Senin, Januari 07, 2008

2008 Resolution

Resolusi 2008 : Memasak buat ayah.

Sounds simple, isn't it? Sounds very simple. But it such a big thing for me. Entah mengapa devi, masak dan dapur tidak pernah bisa akur. Seperti ada kutukan dalam diri ini jika devi menyentuh panci, kompor dan kawan-kawannya maka hasilnya akan ada satu kata: Amburadul. Hasil masakan ga jelas, tapi cucian piring malah menumpuk. Belum lagi rasa putus asa karna tampilan masakan berbanding terbalik dengan gambar di buku resep.

Devi adalah tipe orang yang sangat menyukai kepraktisan. Atau sebutan untuk jaman sekarang adalah serba instan. Segala macam bentuk rempah, bumbu dapur dan macamnya adalah musuh utama devi. Jangan pernah membayangkan devi berjibaku didapur dengan masakan selera nusantara yang penuh dengan berbagai bumbu. Apalagi untuk jenis makanan yang harus dimasak dengan dua proses pemasakan, seperti untuk bikin pie; harus bikin kulitnya dulu baru isinya, atau kue-kue kering yang dibuat dari satu kilo terigu tapi harus ada proses pemotongan kecil-kecil menggunakan berbagai cetakan yang memakan waktu lebih dari 10 menit. Wah! itu sih wassalam aja.

Jenis kue yang sesuai dengan tipikal devi mungkin brownies. Kue bantat yang gagal jadi tapi rasanya ga kalah enaknya. Bikinnya gampang, tinggal masukin ini itu, diaduk-aduk, masukin cetakan, panggang, dan tarrraa...jadilah! Tapi ini dengan catatan ya, bukan brownies kukus yang perlu proses pengukusan yang memakan waktu.

Hehehe... parah kan? Padahal eyang dan buyutnya Qaisha luar biasa jago masak. Segala jenis masakan tradisional bisa disajikan di atas meja kalau mau. Eyang yang asli orang Semarang sekarang udah gape dengan berbagai masakan dari ikan yang berasal dari Sumatra Selatan macam empek-empek atau tekwan, setelah menikah dengan eyang kakung yang asli wong kito galo. Sambal buah yang dulu asing untuk selera Jawanya sekarang udah jadi kegemaran di rumah, dan khusus devi adalah sambal nanas yang rasanya pedas, asem campur manis tapi bikin ketagihan di mulut.

Tapi sayangnya, entah kenapa kepandaian itu tidak menurun pada devi. Tidak bisa memasak memang tidak menjadi urusan yang urgent untuk devi. Mungkin devi termasuk jenis perempuan masa kini yang merasa urusan domestik bukanlah domain perempuan semata. Hey, ga bisa memasak kan tidak membuat devi jadi less human, kan? Begitu pedoman hidup devi.

Tapiiiiiiii.....sekarang sedih juga gara-gara ga bisa masak devi ga bisa menghidangkan menu istimewa khusus buat ayah. Masa hampir menginjak dua tahun pernikahan devi belum pernah masak buat ayah?? Hiks... kasian ayah. Klo lagi jalan ke pasar atau hypermarket devi suka merasa bersalah ketika ke bagian daging-daging segar, karna biasanya ayah akan merhatiin ati-ampela, ceker (ayah suka sekali ceker) dengan pandangan pingin dimasakin. Hehehe... tapi berhubung istrinya bermusuhan sekali dengan dapur maka jadilah ayah cuma puas memandangi daging-daging mentah itu.

Masih terngiang perkataan ayah ketika tahu klo devi ga bisa masak : "Apapun yang kamu masak pasti saya makan". Duh, ingiiiiinnnn sekali masakin sesuatu yang istimewa buat ayah. Sebut saja ini naluri seorang istri, bahwa memasak untuk pasangan hidup kita adalah sebuah fitrah wanita.

So, untuk 2008 ini, my big resolution is Memasak Untuk Ayah.

Tidak ada komentar: