertanya-tanya apa yang akan terjadi.
Workshop kemudian berlanjut ke buku berikutnya, yaitu jenis buku cerita yang memungkinkan partisipasi pesertanya. Dari satu buku dapat diceritakan dengan beberapa cara. Buku yang digunakan berjudul “Buah Lobak Besar”, sebuah cerita rakyat dari Rusia. Pertama-tama buku dibacakan seperti buku sebelumnya, dan karena ada bagian buku yang berulang-ulang maka tanpa diminta pun para peserta ikut berpartisipasi pada bagian tersebut. Selama membacakan buku tersebut Hori juga menujukkan alat peraga dari kayu yang merupakan gambaran dari cerita buku. Lalu dari cerita yang sama Hori meminta peserta untuk memerankan tokoh-tokoh dari cerita tersebut. Suasana menjadi sangat semarak karena peserta sangat menjiwai tokoh yang diperankannya. Bahkan bisa dibilang terlalu menjiwai.
Setelah menggunakan buku, Hori mengajarkan permainan menggunakan jari dan gerakan yang disertai lagu. Rupanya permainan ini telah banyak dikenal oleh peserta sehingga langsung saja peserta bersama-sama mempraktekannya di tempat duduk masing-masing. Sebagai penutup, Hori menunjukkan cerita menggunakan Kamishibai. Tapi karena keterbatasan waktu, Kamishibai ini tidak dipraktekan hanya diperlihatkan secara sekilas cara penggunaanya.
Rangkaian seminar dan workshop ini ditutup dengan peniupan lilin yang tadi dinyalakan di awal workshop. Sebagai oleh-oleh kepada peserta, panitia memberikan banyak sekali buku bergambar dengan harapan peserta dapat segera mempraktekan apa yang telah diperoleh dari acara seminar dan workshop selama satu hari itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar